Pelindungan Saksi Dan Korban Tindak Pidana Korupsi
Ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UU 13/2006”) menyebutkan, hak seorang saksi dan korban. Kemudian, Pasal 5 ayat (2) UU 13/2006 menyatakan, hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).
Adapun di dalam penjelasan Pasal 5 ayat (2) UU 13/2006 diterangkan bahwa yang dimaksud dengan kasus-kasus tertentu antara lain, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi dan korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakn jiwanya.
Karena itu, ketentuan perlindungan terhadap saksi dan korban dalam lingkup UU 13/2006 tentunya juga mencakup terhadap saksi dalam tindak pidana korupsi.
Lebih lanjut, perlindungan hukum pun dapat diberikan sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU 13/2006 yang menyatakan, Saksi, Korban dan Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya.
Selain itu, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, KPK berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
Kaitan dengan hal tersebut, maka perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana korupsi telah diatur secara eksplisit dalam ketentuan 2 (dua) Undang-Undang tersebut.
Dasar hukum:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Comments
Post a Comment
Dilarang keras melakukan spam, meletakkan suatu link dalam komentar dan diharapkan bertutur kata atau menulis dengan santun. Terima kasih