Otoritas Semu - Dalam bahasa Belanda, istilah perikatan dikenal dengan istilah “verbintenis”. Istilah perikatan tersebut lebih umum digunakan dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan diartikan sebagai sesuatu yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Namun, sebagaimana telah dimaklumi bahwa buku III BW tidak hanya mengatur mengenai ”verbintenissenrecht” tetapi terdapat juga istilah lain yaitu ”overeenkomst”.
Dalam
berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk
menterjemahkan verbintenis dan overeenkomst, yaitu :
- Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.[1]
- Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai istilah Perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst.
- Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga
istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
1. perikatan.
2. perutangan.
3. perjanjian.
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst”
dikenal dengan istilah apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yaitu
:
1. perjanjian.
2. persetujuan.
Sedangkan
Untuk menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan dalam
mengartikan istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna terdalam
arti istilah masing-masing. Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden
yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis menunjuk
kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai
dengan definisi verbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas
pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan
sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari
dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”.
Jadi overeenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilah overeenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan. Hubungan antara perikatan dengan perjanjian sangat erat sekali. Perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian, dengan kata lain perjanjian adalah sumber dari perikatan disamping sumber lain yang juga bisa melahirkan perikatan. sumber lain tersebut yaitu undang-undang. Maka dari itu penulis mengambil judul “Perikatan Yang Timbul Akibat Perjanjian Dengan Perikatan Yang Timbul Akibat Undang- Undang “
Jadi overeenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilah overeenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan. Hubungan antara perikatan dengan perjanjian sangat erat sekali. Perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian, dengan kata lain perjanjian adalah sumber dari perikatan disamping sumber lain yang juga bisa melahirkan perikatan. sumber lain tersebut yaitu undang-undang. Maka dari itu penulis mengambil judul “Perikatan Yang Timbul Akibat Perjanjian Dengan Perikatan Yang Timbul Akibat Undang- Undang “
Permasalahan
Bagaimanakah Perikatan Yang Timbul Akibat Perjanjian Dengan Perikatan Yang
Timbul Akibat Undang- Undang ?
PEMBAHASAN
Penafsiran atas suatu peraturan hukum memegang peranan
penting dalam ilmu hukum,oleh karena melalui penafsiran inilah makna yang
terkandung didalamnya maupun maksud dan tujuan nya akan dapat diketahui.[2]
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”.
Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia.
Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain.
Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan.
Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya
seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak
pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena
hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk
undang- undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum.
Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain
itu disebut hubungan hukum( legal relation). Perikatan dapat lahir dari
perjanjian maupun undang-undang, demikianlah rumusan Pasal 1233 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.[3]
Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang
terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan,
peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu
terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang
hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession),
dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Perikatan yang terdapat dalam bidang
hukum ini disebut perikatan dalam arti luas.perikatan yang terdapat
dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai
berikut:a) Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa
menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang,
perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.b) Dalam bidang hukum
keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan
sebagainya.c) Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena
kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.d) Dalam bidang hukum
pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan
sebagainya.
Perikatan Dalam arti Sempit
Perikatan yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan
meliputi semua perikatan dalam bidang- bidang hukum tersebut. Melainkan akan
dibatasi pada perikatan yang terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan
saja,yang menurut sistematika Kitab Undang- Undang hukum Perdata diatur
dalam buku III di bawah judul tentang Perikatan.
Tetapi menurut sistematika ilmu pengetahuan hukum, hukum
harta kekayaanitu meliputi hukukm benda dan hukum perikatan, yang diatur dalam
buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda. Perikatan dalam bidang harta
kekayaan ini disebut Perikatan dalam arti sempit.
Pengertian Perjanjian
Untuk
membedakan pengertian perikatan hukum, perjanjian dan kontrak, berdasarkan
prinsip-prinsip hukum diatas, maka berdasarkan Pasal 1320 KUHper diatas
perikatan hukum sudah terjadi walaupun belum ada bentuk tertulisnya.[4]
Perikatan adalah hubungan hukum yang
terletak dalam lapangan harta kekayaan antara satu orang/lebih dengan satu
orang lain/lebih, dimana pihak yang satu adanya prestasi diikuti kontra
prestasi dari pihak lain. Perikatan seperti dimaksud di atas paling banyak
dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua orang atau pihak saling menjanjikan
sesuatu. Peristiwa demikian saling tepat dinamakan perjanjian yaitu suatu
peristiwa yang berupa suatu rangkaian janji-janji. Hubungan antara perikatan
dengan perjanjian sangat erat sekali. Perikatan itu dilahirkan
dari suatu perjanjian, dengan kata lain perjanjian adalah sumber dari perikatan
disamping sumber lain yang juga bisa melahirkan perikatan. sumber lain tersebut
yaitu undang-undang.Adapun pengertian perjanjian lainnya
adalah naskah perjanjian keseluruhan dan dokumen bukti perjanjian yang memuat
syarat-syarat baku.[5]
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, kita melihat pasal 1313 KUHPdt. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih lainnya”. Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, kita melihat pasal 1313 KUHPdt. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih lainnya”. Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
a)
Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. b)
Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus. c) Pengertian perjanjian terlalu
luas.d) Tanpa menyebut tujuan.e) Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan.f) Ada
syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah
ini:
1.
syarat ada persetuuan kehendak
2.
syarat kecakapan pihak- pihak
3.
ada hal tertentu
4. ada kausa yang halal
Asas- asas Perjanjian
Dalam hukum perjanjian dapat dijumpai beberapa asas penting
yang perlu diketahui. Asas- asas tersebut adalah seperti diuraikan dibawah ini:
- Sistem terbuka (open system), setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam Undang-undang. Sering disebut asas kebebasan bertindak.
- Bersifat perlengkapan (optional), artinya pasal-pasal undang-undang boleh disingkirkan, apabila pihak yang membuat perjanjian menghendaki membuat perjanjian sendiri.
- Bersifat konsensual, artinya perjanjian itu terjadi sejak adanya kata sepakat antara pihak-pihak.
- Bersifat obligatoir, artinya perjanjian yang dibuat oleh pihak- pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik.
Jenis –jenis Perjanjian
- Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalkan hibah.
- Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
- Perjanjian bernama dan tidak bernama
- Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir
- Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Syarat- syarat sah Perjanjian
Perjanjian
yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh
undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract).
Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah
sebagai berikut:
1) Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang
membuat perjanjian (consensus).2) Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat
perjanjian (capacity). 3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter). 4)
Ada suatu sebab yang halal (legal cause).
Akibat Hukum Perjanjian yang Sah
Menurut ketentuan pasal 1338 KUHPdt, perjanjian yang dibuat
secara sah, yaitu memenuhi syarat- syarat pasal 1320 KUHPdt berlaku sebagai
undang- undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa
persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan- alasan yang cukup menurut
undang- undang, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik,
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa-
apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas
menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan
lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak
boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan
penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak. 2) Memungkinkan janji itu
dilaksanakan. 3) Kebiasaan setempat. 4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan. 5)
Penjelasan dengan menyebutkan contoh. 6) Tafsiran berdasarkan akal sehat.
Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Perjanjian
Beberapa perjanjian yang kelihatannya berlaku secara
sempurna, tetapi mungkin seluruh atau sebagiannya tidak berdaya guna disebabkan
oleh suatu cacat ketika perjanjian itu dibuat.
Faktor-
faktor yang mempengaruhi itu adalah:
- Kekeliruan atau kekhilafan
- Perbuatan curang atau penipuan
- Paksaan atau duress
- Ketidakcakapan, seperti misalnya; orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di dalam pengampuan, dan orang perempuan bersuami.
Isi Perjanjian
Yang dimaksud isi perjanjian disini pada
dasarnya adalah ketentuan- ketentuan dan syarat- syarat yang telah
diperjanjikan oleh pihak- pihak. Ketentuan- ketentuan dan syarat- syarat ini
berisi hak dan kewajiban pihak- pihak yang harus mereka penuhi. Dalam hal ini
tercermin asas “kebebasan berkontrak”, yaitu berapa jauh pihak - pihak dapat
mengadakan perjanjian, hubungan –hubungan apa yang terjadi antara mereka itu,
dan beberapa jauh hukum mengatur hubungan antara mereka itu.
Pembatalan Perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam
kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif,
dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur.
Pembatalan
dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
- Perjanjian harus bersifat timbal balik (bilateral)
- Harus ada wanprestasi (breach of contract)
- Harus dengan putusan hakim (verdict)
B. Ketentuan- ketentuan Undang- Undang
Timbulnya perikatan dalam hal ini bukan dikarenakan karena
adanya suatu persetujuan atupun perjanjian, melainkan dikarenakan karena adanya
undang- undang yang menyatakan akibat perbuatan orang, lalu timbul perikatan.
Perikatan yang timbul karena undang- undang ini ada dua sumbernya, yaitu
perbuatan orang dan undang- undang sendiri. Perbuatan orang itu
diklasifikasikanlagi menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai dengan hukum dan
perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum (pasal 1352 dan 1353 KUHPdt).
Perikatan yang timbul dari perbuatan yang sesuai dengan
hukum ada dua, yaitu wakil tanpa kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam
pasal 1354 sampai dengan pasal 1358 KUHPdt, pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde
betalling) diatur dalam pasal 1359 sampai dengan 1364 KUHPdt. Sedangkan
perikatan yang timbul dari perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah
perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad)
diatur dalam pasal 1365 sampai dengan 1380 KUHPdt.
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan kepada harta
kekayaan orang laindan dapat ditujukan kepada diri pribadi orang lain,
perbuatan mana mengakibatkankerugian pada orang lain. Dalam hukum anglo saxon,
perbuatan melawan hukum disebut tort.
Untuk mengetahui apakah perbuatan hukum itu disebut wakil
tanpa kuasa, maka perlu dilihat unsur - unsur yang terdapat didalamnya, unsur-
unsur tersebut adalah :
- Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas kesadaran sendiri tanpa mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya.
- Tanpa mendapat kuasa (perintah), artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah, atau kuasa dari pihak yang berkepentingan baik lisan maupun tulisan.
- Mewakili urusan orang lain, artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak untuk kepentingan orang lain, bukan kepentingan sendiri.
- Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang berkepentingan itu tidak mengetahui bahwa kepentingannya dikerjakan orang lain.
- Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu, artinya sekali ia melakukan perbuatan untuk kepentingan orang lain itu, ia harus mengerjakan sampai selesai, sehingga orang yang diwakili kepentingannya itu dapat menikmati manfatnya atau dapat mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu.
- Bertindak menurut hukum, artinya dalam melakukan perbuatan mengurus kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan kewajiban menurut hukum. Atau bertindak tidak bertentangan dengan undang- undang.
Hak dan Kewajiban Pihak - Pihak
Karena
perikatan ini timbul berdasarkan ketentuan undang- undang, maka hak dan
kewajiban tersebut dapat diperinci sebagai tersebut di bawah ini :
- Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu sampai selesai, dengan memberikan pertanggungjawaban.
- Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau yang berkepentingan berkewajiban memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakil itu atas namanya, membayar ganti rugi, atau pengeluaran yang telah dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu.
Pembayaran Tanpa Hutang
Menurut ketentuan pasal 1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang
ditujukan untuk melunasi suatu hutang, tetapi ternyata tidak ada hutang,
pembayaran yang telah dilakukan itu dapat dituntut kembali. Ketentuan ini jelas
memberikan kepastian bahwa orang yang memperoleh kekayaan tanpa hak itu
seharusnya bersedia mengembalikan kekayaan yang telah diserahkan kepadanya karena
kekeliruan atau salah perkiraan. Dikira ada hutang tetapi sebenarnya tidak ada
hutang. Pembayaran yang dilakukan itu sifatnya sukarela, melainkan karena
kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana mestinya dalam kehidupan
bermasyarakat. Tetapi kemudian ternyata bahwa perikatan yang dikira ada
sebenarnya tidak ada. Dengan demikian ada kewajiban undang- undang bagi pihak
yang menerima pembayaran itu yang mengembalikan pembayaran yang telah ia terima
tanpa perikatan.
Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige Daad)
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan
hukum, kita lihat pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai berikut :
“
Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”.
Dari
ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa suatu perbuatan itu diketahui bahwa
suatu perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila ia memenuhi empat unsur sebagai berikut :
- Perbuatan itu harus melawan hukum
- Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
- Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
- Antara perbuatan dan kerugian yang timbulharus ada hubungan kausal
Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Diri Pribadi
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan pada benda milik
orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain. Jika ditujukan pada
diri pribadi orang lain mungkin dapat menimbulkan kerugian pisik ataupun
kerugian nama baik (martabat). Kerugian pisik atau jasmani misalnya luka, cedera,
cacat tubuh. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pisik atau
jasmani banyak diatur dalam perundangan- undangan di luar KUHPdt, misalnya
undang- undang perburuhan.
Apabila
seseorang mengalami luka atau cacat pada salah satu anggota badan dikarenakan
kesengajaan atau kurang hati- hati pihak lain, undang- undang memberikan hak
kepada korban untuk memperoleh penggantian biaya pengobatan, ganti kerugian
atau luka atau cacat tersebut. Ganti kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan
kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan. Penghinaan adalah perbuatan
yang bertentangan dengan kesusilaan, jadi dapat dimasukkan perbuatan melawan
hukum pencemaran nama baik seseorang. Lain daripada itu, yang terhina dapat
menuntut supaya dalam putusan itu juga dinyatakan bahwa perbutan yang telah
dilakukan itu adalah memfitnah. Dengan demikian, berlakulah ketentuan pasal 314
KUHP penuntutan perbuatan pidana memfitnah. Perkara memfitnah ini diperiksa dan
diputus oleh hakim pidana(pasal 1373 KUHPdt).
PENUTUP
Sebagaimana
telah diterangkan, suatu perikatan dapat lahir dari undang-undang atau dari
perjanjian/ persetujuan. Yang dimaksud dengan perikatan yang lahir dari undang-
undang saja ialah perikatan- perikatan yang timbul akibat hubungan kekeluargan.
Perikatan yang lahir dari undang- undang karena suatu perbuatan yang
diperbolehkan adalah pertama timbul jika seseorang melakukan sesuatu.
Sedangkan perikatan yang terjadi karena
persetujuan atau perjanjian kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang
bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat
dilakukan dengan tegas atau secara diam- diam. Cara yang belakangan, sangat
lazim dalam kehidupan sehari- hari.
Daftar Pustaka
[1] Prof.R. Subekti,SH dan R.
Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
[2] I Wayan Parthiana,SH,MH, Hukum
Perjanjian Internasional Bagian 2, Mandar Maju, 2005,Bandung, Hlm.306
[3] Gunawan
Widjaja,Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan Jual Beli, RajaGrafindo
Persada,Jakarta,Hlm 1
[4] Iwan E, Joesoef,SH,SpN,M.Kn, PPJT Sebagai Kontrak Bisnis Berdimensi
Publik Antara Pemerintah Dengan Investor, Badan Penerbit Fakultas Hukum
UI,Jakarta, 2006, Hlm.21
[5] Prof. Abdulkadir Muhammad,SH, Perjanjian Baku
Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, Hlm.6
Comments
Post a Comment
Dilarang keras melakukan spam, meletakkan suatu link dalam komentar dan diharapkan bertutur kata atau menulis dengan santun. Terima kasih