Otoritas Semu - PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Termohon) adalah perusahaan jasa telekomunikasi dalam negeri di Indonesia, yang Anggaran Dasarnya telah diumumkan dalam Berita Negara RI Nomor 5 tanggal 17 Januari 1992, Tambahan Nomor 210, dan telah diubah dan diumumkan dalam Berita Negara RI Nomor 76 tanggal 22 September 1995, Tambahan Nomor 7900 dan sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Akta Nomor 27 tanggal 14 Mei 1997 yang dibuat oleh Notaris A. Partomuan Pohan, SH, LLM berkedudukan di Jakarta, yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Keputusan Nomor: C2-468.HT.01.04.TH. 97 tanggal 31 Juli 1997, berkedudukan di Jalan Japati Nomor 1 Bandung.
Termohon melakukan kegiatan usaha sebagai Penyelenggara Jaringan Tetap dan Jasa Telekomunikasi di Indonesia berdasarkan izin dari Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, khususnya Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM 60/PT.102/MPPT-95 Tahun 1995, Termohon
memiliki hak ekskusif untuk menyelenggarakan jasa Telekomunikasi lokal menggunakan jaringan tetap sampai dengan tahun 2010 dan jasa Telekomunikasi jarak jauh sampai dengan tahun 2005, dan PT. Indonesian Sattelite Corporation, Tbk (PT.
Indosat) bersama PT. Satelit Palapa Indonesia (PT. Satelindo) memiliki hak eksklusif untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi sambungan
langsung internasional sampai dengan tahun 2005.
Di
Indonesia, Pelaku usaha Penyelenggara jaringan tetap lokal nasional adalah
Termohon dan PT. Indosat, sedangkan penyelenggara jaringan tetap regional
adalah PT. Batam Bintan Telecomunication dan PT. Ratelindo yang sekarang
berubah nama menjadi PT. Bakrie Telecom.
Termohon melakukan
kegiatan usaha sebagai
penyelenggara jaringan telekomunikasi
di Indonesia, yang mencakup jaringan
tetap lokal dan jaringan
tetap Sambungan Langsung Jarak
Jauh (SLJJ). Selain sebagai penyelenggara jaringan telekomunikasi, Termohon
juga menyelenggarakan jasa telekomunikasi
yang meliputi jasa telepon dasar,
jasa nilai tambah telepon, jasa multimedia,
dan jasa lainnya yang terkait dengan jaringan telekomunikasi.
Termohon diperkirakan memiliki pelanggan jaringan
tetap lokal sekitar
8,2 juta.
PT.
Indosat (pesaing Termohon) adalah perusahaan jasa telekomunikasi dalam negeri
di Indonesia, kegiatan usahanya awalnya penyelenggaraan jasa layanan telepon
internasional, di Indonesia yang menggunakan moda SLI hanya dilakukan oleh PT.
Indosat dengan kode akses 001 dan 008. Tanggal 20 November 2003, produk SLI 008
yang sebelumnya dimiliki oleh PT. Satelindo menjadi produk PT. Indosat setelah
adanya penggabungan usaha PT. Satelindo pada PT. Indosat.
Pada tanggal 25 Juli 2001
Termohon mendapatkan ijin untuk menyelenggarakan Internet
Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP) atau
yang lebih dikenal dengan istilah
Voice over Internet Protocol
(VoIP), berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi
Nomor 159 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Jasa Internet Telepon untuk Keperluan Publik. Termohon memproduksi
TelkomGlobal yang menggunakan kode akses 017 sebagai produk yang khusus untuk
melayani jasa telepon internasional yang berbasis teknologi ITKP.
Hubungan
Jasa Telepon Internasional dapat dilakukan melalui Moda ITKP dan Moda SLI, berdasarkan
keterangan Dirjen Postel, ITKP merupakan alternatif layanan telepon
internasional selain SLI.
Akan tetapi, dengan
diperolehnya ijin untuk menyelenggarakan Internet
Telepon untuk Keperluan Publik (ITKP), kemunculan ITKP terbukti berakibat pada penurunan traffic
SLI Indosat sebagai jasa layanan telepon internasional yang telah tersedia
sebelumnya, pendapatan PT. Indosat mengalami penurunan, sehingga diduga adanya tindakan pemblokiran
terhadap SLI kode akses
001 dan 008 milik PT. Indosat, hal tersebut dilakukan dengan cara menutup
layanan SLI kode akses 001 dan 008 dibeberapa warung telekomunikasi (wartel) sehingga tidak dapat
melakukan paggilan ke luar negeri, kemudian menyediakan layanan internasional dengan kode akses 017 sebagai gantinya, selain itu, dilakukan juga dengan
cara mengubah perjanjian kerjasama dengan pemilik wartel, bahwa wartel
hanya diperbolehkan menjual produk Termohon
dan Termohon berhak melakukan
blocking/menutup
akses layanan milik operator lain dari wartel.
Disamping hal-hal tersebut, berdasarkan Keputusan Direksi, Termohon melakukan
penyelenggaran Warung Telkom yang hanya menjual produk Telkom.
Atas hal tersebut di atas,
setelah mendapat laporan KPPU melakukan monitoring, dan hasil monitoring
tersebut kemudian dilanjutkan dengan memberikan putusan bahwa PT. Telom telah
melanggar melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan
Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Pertimbangan
Hukum dan Putusan Majelis Hakim
Pengadilan
Negeri Bandung
Dalam menilai ada
tidaknya pelanggaran Pasal 15 ayat (3) huruf b, Judex Facti hanya mengacu
pada :
-
Keputusan Direksi
Termohon Kasasi Nomor KD 39/HK.220/JAS-51/2003 tentang Pedoman Pengelolaan
Outlet Telkom melalui Warung Telkom tertanggal 17 Juni 2003 (selanjutnya
disebut KD 39/Warung Telkom) dan;
-
Keputusan Direksi
Termohon Kasasi Nomor KD 40/HK.220/JAS51/2003 tentang pedoman Penyelenggaraan
Kemitraan Warung Telekomunikasi (Wartel) tertanggal 17 Juni 2003 (selanjutnya
disebut KD 40/Wartel).
Hal tersebut terbukti
dari pertimbangan Judex Facti yang menyatakan
:
“Menimbang, bahwa untuk menilai dan mempertimbangkan hal di atas,
Majelis akan meneliti 2 (dua) surat bukti utama dalam perkara a quo yaitu :
-
Keputusan Direksi PT. Telkom/Termohon Kasasi Nomor KD
39/HK.220/ JAS-51/2003 tentang Pedoman Pengelolaan Outlet Telkom melalui Warung
Telkom tertanggal 17 Juni 2003, dan
-
Keputusan Direksi PT. Telkom / Termohon Kasasi Nomor
KD 40/HK.220/JAS-51/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kemitraan Warung
Telkom (Wartel) tertanggal 17 Juni 2003".
Pertimbangan hukum Judex Facti pada pokoknya juga
menyatakan bahwa "Majelis
berpendirian sejauh KD 39/Warung Telkom dan KD 40/Wartel serta PKS Standar
Telkom lainnya bertujuan melaksanakan hak eksklusifnya yang tertera dalam UU
No.3 Tahun 1989 jo Keputusan Menteri Parpostel Nomor 60/PT/102/MPPT-95 Tahun
1995, maka perbuatan dan perjanjian tersebut termasuk yang dikecualikan oleh Pasal
50 huruf a UU No.5 Tahun 1999”.
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan Majleis Hakim Pengadilan Negeri Bandung tersebut,
maka Permohonan Keberatan PT. Telkom dapat diterima, karena keberadaan Warung
Telkom tidak melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999. Sehingga Majleis Hakim Pengadilan Negeri Bandung
membatalkan putusan KPPU.
Mahkamah
Agung
Menimbang,
bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat
:
mengenai alasan ad A :
Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti
telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. bahwa Pasal 38 sampai dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 mengatur tentang Tata Cara Penanganan Perkara oleh KPPU, karena
itu
objek pemeriksaan
Judex Facti adalah putusan KPPU yang diambil berdasarkan tata cara dalam ketentuan undang-undang tersebut.
2. bahwa tidak ada suatu ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur tentang bagaimana seharusnya bentuk suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU, sehingga risalah pertemuan
yang mencatat
keterangan saksi, ahli ataupun keterangan pihak-pihak lain (termasuk keterangan Pelaku Usaha), dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan putusan KPPU;
3. bahwa putusan KPPU, menurut Pasal 43 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum, dan sesuai dengan Penjelasan
Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang yang sama,
pengambilan putusan oleh KPPU
dilakukan
dalam
suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 orang anggota Komisi;
4. bahwa mengenai saksi-saksi, sebagaimana yang telah dipertimbangkan oleh
Judex Facti dalam putusannya halaman 87, seyogianya dipertimbangkan
oleh Judex Facti setelah memasuki pemeriksaan
pokok perkara dalam menilai apakah keterangan saksi-saksi tersebut mempunyai
kekuatan
pembuktian,
dan
bukannya sebagai salah satu alasan prosedural untuk membatalkan putusan KPPU;
5. bahwa dengan demikian putusan Judex Facti harus dibatalkan
dan
Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan pertimbangan
sebagai berikut;
Menimbang, bahwa Termohon Kasasi/Pelaku Usaha berkeberatan
atas
putusan KPPU No.02/KPPU-I/2004 tanggal 13 Agustus 2004 sepanjang
mengenai amar putusan yang berbunyi :
-
Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang-Undang No.5 Tahun 1999;
-
Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar
pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang No.5 Tahun 1999;
-
Menetapkan pembatalan klausula yang menyatakan
bahwa pihak penye-
lenggara atau pengelola warung Telkom hanya boleh menjual jasa dan atau produk
Terlapor
dalam perjanjian kerja sama
antara Terlapor dengan
penyelenggara atau pengelola warung Telkom;
-
Memerintahkan Terlapor
untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dengan cara (a) meniadakan persyaratan
PKS
atas pembukaan
akses SLI dan atau jasa telepon internasional
lain
selain produk Terlapor di
wartel (b) membuka akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk Terlapor di warung Telkom ;
Bahwa yang dimaksud dengan Terlapor dalam putusan KPPU tersebut adalah Pelaku Usaha (kini Termohon Kasasi) ;
Menimbang,
bahwa pertimbangan dan putusan KPPU tidak bertentangan
dengan undang-undang dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
- bahwa hak
eksklusif
yang diberikan kepada Termohon
Kasasi /
Pemohon
untuk menyelenggarakan
jaringan jasa
telekomunikasi lokal
maupun jarak
jauh telah
berakhir berdasarkan
Pengumuman Menteri
Perhubungan Nomor
2 Tahun 2004 (bukti P4)
dengan pemberian kompensasi kepada
Pemohon;
- bahwa meskipun pembayaran
kompensasi
tersebut belum diterima oleh
Pemohon,
tidaklah
berarti bahwa hak eksklusif
tersebut tetap melekat. Masalah hak eksklusif
atau
hak monopoli
tidak dapat
dikaitkan
dengan
belum terlaksananya pembayaran kompensasi;
bahwa pembayaran kompensasi dapat
diajukan
kepada
Pemerintah cq Menteri Perhubungan secara terpisah melalui jalur yang telah ditentukan;
- bahwa dengan berakhirnya hak
eksklusif, maka perjanjian-perjanjian yang dilakukan
oleh Pemohon yang bertujuan sebagai pelaksanaan
hak eksklusif juga
berakhir dan
tidak
lagi termasuk
hal-hal yang dikecualikan
seperti yang diatur
dalam Pasal 50 huruf
e Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999;
- bahwa benar
Pemohon telah mendapat ijin
menyelenggarakan Internet Telepon untuk
keperluan publik atau
Voice over internet Protokol (Vo.I.P), berdasarkan Surat Keputusan Dirjen dan Telekomunikasi N0. 159
Tahun 2001
dengan menggunakan
kode akses 017;
- bahwa sebagai tindak
lanjut dari
ijin tersebut, maka Pemohon berdasarkan
Keputusan Direksi No.39/HK 220/JAS : 51/2003
tanggal 17 Juni
2003, telah
menyelenggarakan saluran distribusi
internal jasa telekomunikasi dalam bentuk surat
pembukaan
outlet dengan nama Warung Telpon
(bukti P7).
Pengadaan
warung telpon tersebut
dapat diperoleh oleh pemohon baru,
maupun dari wartel-wartel lainnya yang sudah ada
terlebih
dahulu, penyedia
layanan jasa telekomuinikasi dari
produk-produk lainnya;
- bahwa warung-warung
telpon yang menyediakan jasa layanan teleko- munikasi yang
hanya membuka akses milik
Pemohon saja, tidak perlu
membayar biaya pemasangan dan biaya abonemen bulanan. Kemudahan- kemudahan/fasilitas-fasilitas ini
tidak diberikan pada
wartel
penyedia jasa layanan telekomunikasi lainnya dari
produk manapun
juga;
- bahwa Pemohon telah menutup/memblokir akses layanan telekomunikasi lainnya selain
dari pada
017 milik Pemohon, sehingga hanya outlet-outlet Warung
Telpon
bentukan Pemohon dengan
kode akses
017 saja yang jalan,
sedangkan
wartel-wartel penyedia
layanan telekomunikasi lainnya
tidak
jalan, karena salurannya diblokir
/ dipersulit.
Hal ini berdasarkan bukti-bukti yang
diajukan :
-
Pengaduan wartel-wartel dari beberapa kota.
-
Pengaduan dari pelanggan-pelanggan perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan jasa telekomunikasi lainnya.
-
Hasil uji coba sendiri dari tim penyidik KPPU.
-
Adanya perjanjian kerja sama antara outlet-outlet Warung Telpon dengan PT.
Telkom bahwa mereka hanya dapat
membuka layanan internasional dengan kode akses 017 saja.
-
Tertutupnya akses saluran lain dari pada 017 telah dibuktikan oleh survey dari Tim Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi dan PT. Indosat,
dimana saluran telpon lainnya dialihkan ke 017 denga harga/rate
yang ditentukan.
-
Karena perbuatan Termohon Kasasi/PT. Telkom telah terbukti melakukan
pelanggaran Undang-Undang No.5 Tahun 1999 khususnya pasal 19 huruf a dan b.
-
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan.
-
Menghalangi konsumen atau pelanggan atau pelaku usaha pesaingnya untuk
tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, menurut pendapat Mahkamah
Agung terdapat cukup alasan untuk
mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN
USAHA REPUBLIK INDONESIA tersebut dan membatalkan
putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 256/PDT/G/2004/PN.BDG. tanggal 08
November 2004 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
Menimbang,
bahwa oleh karena Termohon Kasasi berada di pihak yang kalah, maka ia harus
dihukum untukmembayar biaya perkara dalam dua tingkat peradilan;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2004,
Undang-Undang
No.
14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan peraturan perundang- undangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I
L I :
Mengabulkan
permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA tersebut;
Membatalkan putusan
Pengadilan
Negeri Bandung
No. 256/PDT/G/2004/PN.BDG. tanggal 08 November 2004;
MENGADILI SENDIRI :
Menolak permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan : PT.
TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. tersebut;
Menghukum Termohon Kasasi/Pemohon untuk membayar biaya perkara dalam dua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar
Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
Penentuan Unsur-Unsur Pasal
yang Dilanggar
1. Pasal 15 ayat (3) huruf b tentang Perjanjian
mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang
memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari
pelaku usaha pemasok tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau
sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok
mengandung unsur-unsur :
-
Unsur
Pelaku Usaha
Menurut Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999, yang dimaksud dengan “Pelaku usaha
adalah orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.
Faktanya, Termohon adalah perusahaan jasa telekomunikasi dalam negeri di
Indonesia, yang Anggaran Dasarnya telah diumumkan dalam Berita Negara RI Nomor
5 tanggal 17 Januari 1992, Tambahan Nomor 210, dan telah diubah dan diumumkan
dalam Berita Negara RI Nomor 76 tanggal 22 September 1995, Tambahan Nomor 7900,
dan sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Akta Nomor 27
tanggal 14 Mei 1997, dibuat oleh Partomuan Pohan, SH, LLM Notaris berkedudukan
di Jakarta, yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik
Indonesia dengan Keputusan Nomor C2-7468.HT.01.04.TH.97 tanggal 31 Juli 1997,
berkedudukan di Jalan Japati Nomor 1 Bandung.
Termohon adalah penyedia utama jaringan telekomunikasi
fixed line di Indonesia, dan Termohon juga sebagai penyedia jasa telekomunikasi lainnya,
seperti jasa interkoneksi, layanan data dan internet.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, unsur pelaku
usaha dalam 15 ayat (3) huruf b Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi.
-
Unsur Perjanjian mengenai harga atau
potongan harga tertentu :
Penyelenggaraan Wartel diatur berdasarkan
Keputusan Direksi Wartel, Termohon mengadakan perjanjian kerjasama (PKS
Kemitraan) dengan Penyelenggara Wartel, sementara untuk pengelolaan Warung
Telkom yang diatur berdasarkan Keputusan Direksi Warung Telkom, Termohon
mengadakan perjanjian kerjasama (PKS Pengelolaan) dengan Pengelola Warung
Telkom.
Status sambungan layanan Penyelenggara
Wartel diatur dalam Pasal 8 Keputusan Direksi Wartel yang menyatakan sebagai
berikut “Status sambungan layanan telekomunikasi untuk Wartel adalah sambungan
telekomunikasi pelanggan biasa dan dikenakan biaya pasang baru serta abonemen
bulanan dengan klasifikasi pelanggan bisnis” sementara Pasal 9 Keputusan Direksi
Warung Telkom mengatur bahwa “status sambungan layanan telekomunikasi untuk
WarungTelkom adalah Dinas Berbayar sehingga tidak dikenakan biaya pasang baru
dan abonemen bulanan”. Dua pasal ini menunjukkan bahwa perbedaan status
sambungan layanan telekomunikasi menyebabkan perbedaan besarnya beban biaya
pemasangan dan beban abonemen sebagai harga yang harus dibayar oleh pihak
pelaku usaha yang akan melakukan perjanjian kerjasama (PKS) dengan Termohon. Pada
PKS Wartel, pelaku usaha harus membayar biaya pasang baru dan abonemen bulanan,
sedangkan pada PKS standar Warung Telkom, pelaku usaha tidak perlu membayar
biaya pasang baru dan abonemen bulanan.
Perbedaan beban pembayaran ini menunjukkan
adanya klausula mengenai harga tertentu yang dikeluarkan, maka dengan demikian
unsur perjanjian harga atau potongan harga tertentu dalam perjanjian Warung
Telkom sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999 terpenuhi.
-
Unsur jasa :
Yang dimaksud dengan jasa menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 1 angka 17 yang berbunyi “Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk
pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan
oleh konsumen atau pelaku usaha”. Jasa yang diproduksi oleh Termohon dalam
hal ini adalah jasa layanan telepon internasional melalui jaringan tetap lokal
nasionalnya dengan nama produk TelkomGlobal-017 sebagai bagian dari jasa
telekomunikasi pelayanan tambahan disamping pelayanan jasa telekomunikasi
wajib, maka berdasarkan hal-hal tersebut di atas, unsur jasa dalam Pasal 15
ayat (3) huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terpenuhi.
-
Unsur pelaku
usaha penerima jasa dari pelaku usaha pemasok :
Pengertian memasok adalah termasuk dalam menyediakan
pasokan, baik barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa menyewa, sewa
beli, dan sewa guna usaha (leasing).
Dalam pasal 7 ayat (1) Keputusan Direksi Wartel diatur bahwa jenis jasa
telekomunikasi produk Termohon yang dijual kembali oleh Mitra Penyelenggara
Wartel adalah jasa teleponi dasar dan atau jasa multimedia termasuk didalamnya TelkomGlobal-017, sedangkan dalam
Pasal 3 ayat (1) PKS standar Wartel diatur bahwa Termohon menyerahkan pekerjaan penyelenggaraan
Wartel kepada Penyelenggara sebagaimana Penyelenggara menerima untuk menyelenggarakan
Wartel. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 16 PKS standar Warung Telkom, diatur
bahwa pengeloaan outlet Termohon adalah pengelolaan tempat, untuk menjualkan
serta memberikan pelayanan jasa telekomunikasi produk Termohon untuk umum.
Baik pada PKS standar Wartel maupun PKS
standar Warung Telkom, Termohon bertindak sebagai penyedia produk atau pemasok
jasa telekomunikasi terhadap penyelenggara Wartel dan pengelola Warung Telkom
yang mana. Penyelenggara Wartel adalah pihak yang menerima jasa telekomunikasi
untuk dijual kembali, sementara pengelola Warung Telkom bertindak sebagai
penerima jasa dan atau produk Termohon untuk dikelola atau dipasarkan di Warung
Telkom.
Maka dengan demikian, unsur pelaku usaha
yang memasok dan pelaku usaha yang menerima pasokan jasa dalam Pasal 15 ayat
(3) huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terpenuhi.
-
Unsur
persyaratan pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha
pemasok tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok :
Untuk memenuhi unsur tersebut, perlu
dibuktikan adanya jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha pesaing dan tidak
akan membeli jasa itu.
§ Unsur Jasa
yang sama atau sejenis dari pelaku usaha pesaing :
Jasa yang Termohon hasilkan dan sediakan
sebagai jasa layanan telepon internasional melalui jaringan tetap lokal dalam
hal ini di Wartel dan Warung Telkom
adalah Jasa TelkomGlobal-017 yang berbasis pada teknologi ITKP yang
diproduksi sejak tanggal 25 Juli 2001 berdasarkan Keputusan Dirjen Postel No.
159 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Internet Teleponi untuk Keperluan
Publik. Jasa telepon internasional lain yang ada di Wartel ketika jasa Termohon
ini diluncurkan adalah jasa SLI-001 dan SLI-008 produk dari PT. Indosat yang
merupakan pesaing dalam pasar jasa telepon Internasional. Dengan demikian, oleh
karena jasa SLI adalah jasa yang disubsitusi dan disaingi oleh jasa Termohon, maka unsur jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha pesaing terpenuhi.
§ Unsur
persyaratan untuk tidak akan membeli jasa itu :
Perjanjian Wartel sebagaimana diatur dalam
Keputusan Direksi Wartel dan PKS standar Wartel, tidak ditemukan klausula yang
mengatur adanya persyaratan bahwa pihak yang menerima jasa tertentu tidak akan
membeli jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing
dari pelaku usaha pemasok, akan tetapi persyaratan untuk tidak akan membeli
jasa yang sama dari pesaing pelaku usaha pemasok terdapat dalam Keputusan Direksi
Warung Telkom yang diatur dalam Pasal 2 ayat (3) angka 2 yang berbunyi “Warung
Telkom harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Telkom sebagai berikut
:
Angka 2 “Produk dan pelayanan yang dijual
hanya produk dan pelayanan
Telkom”.
Pada Pasal 7 ayat (1) angka 1 huruf c
berbunyi “Jenis jasa telekomunikasi yang dijual di Warung Telkom terdiri
dari :
angka 1. Produk jasa teleponi dasar :
huruf c. TelkomGlobal-017”.
Kemudian PKS standar Warung Telkom mengatur
dalam Pasal 3 ayat (4) bahwa “Jasa dan atau produk yang dipasarkan di Warung
Telkom adalah jasa dan atau Produk Telkom”.
Pasal 15 ayat (1) huruf h berbunyi “Perjanjian
ini secara sah dapat diputuskan secara sepihak oleh TELKOM tanpa adanya
tuntutan dari Pengelola, apabila Pengelola :
(h) Melakukan kerjasama dengan Operator
lain, termasuk menggunakan produk dan atau jasa operator lain dalam bentuk
apapun di lokasi Outlet Warung Telkom”;
Adanya ketentuan dan klausula wajibnya
pengelola Warung Telkom untuk hanya menjual jasa Termohon dengan sanksi
pemutusan secara sepihak oleh Termohon jika menggunakan jasa operator lain
diberlakukan, maka pengelola Warung Telkom menjadi tidak boleh membeli atau
mengelola jasa telepon internasional operator lain yang sejenis yaitu SLI 001
dan atau SLI 008 milik PT. Indosat.
Maka berdasarkan hal-hal tersebut diatas, unsur
persyaratan bahwa pihak yang menerima jasa tertentu tidak akan membeli jasa
yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku
usaha pemasok terpenuhi.
2. Pasal 19
huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur mengenai pelarangan
untuk melakukan satu atau beberapa kegiatan,
baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a.
menolak
dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar bersangkutan; atau
b.
menghalangi
konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu.
Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
-
Unsur Pasal 19 huruf a
adalah pelaku usaha melakukan satu atau beberapa kegiatan dalam rangka menolak
dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan yang sama
pada pasar bersangkutan.
§ Unsur Pelaku Usaha
Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999, yang dimaksud dengan “pelaku usaha
adalah orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi”. Dalam fakta terungkap bahwa Termohon adalah perusahaan jasa
telekomunikasi dalam negeri di Indonesia, yang Anggaran Dasarnya telah
diumumkan dalam Berita Negara RI Nomor 5 tanggal 17 Januari 1992, Tambahan
Nomor 210, dan telah diubah dan diumumkan dalam Berita Negara RI Nomor 76
tanggal 22 September 1995, Tambahan Nomor 7900, dan sebagaimana telah beberapa
kali diubah dan terakhir dengan Akta Nomor 27 tanggal 14 Mei 1997, dibuat oleh
Partomuan Pohan, SH, LLM Notaris berkedudukan di Jakarta, yang telah mendapat
pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Keputusan Nomor
C2-7468.HT.01.04.TH.97 tanggal 31 Juli 1997, berkedudukan di Jalan Japati Nomor
1 Bandung.
Termohon adalah penyedia utama jaringan telekomunikasi
fixed line di Indonesia, dan Termohon juga sebagai penyedia jasa telekomunikasi lainnya,
seperti jasa interkoneksi, layanan data dan internet.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, unsur pelaku
usaha dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi.
§ Unsur melakukan satu
atau beberapa kegiatan dalam rangka menghalangi pelaku usaha tertentu :
Maksud dari unsur ini adalah terdapatnya satu atau
beberapa kegiatan dalam bentuk tindakan, atau persyaratan perjanjian oleh Termohon
dalam rangka membuat seorang atau suatu pelaku usaha (tertentu) menjadi tidak
dapat menjalankan usaha pelayanan jasa telepon internasional (outgoing) melalui
moda ITKP dan SLI yang diakses melalui jaringan tetap lokal nasional di
Indonesia
Berkaitan dengan persyaratan PKS SLI di Wartel yang
dibuat oleh Termohon :
Pengaturan Wartel secara nasional terdapat dalam
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 46 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan
Warung Telekomunikasi tanggal 7 Agustus 2002.
KM Nomor 46 Tahun 2002 mempertegas adanya kebebasan
pada badan usaha yang sudah mengadakan PKS dengan penyelenggara jaringan
Telekomunikasi, baik penyelenggara jaringan tetap lokal dan
penyelenggara jaringan bergerak seluler untuk menjual kembali jasa
teleponi dasar tanpa harus mengadakan perjanjian kerja sama (PKS) tersendiri
dengan penyedia jasa teleponi itu.
Tidak adanya kewajiban PKS langsung antara jasa atau jaringan telepon lain karena :
Pertama : KM Nomor
46 Tahun 2002 ini hanya mengenal PKS penyelenggaraan Wartel itu cukup dan hanya
antara badan usaha penyelenggara Wartel dengan penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan tidak perlu dengan penyedia jasa telepon atau jaringan lain
itu.
Kedua : Jika
suatu penyelenggara jaringan telekomunikasi telah mengadakan perjanjian
interkoneksi dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi lain, maka
berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999, penyelenggara jaringan itu
berkewajiban menjamin akses pada pelanggannya atau pengguna atau
konsumennya dalam menggunakan jasa penyelenggara jaringan lain yang telah
terinterkoneksi itu tanpa perlu mewajibkan badan usaha penyelenggara Wartel
yang hendak menjual jasa telepon lain mengadakan PKS sendiri dengan
penyelenggara jaringan telekomunikasi lain yang telah interkoneksi itu.
Pasal 7 ayat (1) Keputusan Direksi Wartel diatur bahwa
jenis jasa telekomunikasi produk Termohon yang dijual kembali oleh Mitra
Penyelenggara Wartel adalah jasa teleponi dasar dan atau jasa multimedia
termasuk di dalamnya TelkomGlobal-017.
Bahwa pada Pasal 3 ayat (4) Bagian Lingkup Kerja Sama
PKS diatur “pembukaan akses SLI dari operator lain pada sisi
perangkat/sentral Telepon milik TELKOM dapat dilakukan setelah adanya PKS
antara Penyelenggara Wartel dengan pihak Operator SLI dan diperlihatkan pada Telkom”.
Persyaratan perjanjian ini tidak dibenarkan karena
antara Telkom dan Indosat sebagai penyedia jasa SLI 001 dan 008 telah
mengadakan perjanjian interkoneksi. Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 1999, dimana Termohon, dengan adanya perjanjian interkoneksi menjadi
berkewajiban untuk menjamin kebebasan akses bagi pengguna dalam hal ini jasa
telepon internasional.
Selain itu, persyaratan perjanjian ini bertentangan
dengan KM Nomor 46 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Wartel yang tidak
mengatur, tidak memerlukan dan tidak mempersyaratakan PKS tersendiri antara
Penyelenggara Wartel dengan PT. Indosat, karena PT. Indosat sudah melakukan PKS
dengan Termohon.
Maka dengan adanya persyaratan yang bertentangan
dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1996 dan Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 46 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Wartel merupakan
bentuk hambatan bagi PT. Indosat untuk menyediakan jasa SLI 001 dan SLI 008 di
jaringan tetap Termohon, yang berarti pula diantara penghambatan kompetisi
sebagaimana diatur Pasal 10 Undang-Undang No.36/1999. Berdasarkan hal-hal
tersebut, unsur melakukan satu atau beberapa
kegiatan dalam rangka menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama dalam Pasal 19
huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi.
§ Unsur kegiatan usaha
yang sama dan pasar bersangkutan :
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999, pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan
atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang
sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, fakta yang terungkap
adalah, Termohon adalah penyedia jasa ITKP TelkomGlobal-017 yang bersaing
dengan jasa SLI 001 dan 008. Kedua jasa dengan moda yang berbeda ini
menggunakan jaringan tetap nasional yang dimiliki secara dominan oleh Termohon
dan kedua jasa dan jaringan tetap ini memiliki ruang lingkup pemasaran secara
nasional. Sehingga, produk ITKP dan SLI merupakan kegiatan yang sama dalam penyelenggaraan
jasa layanan telepon internasional.
Pasar bersangkutan dalam hal ini adalah pasar jasa
telepon internasional yang diakses melalui jaringan tetap lokal nasional di
Indonesia.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka unsur pasar
bersangkutan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi.
-
Unsur Pasal 19 huruf b
adalah pelaku usaha melakukan satu atau beberapa kegiatan dalam menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya
itu :
§ Unsur menghalangi
konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya :
Yang dimaksud dalam unsur ini adalah terdapatnya
tindakan atau persyaratan perjanjian oleh Termohon dalam rangka membuat
konsumen terhalang dan tidak dapat menggunakan jasa telepon internasional (outgoing) melalui moda ITKP dan SLI yang
diakses melalui jaringan tetap lokal nasional di Indonesia.
Bentuk persyaratan dalam perjanjian oleh Termohon
dalam perkara ini adalah persyaratan dalam perjanjian pengelolaan Warung Telkom
sebagai tempat yang hanya menyediakan jasa Telkom Global-017.
Jasa layanan telepon internasional di Wartel berupa
jasa TelkomGlobal-017 yang dikeluarkan Termohon, dan jasa saluran Langsung
Internasional (SLI)-001 dan SLI-008 dikeluarkan oleh PT. Indosat.
ITKP merupakan produk jasa substitusi dari SLI, maka
dalam kegiatan jasa telepon internasional di Wartel, Termohon yang memproduksi
jasa telepon ITKP TelkomGlobal-017 bersaing dengan SLI-001 SLI-008 yang
dimiliki PT. Indosat.
Berdasarkan fakta yang terungkap, Termohon mengatur ketentuan
internal terkait penyelenggaraan telekomunikasi, yaitu Warung Telkom yang diatur berdasarkan Keputusan
Direksi Warung Telkom, dan dengan adanya PKS standar warung Telkom.
Dalam PKS standar Warung Telkom, Pasal 1 angka 16 PKS
standar Warung Telkom mengatur bahwa pengeloaan outlet Telkom adalah pengelolaan
tempat, untuk menjualkan serta memberikan pelayanan jasa telekomunikasi produk
Telkom untuk umum yang ditunggu baik bersifat sementara maupun tetap dimana
jasa dan produk yang dipasarkan hanya jasa dan atau produk Telkom termasuk
didalamnya TelkomGlobal-017.
Berdasarkan ketentuan Keputusan Dieksi, Warung Telkom
dan PKS standar Warung Telkom, maka satu-satunya produk yang hanya diperkenankan
dipakai oleh pengelola Warung Telkom untuk melayani pelanggannya atau
konsumennya adalah jasa TelkomGlobal-017. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka
produk di luar Telkom (SLI 001/008) tidak diperkenankan lagi dilayani di Warung
Telkom. Sehingga atas hal tersebut, jasa SLI 001 dan 008 milik Indosat menjadi tidak
tersedia dan tidak boleh diperbolehkan untuk dikelola oleh pengelola Warung
Telkom.
Warung Telkom adalah salah satu tempat bagi pengguna
atau konsumen untuk mengakses jaringan tetap nasional selain residensial dan bisnis
dalam mengadakan hubungan telepon internasional. Oleh karena itu, kontruksi
perjanjian Warung Telkom yang berisi ketentuan dan klausula wajibnya pengelola
Warung Telkom untuk hanya menjual jasa Termohon yaitu ITKP TelkomGlobal-017
merupakan bentuk hambatan bagi Indosat untuk mengadakan kegiatan atau penyediaan
jasa telepon di jaringan tetap.
Bagi konsumen atau pengguna atau pemakai jasa
telekomunikasi, persyaratan perjanjian Warung Telkom yang dikeluarkan Telkom
ini menyebabkan mereka tidak dapat menggunakan jasa SLI 001 dan SLI 008 yang
dihasilkan oleh PT. Indosat yang merupakan pesaing Telkom dalam pasar
bersangkutan.
Dengan demikian, unsur menghalangi konsumen untuk
tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya sebagaimana diatur
dalam pasal 19 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi.
§ Unsur Praktek Monopoli
dan atau Persaingan usaha tidak sehat :
Yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat
dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah “Persaingan antara pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha”.
§ Unsur menghambat
persaingan adalah kondisi berkurangnya atau tiadanya persaingan di pasar
bersangkutan sebagai akibat dari tindakan atau kegiatan pelaku usaha.
Tindakan dan persyaratan perjanjian yang dilakukan Termohon
yang memenuhi unsur pasal 19 huruf a dan huruf b terbukti menyebabkan PT. Indosat
tidak dapat bersaing dengan Termohon yang menyediakan jasa TelkomGlobal-017 di
Wartel dan Warung Telkom. Selain itu, tidak dapatnya PT. Indosat menyediakan
jasa SLI di Warung Telkom berarti menghambat atau mengurangi persaingan pada
pasar bersangkutan.
Tidak adanya persaingan jasa telepon internasional di
Warung Telkom menyebabkan berkurangnya persaingan di pasar bersangkutan, yang
mengakibatkan konsumen atau pemakai atau pengguna jasa telekomunikasi menjadi
tidak memiliki pilihan jasa telepon internasional, yang mana dalam hal ini
berarti menghilangkan kesempatan untuk mengoptimalisasi kesejahteraan konsumen yang
dimilikinya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, unsur persaingan usaha
tidak sehat dalam Pasal 19 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 adalah terpenuhi.
Analisa
Termohon mengatur ketentuan internal mengenai penyelenggaraan
telekomunikasi dalam dua bentuk yaitu Wartel dan Warung Telkom. Wartel diatur
berdasarkan Keputusan Direksi Nomor : KD.40/HK220/JAS-51/2003 tanggal 17 Juni
2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kemitraan Warung Telekomunikasi (Wartel)
yang selanjutnya akan disebut Keputusan
Direksi Wartel, sedangkan Warung Telkom diatur berdasarkan Keputusan
Direksi Nomor: KD.39/HK220/Jas-51/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Pedoman
Pengelolaan Outlet Telkom melalui Warung Telkom yang selanjutnya akan disebut Keputusan Direksi Warung Telkom.
Tim analisis KPPU
berpendapat, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi hanya mengatur 1 (satu) Warung Telekomunikasi
yaitu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 14 ayat (1) huruf a PP Nomor
52 Tahun 2000, yang menyatakan bahwa salah satu contoh penyelenggaraan jasa
telepon dasar penyelenggaraan warung
telekomunikasi. Dengan demikian,
peraturan perundangundangan yang berlaku jelas tidak mengenal adanya pembedaan
antara Warung Telekomunikasi dan Warung Telkom.
Yang
menjadi isu utama dalam masalah ini adalah, dengan hadirnya Warung Telkom, yang
mana Warung Telkom tersebut merupakan perpanjang tangan Termohon sehingga
Warung Telkom hanya menjual produk milik Termohon. Dengan hanya menjual produk
milik Termohon, pelaku usaha Warung Telkom dibebaskan dari biaya pasang baru
dan abodemen, akan tetapi apabila pelaku usaha Warung Telkom menyediakan produk
selain milik Termohon, maka PKS antara Termohon dan pelaku usaha Warung Telkom
dapat diputus secara sepihak oleh Termohon. Boleh atau tidaknya menjalankan Warung
Telkom yang hanya menjual produk Termohon menjadi penentu apakah Termohon
melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 atau tidak.
Berdasarkan
hasil analisa tim KPPU, Termohon telah terbukti melakukan pelanggaran Pasal 15
ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Unsur pelaku usaha pemasok yang mengacu pada Penjelasan Pasal 14 ayat (1) huruf a PP Nomor 52 Tahun 2000
yang berbunyi “Penyelenggaraan
jasa telepon dasar adalah penyelenggaraan telepon, telegrap, teleks dan faksimil. Penyelenggaraan jasa telepon dasar dapat
dilakukan secara jual kembali”. “Penyelenggaraan jasa
jual
kembali jasa
telepon
dasar adalah penyelenggaraan jasa yang atas dasar kesepakatan usaha, menjual kembali jasa telepon dasar.
Contohnya
antara lain penyelenggaraan warung telekomunikasi”.
Dalam penjelasan Pasal 14 ayat (1) huruf a PP Nomor 52 Tahun 2000 tersebut, disebutkan bahwa “penyelenggaraan jasa telepon dasar dapat dilakukan secara jual kembali”. Kata “dapat” tersebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki makna : mampu, sanggup, bisa, boleh. Sehingga dengan mengacu pada
makna “dapat” tersebut, kata “dapat” tersebut bukanlah merupakan kata yang
mengacu kepada suatu keharusan atau kewajiban. Sehingga dimungkinkan bagi Termohon
untuk menyelenggarakan penyelenggaraan warung telekomunikasi selain dengan cara
menjual kembali, yaitu bisa dengan cara keagenan yang merupakan perpanjang
tangan Termohon yang menjual khusus produk milik Termohon. Berkaitan dengan dengan
perjanjian keagenan, kedua model perjanjian tersebut termasuk dalam perjanjian
yang dikecualikan dari ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf d (perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk
memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada
harga yang telah diperjanjikan).
Maka, dengan tidak diwajibkannya penyelenggaraan jasa telepon dasar harus dilakukan secara jual kembali, dimungkinkan untuk menjalankan Warung
Telkom yang khusus hanya menjual produk milik termohon yaitu dengan perjanjian
keagenan. Sehingga berdasarkan hal tersebut, Termohon tidak memenuhi unsur
Pasal 15 ayat (3) huruf b.
Pelanggaran
Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan unsur Menghalangi Pelaku Usaha Lain dan Unsur Menghalangi Konsumen Pelaku Usaha Pesaingnya.
Pemohon (KPPU) berpendapat bahwa Termohon melanggar Pasal 19 huruf a dan b ini
disebabkan karena Pemohon menganggap tidak ada perbedaan antara Wartel dan Warung
Telkom. Akan tetapi, dengan tidak wajibnya melakukan penyelenggaraan jasa telpon dasar warung telekomunikasi hanya dengan cara
menjual kembali, maka mungkinkan melakukan penyelenggaraan jasa telpon dasar warung telekomunikasi selain dengan
cara menjual kembali, sehingga Termohon yang melakukan penyelenggaraan jasa
telpon dasar dengan bentuk outlet tidaklah merupakan tindakan menghambat atau
menghalangi pelaku usaha lain, karena penyelenggaraan jasa telpon dasar dengan
bentuk outlet mempunyai pola yang sama dengan keagenan.
Warung Telkom adalah outlet Telkom yang pengelolanya
diserahkan ke badan usaha lain, Warung Telkom dilakukan dengan Perjanjian
keagenan Outlet Termohon. Kedudukan agen sebagai wakil dari prinsipal berarti
segala perbuatan dari agen harus pula dianggap sebagai perbuatan dari prinsipal
sehingga tanggung gugat yang timbul dari perbuatan yang dilakukan oleh agen
juga menjadi tanggung gugat (liability) dari prinsipal. Akan
tetapi dalam faktanya, untuk masalah
pertanggunggugatan, Termohon menyatakan melepaskan diri dari beban tanggung gugat
sebagai akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh agen sebagaimana diatur dalam
PKS standar Warung Telkom, khususnya Pasal 5 ayat (2) huruf k yang berbunyi “Disamping
kewajiban yang diatur dalam pasal-pasal lain dalam Perjanjian ini, hal-hal
sebagai berikut menjadi kewajiban Pengelola : k. Bertanggung jawab atas segala
akibat yang timbul dalam pemasaran
produk Telkom“. Di dalam huruf r juga menentukan “Membebaskan
Telkom dari tuntutan pengguna atas kesalahan yang dilakukan oleh Pengelola
dalam Pengelolaan Warung Telkom”.
Dengan tidak adanya beban pertanggunggugatan pada prinsipal dalam hal
ini Termohon, sebagai pemasok jasa
menunjukkan bahwa PKS standar Warung Telkom tidak memenuhi unsur utama dari
perjanjian keagenan sehingga tidak
dapat dianggap sebagai perjanjian keagenan. Maka dikarenakan Warung Telkom
bukan merupakan perjanjian keagenan, maka Termohon menjadi terbukti melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b, dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan
memenuhi unsur-unsurnya.
Comments
Post a Comment
Dilarang keras melakukan spam, meletakkan suatu link dalam komentar dan diharapkan bertutur kata atau menulis dengan santun. Terima kasih