A. Pengertian Merek
Perkembangan hukum merek bermula pada abad
pertengahan di Eropa pada saat perdagangan dengan dunia luar mulai berkembang.
Semula fungsinya hanya untuk menunjukkan asal produk yang bersangkutan berasal..[1]
Secara etimologis istilah
“merek” barasal dari bahasa Belanda sedangkan dalam bahasa daerah Jawa disebut
ciri atau tengger.[2]
Dalam bahasa Belanda dikenal juga dengan Mark,
atau Brand dalam bahasa Inggris,
diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001 yang merupakan perbaikan dan penyempurnaan
dari UU No. 14 Tahun 1997 dan UU No. 19 Tahun 1992.[3]
Sejak Indonesia
meratifikasikan perjanjian WTO dan TRIPs yang merupakan lampirannya, Indonesia
harus tunduk kepada aturan yang bersifat global tersebut.[4] Selain
menggunakan Konvensi Paris, bidang merek juga membentuk bermacam – macam
perjanjian Internasional, yaitu:
- Perjanjian Madrid 1891: Madrid Agreement Concerning Repression of False Indications of Origin. Perjanjian ini berkenaan dengan upaya penindakan terhadap pemalsuan indikasi atau sebutan asli suatu barang.
- Perjanjian Madrid 1891: Madrid Arrangement Concerning the International Registration of Trademark. Perjanjian ini berkenaan dengan pendaftaran internasional tentang Merek.
- Perjanjian Den Haag 1925: The Hague Arrangement Concerning the International Deposit of Industrial Pattern and Design. Perjanjian ini berkenaan dengn penyimpanan internasional tentang gambar – gambar atau model kerajinan.
- Perjanjian Lisabon 1938: Lisabon Agreement Concerning the Protection and the International Registration of Declaration of origin. Perjanjian ini berkenaan dengan perlindungan dan pendaftaran internasional mengenai keterangan asal barang.
- Perjanjian Nice 1957: Nice Agreement Concerning the International Classification of Goods and Service to Which Trademarks Apply. Perjanjian ini berkenaan dengan klasifikasi internasional mengenai merek barang atau jasa.[5]
Selain
menurut batasan yuridis beberapa sarjana ada juga memberikan pendapatnya
mengenai pengertian merek, yaitu:
- Sudargo
Gautama (1997), mengatakan bahwa perumusan pada Paris Convention, suatu Trademark
atau merek pada umumnya didefinisikan sebagai suatu tanda yang berperan untuk membedakan
barang- barang dari suatu perusahaan dengan barang- barang dari perusahaan
lain.
- R. M.
Suryodiningrat (1980), mengatakan bahwa barang – barang yang dihasilkan
oleh pabrik dengan dibungkus dan pada bungkusnya itu dibubuhi tanda
tulisan atau perkataan untuk membedakan dari barang sejenis hasil
perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan.
- M. N.
Purwosutjipto (1991: 88), mengatakan bahwa Merek itu ada dua macam, yaitu
merek perusahaan atau merek pabrik dan merek perniagaan. Merek perusahaan
atau merek pabrik (fabrieks merk,
factor mark) adalah merek yang dilekatkan pada barang oleh si
pembuatnya (pabrik). Sedangkan merek perniagaan (handelsmerk, trade mark) adalah merek yang dilekatkan pada
barang oleh pengusaha perniagaan yang mengedarkan barang itu.[6]
- Prof. R
Soekardono, S. H., mengatakan bahwa merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri
atau tengger) dengan nama dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana
perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang
dalam perbandingan dengan barang – barang sejenis yang dibuat atau barang
dalam perbandingan dengan barang – barang sejenis yang dibuat atau
diperdagangkan oleh orang – orang atau badan – badan perusahaan lain.[7]
- Mr.
Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Prof. Vollmar, mengatakan bahwa
“suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang
dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannnya, guna membedakan
barang itu dengan barang – barang yang sejenis lainnya.”[8]
- Drs. Iur
Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari segi aspek
fungsinya dengan mengatakan bahwa “suatu merek dipergunakan untuk
membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejanis lainnya oleh
karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai:
tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.”[9]
- Essel R.
Dillavou, mengatakan bahwa “No
complete definition can be givefor a trade mark generally it is any sign,
symbol mark, work or arrangement of word in the form of a label adopted
and used by a manufacturer of distributor to designate his particular
goods, and which no other person has the legal right to use it.Originally,
the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is used more as an
advertising mechanism.”[10]
- Harsono
Adisumarto, S. H., MPA, menyatakan bahwa merek adalah tanda pengenal yang
membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan
ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian
dilepaskan di tempat penggembalaan bersama yang luas. Cap seperti itu
memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang
bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda
atau merek digunakan inisial dari nama pemilik sendiri sebagai tanda
pembedaan.[11]
- Philip S.
James MA, sarjana Inggris mengatakan “
A trade mark is a mark used in conextion with goods which a trader uses in
order to tignity that a certain type of good are his trade need not be the
actual manufacture of goods, in order to give him the right to use a trade
mark, it will suffice if they marely pass through his hand is the course
of trade”[12]
Secara
yuridis dapat kita lihat pengertian merek di dalam Pasal 1 (ayat) 1 Undang -
Undang No 15 Tahun 2001[13]
dijelaskan bahwa adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf
– huruf, angka – angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur – unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang dan jasa.”
Dapat kita tarik sebuah
kesimpulan dari pendapat – pendapat sarjana yang ada maupun dari segi yuridis
yang ada bahwa merek itu dapat diartikan dengan perkataan merek adalah suatu
tanda (sign) untuk membedakan barang – barang atau jasa yang sejenis
yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan
hukum dengan barang – barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh orang lain,
memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam
kegiatan perdagangkan barang atau jasa.
B. Jenis – Jenis Merek
Di dalam Pasal 2 UU Merek 2001, merek dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
- Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama – sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang – barang sejenis lainnya.
- Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama – sama atau badan hukum untuk membedakan jasa – jasa yang sejenis.
Selain itu pula dikenal juga dengan merek kolektif
yaitu merek yang digunakan pada barang dan / atau jasa dengan karakteristik
yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara
bersama – sama untuk membedakan dengan barang dan / atau jasa sejenis lainnya.[14] Ada juga yang disebut dengan istilah
merek terkenal. Istilah merek terkenal ini ditinjau dari reputasi (reputation)
dan kemahsyuran (renown) suatu merek, yang di mana merek terkenal ini
mempunyai reputasi tinggi yang menimbulkan sentuhan keakraban (familiar
attachement) dan ikatan mitos (mysthical context) kepada seluruh
lapisan konsumennya. Penentuan suatu merek sebagai merek terkenal, tidaklah
hanya terkenal di manca negara yang dimiliki oleh pihak asing tetapi juga merek
– merek lokal yang dimiliki oleh para pengusaha lokal yang dianggap terkenal
untuk kalangan tertentu, atau masyarakat pada umumnya. Kriteria suatu merek
terkenal dalam penjelasan Pasal 4 UU Merek 2001, hanya didasarkan pada
pengetahuan umum masyarakat mengenai merek atau nama tersebut di bidang usaha
yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan Undang – undang merek tersebut, atau pada
prakteknya, untuk membuktikan suatu merek itu terkenal, sering dengan adanya
promosi yang cukup sering dan digunakan secara efektif kadang diikuti dengan
persyaratan bahwa merek itu telah didaftar di berbagai Negara, misalnya minimal
3 Negara.
Kriteria merek terkenal yang dianut di Amerika
Serikat diatur dalam pasal 43 (c) (1) Lanhnham
Act yang diperbaharui menentukan bahwa untuk menentukan apakah suatu merek
mempunyai sifat daya pembeda dan terkenal, Pengadilan dapat mempertimbangkan
faktor – faktor seperti, tetapi tidak terbatas pada:[15]
- Derajat sifat yang tidak terpisahkan atau mempunyai sifat daya pembeda dari merek tersebut.
- Jangka waktu dan ruang lingkup pemakaian merek yang berkaitan dengan barang atau jasa dari merek.
- Jangka waktu dan ruang lingkup dari pengiklanan dan publisitas merek tersebut.
- Ruang lingkup geografis dari daerah perdagangan di mana merek tersebut dipakai.
- Jaringan perdagangan barang atau jasa dari merek yang dipakai.
- Derajad pengakuan atas merek tersebut dari arena perdagangan dan jaringan perdagangan dari pemilik merek dan larangan terhadap orang atas pemakaian merek tersebut dilaksanakan.
- Sifat umum dan ruang lingkup pemakaian merek yang sama oleh pihak ketiga.
- Keberadaan pendaftaran merek tersebut berdasarkan Undang – Undang atau pendaftaran pertama dilakukan.
Kriteria yang lebih rinci juga dimiliki Kantor Merek
China dalam menentukan terkenal tidaknya suatu merek yakni:[16]
- Ruang lingkup daerah geografis di mana merek tersebut dipakai.
- Jangka waktu merek tersebut dipakai.
- Jumlah dan hasil minimum penjualan dari pemakaian merek tersebut.
- Pengetahuan masyarakat tentang merek itu.
- Status merek tersebut apakah telah terdaftar di Negara lain.
- Biaya pengeluaran dari iklan berikut daerah jangkauan iklan tersebut.
- Usaha – usaha yang telah dilakukan oleh pemilik merek dalam melindungi mereknya.
- Kemampuan pemilik merek untuk mempertahankan kualitas yang baik dari merek yang dipakainya.
Oleh karena itu untuk memenuhi fungsinya, Merek
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Fungsi Merek yaitu:
- Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain (product identity). Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan produsennya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.
- Sarana promosi dagang (means of trade promotion). Promosi tersebut dilakukan melalui iklan produsen atau pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa. Merek merupakan salah satu goodwill untuk menarik konsumen, merupakan simbol pengusaha untuk memperluas pasar produk atau barang dagangannya.
- Jaminan atas mutu barang atau jasa (quality guarantee). Hal ini tidak hanya menguntungkan produsen pemilik merek, melainkan juga perlindungan jaminan mutu barang atau jasa bagi konsumen.
- Penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origin). Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa yang menghubungkan barang atau jasa dengan produsen, atau antara barang jasa dengan daerah / negara asalnya.[17]
C. Tata Cara Perolehan Merek
Mengenai tata cara perolehan hak
merek sebagaimana diatur pada Pasal 7 UU Merek Tahun 2001, diberikan atas dasar
permohonan pendaftaran terhadap merek tersebut. Permohonan pendaftaran tersebut
harus memuat:
- Tanggal, bulan, dan tahun.
- Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon.
- Nama lengkap dan alamat kuasa apabila Permohonan diajukan melalui kuasa.
- Warna – warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur – unsur warna.
- Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.[18]
Dalam Pasal 11 UU Merek 2001, permohonan dapat juga
dilakukan dengan hak prioritas dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung
sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali
diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris convention for the
Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing
the World Trade Organization.
D. Jangka Waktu Perlindungan Hak Merek
Menurut Pasal 28 UU Merek 2001 mangatur jangka waktu
perlindungan atas hak merek selama 10 tahun secara limitatif dengan waktu
tertentu yang terhitung sejak tanggal penerimaan. Tanggal mulai dan berakhirnya
jangka waktu perlindungan termaksud dalam konsepsi pendaftaran hak atas
kekayaan intelektual biasanya dicatat dalam Daftar Umum dan diumumkan dalam
Berita Resmi dari kantor yang membidangi pendaftaran hak atas kekayaan
intelektual termaksud.
Dengan didaftarnya merek, pemiliknya mendapat hak
atas merek yang dilindungi oleh hukum. Dalam Pasal 3 UU Merek 2001 dinyatakan
bahwa hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik
merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya. Kemudian Pasal 4 UU Merek 2001 menyatakan bahwa merek tidak
dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad
tidak baik. Dengan demikian, hak atas merek memberikan hak yang khusus kepada
pemiliknya untuk menggunakan, atau memanfaatkan merek terdaftarnya untuk barang
atau jasa tertentu dalam jangka waktu tertentu pula.
Dengan adanya hak ekslusif atau hak khusus tersebut,
orang lain dilarang untuk menggunakan merek yang terdaftar untuk barang atau
jasa yang sejenis, kecuali sebelumnya mendapat izin dari pemilik merek
terdaftar. Jika hal ini dilanggar, maka pengguna merek tersebut dapat dituntut
secara perdata maupun pidana oleh pemilik merek terdaftar.
Jangka waktu perlindungan menurut Pasal 28 UU Merek
2001 jauh lebih lama dibandingkan dengan Pasal 18 TRIPs yang hanya memberikan
perlindungan hukum atas merek terdaftar selama 7 tahun dan setelah itu dapat
diperbaharui lagi.
Merek yang telah didaftar tadi diberikan
perlindungan oleh Negara kepada pemilik tersebut tetapi, tidak semua merek yang
yang pendaftarannya diterima karena tidak terpenuhinya unsur – unsur penting
dari pendaftaran merek tersebut.
Merek yang tidak dapat didaftarkan menurut Pasal 5
UU Merek 2001 apabila mengandung salah satu unsur yang ada di bawah ini:[19]
- Bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
- Tidak memiliki daya pembeda.
- Telah menjadi milik umum
- Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran.
Unsur - unsur di atas tidak boleh dilanggar bagi si
pemohon merek agar mereknya dapat diterima pendafatarannya. Unsur di atas dapat
kita uraikan satu persatu yaitu:
1.
Bertentangan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Tanda – tanda yang bertentangan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam
merek bersangkutan tidak boleh terdapat lukisan – lukisan atau kata – kata yang
bertentangan dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum.
Di dalam lukisan – lukisan ini
kiranya tidak dapat dimasukkan juga berbagai gambaran – gambaran yang dari segi
keamanan atau segi penguasa tidak dapat diterima karena dilihat dari segi
kesusilaan maupun dari segi politis dan ketertiban umum. Lukisan – lukisan yang
tidak memenuhi norma – norma susila, juga tidak dapat digunakan sebagai merek
jika tanda – tanda atau kata – kata yang terdapat dalam sesuatu yang
diperkenankan sebagai “merek” dapat menyinggung atau melanggar perasaan,
kesopanan, ketentraman atau keagamaan, baik dari khalayak umumnya maupun suatu
golongan masyarakat tertentu.[20]
2.
Tanda
– tanda yang tidak mempunyai daya pembedaan
Tanda – tanda yang tidak mempunyai
daya pembeda atau yang dianggap kurang kuat dalam pembedaannya tidak dapat
dianggap sebagai merek.[21]
3.
Tanda
Milik Umum
Tanda – tanda yang karena telah
dikenal dan dipakai secara luas serta bebas dikalangan masyarakat tidak lagi
cukup untuk dipakai sebagai tanda pengenal bagi keperluan pribadi dari orang –
orang tertentu.
4. Merupakan
keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.
Yang dimaksud dengan merupakan
keterangan atau berkaiatan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran
seperti merek “kopi atau gambar kopi” untuk produk kopi.
Terdapat dua macam sistem dalam pendaftaran merek
yaitu sistem pendaftaran deklaratif dan sistem konstitutif. Yang dimaksud
dengan sistem pendaftaran deklaratif dan konstitutif ialah:[22]
- Sistem deklaratif adalah sistem
yang menyatakan hak merek itu terbit dengan adanya pemakaian yang pertama.
Bahwa fungsi pendaftaran itu tidaklah memberikan hak, melainkan hanya
memberikan dugaan atau sangkaan menurut undang – undang bahwa orang yang
mereknya terdaftar itu merupakan yang berhak sebenarnya sebagai pemakai
pertama dari merek yang didaftarkan.
- Sistem konstitutif adalah suatu
sistem yang mengatakan hak merek itu baru terbit setelah dilakukan
pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan. Sistem konstitutif ini untuk
memperoleh hak merek tergantung pendaftarannya.
Untuk merek terkenal perlindungan yang diberikan
bagi merek tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu perlindungan hukum preventif
dan perlindungan hukum secara refresif.
Perlindungan secara preventif menurut Penjelasan
Umum UU No 14 Tahun 1997, perlindungan terhadap merek terkenal didasarkan pada
pertimbangan bahwa peniruan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya
dilandasi itikad tidak baik, terutama untuk mengambil kesempatan dari ketenaran
merek orang lain, sehingga tidak seharusnya mendapat perlindungan hukum.
Berdasarkan undang – undang ini, mekanisme perlindungan merek terkenal, selain
melalui inisiatif pemilik merek tersebut sebagaimana telah diatur dalam Pasal
56 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 1992, dapat pula ditempuh melalui penolakan oleh
Kantor Merek terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama pada pokoknya
dengan merek terkenal. Perlindungan hukum merek yang diberikan kepada merek
asing atau lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada merek
terdaftar.[23]
Perlindungan secara refresif diberikan kepada seseorang
apabila telah terjadi pelanggaran hak atas merek. Pemilik merek terdaftar
mendapat perlindungan atas pelanggaran hak atas merek yang dimilikinya baik itu
dalam bentuk gugatan ganti rugi (dan gugatan pembatalan pendaftaran merek)
maupun berdasarkan tuntutan hukum pidana melalui aparat penegak hukum.[24]
Sesuai prinsip yang dianut UU Merek yang ada di
Indonesia yaitu first to file principle
bukan first come first out maka
setiap pemegang merek yang baru akan diakui kepemilikannya atas merek tersebut
jika melakukan pendaftaran atas mereknya yang dimilikinya tersebut.[25]
E. Tata Cara Peralihan Hak Atas Merek
Seperti hak kekayaan intelektual lainnya hak merek
sebagai hak kebendaan immaterial juga dapat beralih dan dialihkan. Ini
merupakan bukti bahwa UU Merek Tahun 2001 telah mengikuti prinsip – prinsip
hukum benda yang dianut oleh seluruh negara di dunia dalam penyusunan Undang –
Undang Merek. Oleh karena itu sebagai hak kebendaan immaterial merek harus pula
dihormati sebagai hak pribadi pemakainya. Hak milik sebagai suatu hak kebendaan
yang sempurna jika kita bandingkan dengan hak kebendaan yang lain memberikan
kenikmatan yang sempurna kepada pemiliknya. Salah satu unsur yang paling
mendasar pengakuan dari hak kebendaan yang paling sempurna itu dengan diperkenankannya
oleh undang – undang hak kebendaan itu beralih atau dialihkan.
Pengalihan hak tersebut dapat dilakukan kepada
perorangan atau kepada badan hukum. Sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) UU Merek
Tahun 2001 cara pengalihan merek tersebut dapat melalui:
a. Pewarisan.
b. Wasiat.
c. Hibah.
d. Perjanjian.
e. Sebab
– sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang – undangan.
Hak atas merek dapat diberikan kepada pihak lain
oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian yang
didalamnya memuat pemberian hak untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk
seluruh atau sebagian jenis barang dan / atau jasa yang didaftarkan dalam
jangka waktu dan syarat tertentu.[26]
Perlu diketahui jika pengalihan yang dimaksud oleh butir a, b, dan c ketentuan
yang berlaku masih pluralisme. Hukum waris, hibah, dan wasiat belum ada yang
berlaku secara unifikasi, masih berbeda untuk setiap golongan penduduk. Ada
yang tunduk kepada hukum adat, ada yang tunduk kepada hukum Islam, dan ada juga
yang tunduk kepada hukum perdata yang termuat dalam KUH Perdata.
Pengalihan hak atas Merek Terdaftar dengan
perjanjian harus dituangkan dalam bentuk akta perjanjian. Pengalihan hak atas
Merek Terdaftar disertai dengan dokumen – dokumen pendukungnya antara lain
Sertifikat Merek yang mendukung pemilikan hak tersebut. Pengalihan hak atas
Merek Terdaftar wajib dimintakan pencatatan kepada Kantor Merek untuk dicatat
dalam Daftar Umum Merek. Pengalihan yang telah tercatat tadi diumumkan dalam
Berita Resmi Merek. Pengalihan melalui perjanjian pada prinsipnya menganut asas
kebebasan berkontrak. Maka harus diperhatikan syarat – syarat yang harus
dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata) dan syarat –
syarat umum lainnya yang tercantum dalam Pasal 1319 KUH Perdata.
G. Merek Terkenal dan Permasalahan Hukumnya
Perlindungan terhadap merek terkenal merupakan salah
satu aspek penting dari hukum merek. Pentingnya perlindungan terhadap merek
terkenal dikarenakan dari adanya kepentingan ekonomi dari merek – merek
tersebut yang mana diakui didalam perjanjian internasional WIPO. Istilah merek
terkenal ini ditinjau dari reputasi (reputation) dan kemahsyuran (renown)
suatu merek, yang di mana merek terkenal ini mempunyai reputasi tinggi yang
menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachement) dan ikatan mitos (mythical
context) kepada seluruh lapisan konsumennya. Penentuan suatu merek sebagai
merek terkenal, tidaklah hanya terkenal di manca negara yang dimiliki oleh
pihak asing tetapi juga merek – merek lokal yang dimiliki oleh para pengusaha
lokal yang dianggap terkenal untuk kalangan tertentu, atau masyarakat pada
umumnya.
Kriteria suatu merek terkenal dalam penjelasan Pasal 4 UU No 15 Tahun
2001, hanya didasarkan pada pengetahuan umum masyarakat mengenai merek atau
nama tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan Undang –
undang merek tersebut, atau pada prakteknya, untuk membuktikan suatu merek itu
terkenal, sering dengan adanya promosi yang cukup sering dan digunakan secara
efektif kadang diikuti dengan persyaratan bahwa merek itu telah didaftar di
berbagai negara, misalnya minimal 3 negara. Selain itu pula secara universal
perlindungan terhadap merek terkenal itu didasarkan pada pertimbangan sebagai
berikut:
- merek
telah dipromosikan secara luas oleh pemiliknya sehingga menjadi terkenal
luas di lingkungan bisnis dan konsumen;
- bermutu
baik dan banyak digemari oleh masyarakat konsumen;
- tidak
dapat didaftar oleh orang lain yang bukan pemilik merek tersebut (baik
untuk barang atau jasa sejenis maupun tidak sejenis).[27]
Perlindungan yang diberikan oleh UU
Merek terhadap merek terkenal merupakan pengakuan terhadap keberhasilan pemilik
merek dalam menciptakan image ekslusif dari produknya yang diperoleh melalui
pengiklanan atau penjualan produk – produknya secara langsung. Teori mengenai
“pencemaran” merek terkenal (Dilution
Theory) tidak mensyaratkan adanya bukti telah terjadi kekeliruan dalam
menilai sebuah pelanggaran merek terkenal. Perlindungan didasarkan pada nilai
komersial atau nilai jual dari merek dengan cara melarang pemakaian yang dapat
mencemarkan nilai ekslusif dari merek atau menodai daya tarik merek terkenal
tersebut.[28]
Adanya unsur itikad baik juga perlu
dipertimbangkan pula dalam perlindungan terhadap merek terkenal. Dalam hubungan
ini dikarenakan si pendaftar bukan pemilik sebenarnya dianggap membonceng
ketenaran merek terkenal, memanfaatkan promosi merek terkenal untuk mengeruk
suatu keuntungan demi kepentingan diri sendiri secara cuma – cuma yang
mengakibatkan banyaknya kerugian yang diderita oleh pemilik merek asli yang
mungkin saja bukan kerugian materi langsung, misalnya penurunan omzet
penjualan, akan tetapi berupa penggerogotan citra atau image yang khas dari
merek terkenal tersebut.
“Passing Off” melindungi semua hal itu. Kompetitor / pelaku usaha
lain tidak dapat menggunakan merek – merek, tulisan – tulisan, kemasan, kesan
atau indikasi lain yang mendorong pembeli meyakini bahwa barang – barang yang
dijual mereka diproduksi oleh orang lain.
Jadi passing off mencegah orang melakukan dua hal yaitu:
- menampilkan / menyebabkan anggapan
bahwa barang / jasanya adalah barang / jasa orang lain; dan
- menimbulkan anggapan bahwa barang
atau jasanya ada hubungan dengan barang / jasa penggugat.
Namun sangat disayangkan sekali passing
off
jarang sekali dipergunakan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran reputasi di
Indonesia.[29]
Permasalahan
hukum yang dapat timbul terhadap merek terkenal ini dikarenakan kurangnya
pengetahuan dari pakar – pakar yang ada untuk mendefenisikan merek terkenal
tersebut lebih mendalam dan detail sehingga hanya memberikan suatu perlindungan
yang bersifat preventif saja dan juga banyaknya pelaku bisnis curang demi
mengeruk suatu keuntungan untuk bisnis yang akan diajalankan olehnya nanti
dengan mendompleng dari merek yang sudah terkenal sehingga secara tidak
langsung menimbulkan anggapan bahwa mereknya tersebut merupakan merek dari si
pemilik aslinya.
Istilah merek terkenal ini ditinjau dari reputasi (reputation)
dan kemahsyuran (renown) suatu merek, yang di mana merek terkenal ini
mempunyai reputasi tinggi yang menimbulkan sentuhan keakraban (familiar
attachement) dan ikatan mitos (mysthical context) kepada seluruh
lapisan konsumennya. Penentuan suatu merek sebagai merek terkenal, tidaklah
hanya terkenal di manca negara yang dimiliki oleh pihak asing tetapi juga merek
– merek lokal yang dimiliki oleh para pengusaha lokal yang dianggap terkenal
untuk kalangan tertentu, atau masyarakat pada umumnya. Kriteria suatu merek
terkenal dalam penjelasan Pasal 4 UU Merek 2001, hanya didasarkan pada
pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang
bersangkutan. Dalam pelaksanaan Undang – undang merek tersebut, atau pada
prakteknya, untuk membuktikan suatu merek itu terkenal, sering dengan adanya
promosi yang cukup sering dan digunakan secara efektif kadang diikuti dengan
persyaratan bahwa merek itu telah didaftar di berbagai Negara, misalnya minimal
3 Negara.
Kriteria merek terkenal yang dianut di Amerika
Serikat diatur dalam pasal 43 (c) (1) Lanhnham
Act yang diperbaharui menentukan bahwa untuk menentukan apakah suatu merek
mempunyai sifat daya pembeda dan terkenal, Pengadilan dapat mempertimbangkan
faktor – faktor seperti, tetapi tidak terbatas pada:[30]
- Derajad sifat yang tidak terpisahkan atau mempunyai sifat daya pembeda dari merek tersebut.
- Jangka waktu dan ruang lingkup pemakaian merek yang berkaitan dengan barang atau jasa dari merek.
- Jangka waktu dan ruang lingkup dari pengiklanan dan publisitas merek tersebut.
- Ruang lingkup geografis dari daerah perdagangan di mana merek tersebut dipakai.
- Jaringan perdagangan barang atau jasa dari merek yang dipakai.
- Derajad pengakuan atas merek tersebut dari arena perdagangan dan jaringan perdagangan dari pemilik merek dan larangan terhadap orang atas pemakaian merek tersebut dilaksanakan.
- Sifat umum dan ruang lingkup pemakaian merek yang sama oleh pihak ketiga.
- Keberadaan pendaftaran merek tersebut berdasarkan Undang – Undang atau pendaftaran pertama dilakukan.
- Ruang lingkup daerah geografis di mana merek tersebut dipakai.
- Jangka waktu merek tersebut dipakai.
- Jumlah dan hasil minimum penjualan dari pemakaian merek tersebut.
- Pengetahuan masyarakat tentang merek itu.
- Status merek tersebut apakah telah terdaftar di Negara lain.
- Biaya pengeluaran dari iklan berikut daerah jangkauan iklan tersebut.
- Usaha – usaha yang telah dilakukan oleh pemilik merek dalam melindungi mereknya.
- Kemampuan pemilik merek untuk mempertahankan kualitas yang baik dari merek yang dipakainya.
Daftar Pustaka
[1]
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan
Intelektual, Bandung 2003 hlm 305.
[2]
Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Peraturan
Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung , 2004 hlm 166.
[3]
Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Hukum
Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus, Jakarta, 2005 hlm 147.
[4]
Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Hukum
Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus, Jakarta, 2005 hlm 147.
[5]
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi
Hak Kekayaan Intelektual, Bandung ,
2001 hlm 34.
[6] Pipin
Syarifin, Dedah Jubaedah, Peraturan Hak
Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung ,
2004 hlm 167.
[7] R.
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia,
dikutip dari H. OK. Saidin, Aspek Hukum
Hak Kekayaan INtelektual (Intellectual Property Right), ctk keempat, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta ,
2004 hlm 343.
[8]
Tirtaamidjaya, Pokok – Pokok Hukum
Perniagaan, dikutip dari H. OK. Saidin Aspek
Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), ctk keempat,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta ,
2004 hlm 344.
[9]
Suryatin, Hukum Dagang I dan II,
dikutip dari H. OK. Saidin Aspek Hukum Hak
Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), ctk keempat, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta ,
2004 hlm 344.
[10]
Prastasius Daritan, Hukum Merek dan
Persengketaan Merek di Indonesia, dikutip dari H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual
Property Right), ctk keempat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2004 hlm 344.
[11]
Harsono Adisumarto, Hak Milik
Perindustrian, dikutip dari H. OK. Saidin Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right),
ctk keempat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta ,
2004 hlm 345.
[12]
Prastasius Daritan, op. Cit., hlm 11 dikutip dari H. OK. Saidin Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual
Property Right), ctk keempat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2004 hlm 345.
[13]
Selanjutnya UU NO 15 Tahun 2001 tentang merek dalam tulisan ini selanjutnya
disebut UU Merek 2001.
[14] Ibid hlm 382
[15]
Imam Syahputra, Hukum Merek Baru
Indonesia Seluk Beluk Tanya Jawab dikutip dari Ridwan Khairandy, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I,
Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI
Jakarta, Juni 2000 hlm 97 - 99
[16] Ibid, hlm 98
[17]
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi
Hak Kekayaan Intelektual, Bandung
, 2001 hlm 121.
[18] Ibid hlm 394
[19] Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang
Merek yang dapat disebut juga UU Merek 2001.
[20]
Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia
dikutip dari H. OK. Saidin Aspek Hukum Hak
Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), ctk keempat, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta ,
2004 hlm 349 - 350.
[21] Ibid, hlm. 350,
[22]
Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Peraturan
Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung , 2004 hlm 174.
[23]
Ridwan Khairandy, Kapita Selekta…, op.cit,
hlm 103 – 104.
[24]
Ridwan Khairandy, Kapita Selekta…, op.cit,
hlm 105.
[25]
Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet di
Indonesia, ctk pertama, April 2003 hlm 145.
[26]
Insan Budi Maulana, Undang – Undang HaKI
Indonesia Indonesian IPR Laws, PT Citra Aditya Bakti, Bandung , 2005 hlm 430.
[27] Suyud
Margono, Longginus Hadi, Pembaharuan
Perlindungan Hukum Merek, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta 2002.
[28] Tim
Lindsey, Eddy damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Asian Law Group Pty Ltd
bekerjasama dengan PT. Alumni, Bandung 2005, hlm151.
[29] Ibid hlm
152.
[30]
Imam Syahputra, Hukum Merek Baru
Indonesia Seluk Beluk Tanya Jawab dikutip dari Ridwan Khairandy, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I,
Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI
Jakarta, Juni 2000 hlm 97 - 99
[31] Ibid, hlm 98
Comments
Post a Comment
Dilarang keras melakukan spam, meletakkan suatu link dalam komentar dan diharapkan bertutur kata atau menulis dengan santun. Terima kasih