Domain Name (OS) - Merek yang telah memiliki ketenaran sangat riskan dalam dunia internet. Karena penggunaan nama domain dapat disalah gunakan oleh pihak yang ingin mendapatkan keuntungan dari ketenaran suatu merek. Karena penyalahgunaan penggunaan nama domain tersebutlah sehingga muncul istilah pembajakan merek melalui sebuah nama domain. Cybersquatting merupakan tindakan pembajakan merek melalui nama domain tersebut, pihak yang membajak atau membuat nama domain dengan cara meniru nama merek terkenal kemudian menjualnya kembali kepada pihak lain.
Perusahaan yang telah memiliki ketenaran atau reputasi
yang bagus sehingga dikenal masyarakat luas tentu akan sangat meresahkan
terhadap perbuatan Cybersquatting
tersebut, karena hal ini berkaitan dengan nama besar dan nama baik
perusahaan. Perusahaan yang menjadi incaran biasanya adalah perusahaan
terkemuka yang telah mempunyai nama besar atau terkenal.
Kasus penggunaan nama domain
yang telah terkenal pernah terjadi sebelumnya diIndonesia, kasus yang menyeret
dan mampir di pengadilan terkait merek terkenal tersebut adalah www.mustikaratu.com. Ternyata ada
beberapa nama domain yang berhubungan dengan merek dagang Mustika Ratu,
seperti: www.mustikaratu.com, www.mustikaratu.net, www.mustikaratu.org. Pada akhirnya,
penyelesaian dalam kasus tersebut adalah pengembalian kepemilikan nama domain
kepada pemilik dari merek dagang yang sebenarnya.[1]
Modus yang digunakan oleh para Cybersquatters
tersebut adalah dengan menggunakan alamat dengan nama-nama tertentu untuk
memanfaatkan lalu lintas online (online traffic) untuk kepentingan
tertentu atau mereka hanya menawarkan domain tersebut ke pemilik dengan harga
tinggi.
Penjualan nama doamin dengan harga tinggi
pernah terjadi Amerika dalam perkara penjualan materai di internet. Perkara ini diawali sejak akhir 1997 saat Dave Lahoty mendaftarkan sebuah domain
name internet, yakni estamps.com
dan sejumlah variasi yang mirip dengan domain
name tersebut. Hal ini dilakukan Dave Lahoty setelah melihat perkembangan bisnis penjualan materai melalui
intenet yang berkembang pesat. Inilah fakta-fakta yang ditemukan oleh Hakim
Gary Allen Fees dari Pengadilan Central Distrik California. Di Amerika Serikat, sebagian besar industri materai di internet dikuasai
oleh E-Stamp Corp. Hal ini terjadi setelah perusahaan tersebut memperoleh
persetujuan Kantor Pos Amerika Serikat untuk menjadi perusahaan pertama dan
satu-satunya yang diizinkam melakukan penjualan materai di internet. Setelah berhasil memperoleh sejumlah domain
name tersebut, Dave Lahoty mendekati
pihak E-Stamp Corp dan menawarkan domain
name, yaitu estampnow.com dan estamp.com.[2]
Internet Corporation for Assigned Names and
Numbers (ICANN),[3]
sebuah organisasi non-profit yang bertugas mengatur dan mengawasi sistem
registrasi dan pemanfaatan nama domain. ICANN membuat suatu panduan dalam
menyelesaikan perselisihan dalam pemanfaatan nama domain yang disebut Uniform
Domain Name Dispute Resolution Policy (UDRP).
Menurut UDRP, suatu pihak dapat meminta
pengelola nama domain untuk membatalkan, memindahkan, ataupun mengubah nama domain
yang telah didaftarkan oleh pihak pemegang nama domain, karena adanya putusan
atau perintah dari lembaga pengadilan maupun forum arbitrase yang berwenang,
nama domain tersebut dapat dimohonkan untuk pembatalannya apabila dianggap
telah didaftarkan dengan itikad buruk (bad faith).
Di Indonesia terdapat
upaya pemerintah dalam melakukan perlindungan hukum terhadap merek terkait
tindakan cybersquatting melalui pendelegasian wewenangnya kepada PANDI
(Pengelola Nama Domain Indonesia), PANDI yang dalam perkembangannya membuat
aturan terhadap nama domain yang tetap berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang ITE,[4] PANDI
juga berwenang untuk mengelola nama domain dalam media internet
PANDI merupakan badan
hukum yang dibentuk oleh perwakilan dari komunitas teknologi informasi dan
telah memenuhi syarat sebagai badan hukum yang ada di Indonesia, memberikan
persyaratan untuk membuat nama domain dengan mencantumkan pedoman pemberian
nama suatu domain dengan syarat yaitu, penamaan suatu domain harus memenuhi
ketentuan dan persyaratan terhadap nama merek atau nama tanda dagang yang
memiliki hak cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang HAKI yang didukung dan
dapat dibuktikan dengan sertifikat merek yang dilindungi oleh undang-undang
HAKI.
Kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi telah melahirkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun
dampak negatif. Di satu sisi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dapat memberikan
kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia,
namun di sisi lain kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dapat menjadi
sarana efektif perbuatan melanggar hukum. Teknologi informasi dan komunikasi
juga telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global, dan
menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless), serta menimbulkan
perubahan di berbagai bidang kehidupan. Perkembangan teknologi informasi juga
memberikan dampak pada bentuk kejahatan yang konvensional menjadi lebih modern.
Jenis kegiatannya mungkin sama, namun dengan media yang berbeda yaitu dalam hal
ini internet, suatu kejahatan akan lebih sulit diusut, diproses, dan diadili.
Ada perbuatan yang sering dilakukan oleh satu pihak dan merugikan pihak
lainnya, dan dapat menimbulkan kejahatan lainnya, salah satu contoh adalah cybersquattings.
Pada umumnya, negara-negara
dengan sistem hukum Civil Law,termasuk
Indonesia, menganut sistem First
to file dalam memberikan hak
merek. Berdasarkan sistem First
to file tersebut, pemilik
merek, termasuk merek terkenal, harus mendaftarkan mereknya di Ditjen HKI untuk
memperoleh hak eksklusif atas mereknya dan perlindungan hukum.
Hak eksklusif tidak
dapat diperoleh pemilik merek hanya dengan menunjukan bukti-bukti bahwa ia
adalah pemakai pertama merek tersebut di Indonesia. First-to-file system berarti bahwa pihak yang pertam kali mengajukan
permohonan pendaftaran diberi prioritas untuk mendapatkan pendaftaran merek dan
diakui sebagai pemilik merek yang sah.[5]
Memperoleh
hak merek harus dilakukan melalui pendaftaran terlebih dahulu merupakan suatu
bentuk perlindungan hukum yang diatur oleh undang-undang guna mencegah
terjadinya pelanggaran oleh orang yang tidak berhak dan beritikad buruk dalam
kegiatan bisnis. Pemberian hak merek hanya akan diberikan apabila dilakukan berdasarkan
pada itikad baik yang mendaftarkannya. Hak atas merek yang dilindungi hanyalah
merek yang sudah terdaftar dan merupakan pengakuan atas pembenaran akan hak
atas merek seseorang, sehingga dapat dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran
merek, setelah dapat dibuktikan dengan sertifikat barulah merek tersebut memperoleh
perlindungan hukum. Selain itu, hak atas merek hanya dapat diberikan kepada
pendaftar yang terlebih dahulu mendaftarkannya atau yang pertama kali
mendaftarkannya.
Ketentuan terkait
perlindungan merek terkenal utamanya diatur dalam the Paris Convention for
the Protection of Industrial Property (“Konvensi Paris”) dan juga dalam the TRIPS Agreement (“Perjanjian TRIPS”). Konvensi Paris
dalam 6 di antaranya mengatur bahwa:
“The
countries of the Union undertake, ex officio if their legislation so permits,
or at the request of an interested party, to refuse or to cancel the
registration, and to prohibit the use, of a
trademark which constitutes a reproduction, an imitation, or a translation,
liable to create confusion, of a markconsidered
by the competent authority of the country of registration or use to be well
known in that country as
being already the mark of a person entitled to the benefits of this Convention
and used for identical or similar goods. These provisions shall also apply when
the essential part of the mark constitutes a reproduction of any such
well-known mark or an imitation liable to create confusion therewith.”
Ketentuan untuk
melindungi merek terkenal di atas berlaku bagi seluruh negara anggota Konvensi
Paris dan penanda tangan Perjanjian TRIPS (the World Trade
Organization’s TRIPS Agreement) termasuk Indonesia yang juga
turut meratifikasi kedua treaty tersebut masing-masing melalui Keppres
No. 15 Tahun 1997 dan Keppres No. 7 Tahun 1994.[6]
Karena Indonesia
merupakan peserta pada Paris Convention ini, maka Republik Indonesia juga turur
serta pada apa yang dinamakan Internasional
Union for the Protection of Industrial Property, yaitu Organisasi Uni Internasional khusus
untuk memberikan perlindungan pada hak milik perindustrian, yang sekarang ini
Sekretariatnya turut diatur oleh apa yang dinamakan Sekretariat Internasional
dari pada Union ini yang dinamakan WIPO singkatan dari World Intellectual Property Organization . Badan ini memiliki
Pusatnya di Jenewa, Swiss. WIPO adalah salah satu dari 14 Specialized agencies dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.[7] Dalam Paris Union kita saksikan berbagai
ketentuan yang hendak mengatur masalah Patent,
Utility, Models dan Industrial Design disamping hak atas merek dagang.[8]
Secara eksplisit
prinsip ini diatur pada Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (“UU Merek”) yang menentukan bahwa Hak
atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek
yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya. Dengan pendaftaran merek, pemilik merek memiliki hak-hak
berikut:
a. Hak
untuk menggunakan atau mengizinkan orang lain untuk menggunakan mereknya;
b. Hak
untuk melarang orang lain menggunakan
mereknya dan
c.
Hak untuk mengalihkan dan/atau
melisensikan hak mereknya.
Pencabutan hak atas
merek dapat dilakukan apabila hak atas merek tersebut tidak digunakan, atau
jika pendaftaran merek tersebut melanggar merek dari pihak lain. Setiap merek
terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.[9]
Jika terjadi
pelanggaran terhadap suatu merek, maka pemilik merek terdaftar dapat mengajukan
gugatan terhadap orang maupun badan hukum yang secara tanpa hak telah
menggunakan merek tersebut untuk barang maupun jasa yang dapat mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal untuk barang
maupun jasa sejenis.
Ketentuan merek
terkenal dilihat dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai
merek tersebut di dalam bidang usaha yang bersangkutan, dan juga dapat dilihat
dari reputasi merek terkenal tersebut yang diperoleh melalui promosi yang dapat
dilakukan melalui iklan atau pemasaran produk secara besar- besaran dan
investasi di beberapa Negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan juga
disertakan bukti untuk pendaftaran merek tersebut di beberapa negara.
Telah banyak terjadi
pelanggaran terhadap pemakaian atau penggunaan nama domain terhadap suatu merek
yang digunakan oleh pengusaha pada jaringan internet. Pelanggaran tersebut
terjadi ketika pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya (tidak berkepentingan)
dengan suatu perusahaan atau dengan sebuah merek perusahaan yang kemudian
mendaftarkan merek tersebut sebagai suatu nama domainnya di dalam jaringan
internet.
Secara umum, dilihat
dari nama domain terlihat bahwa segi aspek fungsi ada kemiripan dengan merek
karena menjual komoditas barang maupun jasa. Selain itu, nama domain sama
seperti merek yang memiliki daya pembeda, dan memiliki tanda yang kemudian
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang maupun jasa. Nama domain tidak
disebutkan dan dijelaskan secara eksplisit dalam pengaturan tentang merek. Namun
jika diambil sebuah interpretasi, ada beberapa hal yang dapat menyebutkan bahwa
nama domain merupakan bagian dari merek.
Disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1993 tentang Daftar Kelas Barang atau Jasa dalam Merek, dalam kelas no 38 diterangkan bahwa ”telekomunikasi” termasuk di dalamnya. Sehingga pembuatan sebuah nama domain dapat diklasifikasikan ke dalam sebuah jasa telekomunikasi dalam pengaturan merek.[10] Sehingga dapat juga dikatakan bahwa penyelesaian sengketa terhadap kasus nama domain dapat juga diselesaikan dengan berdasar pada ketentuan Undang - Undang merek.
Dalam
melakukan perlindungan terhadap merek bagi pemilik merek yang berhak, yang
dapat dilakukan pemegang merek
dalam mempertahankan haknya sebagai pemilik merek dapat dilakukan dengan melakukan
gugatan perdata berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang Merek.[11]
Undang-Undang
Merek juga memberikan perlindungan hukum terhadap tindakan yang dilakukan berdasarkan
itikad buruk. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Merek kepada
pemilik merek melalui ketentuan pidana telah terdapat pada pasal 90,[12]
91,[13]
92, 93 dan 94.[14]
Dan di
dalam Pasal 84 Undang-Undang Merek pun mengatur bahwa penyelesaian sengketa hak
merek termasuk sengketa nama domain ini dapat pula diselesaikan melalui jalur non-litigasi atau penyelesaian di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa nama
domain di luar pengadilan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti
negosiasi, mediasi, konsiliasi atau arbitrase. Berdasarkan ketentuan di atas, sebenarnya pemilik merek terdaftar telah mendapatkan perlindungan hukum
yang cukup terhadap pelanggaran merek yang diatur oleh Undang-Undang Merek No.
15 Tahun 2001.
Selain Undang - Undang Merek, Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut
Undang-Undang ITE) telah mengatur mengenai kepemilikan nama domain serta
penggunaannya. Pasal 23 Undang-Undang ITE menjelaskan bahwa :
“(1) Setiap penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain
berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan
penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada
iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak
melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena
penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan
gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud”.
Untuk memperoleh nama
suatu domain, pihak yang bersangkutan diminta untuk menyatakan secara pribadi
bertanggung jawab dan menjamin bahwa pengajuan permintaan pendaftaran nama
domain yang dilakukannya tersebut telah didasari dengan suatu itikad yang baik
dan tidak merugikan bagi kepentingan dari pihak manapun yang secara hukum
berkepentingan atas keberadaan nama suatu domain yang dimintakannya tersebut.
Pihak yang telah
dirugikan dengan adanya penggunaan nama domain secara tanpa hak yang dilakukan
oleh pihak lain berhak melakukan gugatan pembatalan terhadap nama domain
tersebut. Kerugian dari perbuatan melanggar hukum tersebut dapat berupa
kerugian harta kekayaan atau materiil dan imateriil maka hal tersebut dapat
dilakukan gugatan berdasarkan pasal 38 dan pasal 39 Undang-Undang ITE.[15]
Undang-Undang ITE telah
memberikan keistimewaan terhadap pemilik suatu merek dan atau jasa tertentu, agar
dapat lebih memiliki kuasa atas suatu nama domain yang menggunakan nama
mereknya. Bentuk keistimewaan pemilik merek tersebut adalah dengan adanya kemudahan
dalam mendapatkan perlindungan serta menjaga agar tidak ada pihak lain yang
menggunakan nama domain dengan menggunakan mereknya.
Merek yang sudah terkenal ini perlu dilindungi dan tidak wajar dipakai
oleh pihak lain sekalipun untuk barang yang tidak sejenis. Hal ini dapat
dianggap sebagai membonceng atas ketenaran merek bersangkutan yang sudah
demikian banyak dipromosikan dengan pengeluaran banyak biaya dan telah
memperoleh good will pada taraf sekarang dengan pengorbanan usaha dan
pembiayaan yang besar. Kantor merek diwajibkan untuk menolak apabila merek
tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruahan dengan merek
terkenal milik orang lain, baik untuk barang sejenis maupun tidak sejenis.[16]
Orang yang berminat menggunakan merek milik orang lain yang terdaftar
harus terlebih dahulu mengadakan perjanjian lisensi dan mendaftarkannya ke
Direktorat Merek. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 dalam Pasal 1 butir 13
menyatakan bahwa:
“Lisensi adalah izin yang
diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu
perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk
menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/
atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.”
Dari pengertian di atas, batasan lisensi merek adalah pemilik merek yang
sudah terdaftar pada Direktorat Merek. Penggunaan merek oleh lisensee
dianggap sebagai penggunaan merek oleh lisensor, sehingga apabila lisensor
tidak menggunakan sendiri mereknya, kekuatan hukum pendaftarannya tidak akan
dihapus.[17]
KESIMPULAN
Prinsip HKI adalah
melindungi karya intelektual yang bersifat kreatif berdasarkan pendaftaran,
yang mana pendaftaran tersebut merupakan salah satu syarat kekayaan intelektual
yang dihasilkan oleh seseorang. Bagi pemilik merek atas merek yang telah
terdaftar maka akan mendapatkan Hak Merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek. Hak
Merek tersebut akan memberikan perlindungan hukum kepada para pemilik Merek,
sehingga para pemilik dapat mengembangkan usahanya dengan tenang tanpa takut
Mereknya diklaim oleh pihak lain.
Terdapat organisasi
atau institusi internasional maupun yang berada di Indoneisa yang mengatur dan
mengawasi dan mengelola mengenai pemanfaatan nama domain, yaitu Internet
Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) dan PANDI
(Pengelola Nama Domain Indonesia).
Jika terjadi
pelanggaran terhadap suatu merek, maka pemilik merek terdaftar dapat mengajukan
gugatan terhadap orang maupun badan hukum yang secara tanpa hak telah
menggunakan merek tersebut untuk barang maupun jasa yang dapat mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal untuk barang
maupun jasa sejenis.
Terhadap
perlindungan terhadap merek, yang dapat dilakukan pemegang merek dalam mempertahankan
haknya sebagai pemilik merek dapat dilakukan dengan melakukan gugatan perdata
berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang Merek.
Undang-Undang
Merek juga memberikan perlindungan hukum terhadap tindakan yang dilakukan
berdasarkan itikad buruk. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang
Merek kepada pemilik merek melalui ketentuan pidana telah terdapat pada pasal
90, 91, 92, 93 dan 94.
Dan di dalam
Pasal 84 Undang-Undang Merek pun mengatur bahwa penyelesaian sengketa hak merek
termasuk sengketa nama domain ini dapat pula diselesaikan melalui jalur non-litigasi atau penyelesaian di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa nama
domain di luar pengadilan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti
negosiasi, mediasi, konsiliasi atau arbitrase. Berdasarkan ketentuan di atas, sebenarnya pemilik merek terdaftar telah mendapatkan perlindungan hukum
yang cukup terhadap pelanggaran merek yang diatur oleh Undang-Undang Merek No.
15 Tahun 2001.
Selain Undang-Undang Merek, Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut
Undang-Undang ITE) telah mengatur mengenai kepemilikan nama domain serta
penggunaannya dalam Pasal 23.
Untuk memperoleh nama
suatu domain, pihak yang bersangkutan diminta untuk menyatakan secara pribadi
bertanggung jawab dan menjamin bahwa pengajuan permintaan pendaftaran nama
domain yang dilakukannya tersebut telah didasari dengan suatu itikad yang baik
dan tidak merugikan bagi kepentingan dari pihak manapun yang secara hukum
berkepentingan atas keberadaan nama suatu domain yang dimintakannya tersebut.
Merek yang sudah terkenal ini perlu dilindungi dan tidak wajar dipakai
oleh pihak lain sekalipun untuk barang yang tidak sejenis. Hal ini dapat
dianggap sebagai membonceng atas ketenaran merek bersangkutan yang sudah
demikian banyak dipromosikan dengan pengeluaran banyak biaya dan telah
memperoleh good will pada taraf sekarang dengan pengorbanan usaha dan
pembiayaan yang besar. Kantor merek diwajibkan untuk menolak apabila merek
tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruahan dengan merek
terkenal milik orang lain, baik untuk barang sejenis maupun tidak sejenis.[18]
Pihak yang telah
dirugikan dengan adanya penggunaan nama domain secara tanpa hak yang dilakukan
oleh pihak lain berhak melakukan gugatan pembatalan terhadap nama domain
tersebut. Kerugian dari perbuatan melanggar hukum tersebut dapat berupa
kerugian harta kekayaan atau materiil dan imateriil maka hal tersebut dapat
dilakukan gugatan berdasarkan pasal 38 dan pasal 39 Undang-Undang ITE.
Undang-Undang ITE telah
memberikan keistimewaan terhadap pemilik suatu merek dan atau jasa tertentu,
agar dapat lebih memiliki kuasa atas suatu nama domain yang menggunakan nama
mereknya. Bentuk keistimewaan pemilik merek tersebut adalah dengan adanya
kemudahan dalam mendapatkan perlindungan serta menjaga agar tidak ada pihak
lain yang menggunakan nama domain dengan menggunakan mereknya.
SARAN
Untuk menjamin
perlindungan hukum atas merek dalam proses perdagangan, maka para pemilik merek
diharapkan dapat mendaftarkan mereknya guna mendapatkan kepastian hukum. Selain
itu, pengalihan dan penghapusan hak atas merek harus benar-benar dilaksanakan
sesuai dengan undang-undang demi terjaminnya suatu perlindungan hukum.
Diperlukan tindakan
yang tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar hak atas merek. Untuk itu,
penyediaan perangkat hukum dibidang merek harus didukung oleh sumber daya
manusia yang profesional dan benar-benar berkompeten dalam mengurus persolan
dibidang merek.
Perangkat hukum yang ada diharapkan memberikan sanksi yang tegas bagi
pelaku pelanggaran hukum merek agar timbul efek jera bagi masyarakat untuk
tidak melakukan pelanggaran hukum khususnya dibidang merek
Daftar Pustaka
[1] http://www.hukumonline.com/
cybersquattersi-dan-cyberparasitei-sulit-dibendung loc. cit.
[2] http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol661/memiliki-domain-name-malah-melanggar-merek
diakses pada tanggal 14 Desember 2014.
[3] https://www.icann.org/en diakses
pada tanggal 14 Desember 2014.
[4] Bunyi Pasal
23 Undang-Undang ITE :
(1) Setiap
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki
Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan
penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada
iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak
melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena
penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan
gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.
[5] http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5892/perlindungan-merek-terkenal-yang-tidak-terdaftar-di-indonesia
diunduh pada 18.2.2015 pukul 13.30 WIB
[6] http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5892/perlindungan-merek-terkenal-yang-tidak-terdaftar-di-indonesia
diunduh pada 18.2.2015 pukul 13.30 WIB
[7] Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Cetakan Pertama,
Alumni, 1977, Bandung, hlm. 11
[8] Ibid., hlm. 164
[9] Pasal 28 Undang-Undang Merek.
[10] Asril
Sitompul, Hukum Internet: Pengenalan
Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001,
hlm. 121
[11] Bunyi Pasal 76 Undang-Undang
Merek:
(1) Pemilik
merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa
hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa :
a. gugatan ganti rugi, dan/atau
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan
dengan penggunaan merek tersebut.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan kepada Pengadilan Niaga.
[12] Bunyi Pasal 90 Undang-Undang
Merek:
“Barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya
dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)”.
[13] Bunyi Pasal 91 Undang-Undang Merek:
“Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan
Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah)”.
[14] Bunyi Pasal 94 Ayat (1) Undang-Undang Merek:
“Barangsiapa
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa
barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah)”.
[15] Bunyi Pasal
38 UndangUndang ITE :
(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi
yang menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap
pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi
Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Bunyi Pasal 39 Undang-Undang ITE:
(1) Gugatan perdata
dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
[16] Sudargo Gautama dan
Rizawanto Winata, Pembaharuan Hukum Merek
Indonesia (Dalam Rangka WTO, TRIPs) 1997, Cetakan Pertama, Citra Aditya
Bakti, 1997, Bandung, hlm. 42-43
[17] http://download.portalgaruda.org/article.php?article=107612&val=1003&title=PERLINDUNGAN%20HUKUM%20ATAS%20MEREK%20%20DALAM%20PERDAGANGAN%20BARANG%20DAN%20JASA
diunduh pada 18.2.2015 pukul 15.00 WIB
[18] Sudargo Gautama dan
Rizawanto Winata, Pembaharuan Hukum Merek
Indonesia (Dalam Rangka WTO, TRIPs) 1997, Cetakan Pertama, Citra Aditya
Bakti, 1997, Bandung, hlm. 42-43
Comments
Post a Comment
Dilarang keras melakukan spam, meletakkan suatu link dalam komentar dan diharapkan bertutur kata atau menulis dengan santun. Terima kasih