Merek Terkenal Dan Permasalahan Hukumnya

HUKUM MEREK : UPAYA MEMPERTAHANKAN MEREK YANG SUDAH TERKENAL DAN SEGALA PERMASALAHAN HUKUMNYA
Perlindungan terhadap merek terkenal merupakan salah satu aspek penting dari hukum merek. Pentingnya perlindungan terhadap merek terkenal dikarenakan dari adanya kepentingan ekonomi dari merek – merek tersebut yang mana diakui didalam perjanjian internasional WIPO. Istilah merek terkenal ini ditinjau dari reputasi (reputation) dan kemahsyuran (renown) suatu merek, yang di mana merek terkenal ini mempunyai reputasi tinggi yang menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachement) dan ikatan mitos (mythical context) kepada seluruh lapisan konsumennya. Penentuan suatu merek sebagai merek terkenal, tidaklah hanya terkenal di manca negara yang dimiliki oleh pihak asing tetapi juga merek – merek lokal yang dimiliki oleh para pengusaha lokal yang dianggap terkenal untuk kalangan tertentu, atau masyarakat pada umumnya. Kriteria suatu merek terkenal dalam penjelasan Pasal 4 UU No 15 Tahun 2001, hanya didasarkan pada pengetahuan umum masyarakat mengenai merek atau nama tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan Undang – undang merek tersebut, atau pada prakteknya, untuk membuktikan suatu merek itu terkenal, sering dengan adanya promosi yang cukup sering dan digunakan secara efektif kadang diikuti dengan persyaratan bahwa merek itu telah didaftar di berbagai negara, misalnya minimal 3 negara. Selain itu pula secara universal perlindungan terhadap merek terkenal itu didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:
  1. merek telah dipromosikan secara luas oleh pemiliknya sehingga menjadi terkenal luas di lingkungan bisnis dan konsumen;
  2. bermutu baik dan banyak digemari oleh masyarakat konsumen;
  3. tidak dapat didaftar oleh orang lain yang bukan pemilik merek tersebut (baik untuk barang atau jasa sejenis maupun tidak sejenis).[1]
Perlindungan yang diberikan oleh UU Merek terhadap merek terkenal merupakan pengakuan terhadap keberhasilan pemilik merek dalam menciptakan image ekslusif dari produknya yang diperoleh melalui pengiklanan atau penjualan produk – produknya secara langsung. Teori mengenai “pencemaran” merek terkenal (Dilution Theory) tidak mensyaratkan adanya bukti telah terjadi kekeliruan dalam menilai sebuah pelanggaran merek terkenal. Perlindungan didasarkan pada nilai komersial atau nilai jual dari merek dengan cara melarang pemakaian yang dapat mencemarkan nilai ekslusif dari merek atau menodai daya tarik merek terkenal tersebut.[2]

Adanya unsur itikad baik juga perlu dipertimbangkan pula dalam perlindungan terhadap merek terkenal. Dalam hubungan ini dikarenakan si pendaftar bukan pemilik sebenarnya dianggap membonceng ketenaran merek terkenal, memanfaatkan promosi merek terkenal untuk mengeruk suatu keuntungan demi kepentingan diri sendiri secara cuma – cuma yang mengakibatkan banyaknya kerugian yang diderita oleh pemilik merek asli yang mungkin saja bukan kerugian materi langsung, misalnya penurunan omzet penjualan, akan tetapi berupa penggerogotan citra atau image yang khas dari merek terkenal tersebut.

Passing Off” melindungi semua hal itu. Kompetitor / pelaku usaha lain tidak dapat menggunakan merek – merek, tulisan – tulisan, kemasan, kesan atau indikasi lain yang mendorong pembeli meyakini bahwa barang – barang yang dijual mereka diproduksi oleh orang lain.

Jadi passing off mencegah orang melakukan dua hal yaitu:
  1. menampilkan / menyebabkan anggapan bahwa barang / jasanya adalah barang / jasa orang lain; dan
  2. menimbulkan anggapan bahwa barang atau jasanya ada hubungan dengan barang / jasa penggugat.
Namun sangat disayangkan sekali passing off jarang sekali dipergunakan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran reputasi di Indonesia.[3]     

Permasalahan hukum yang dapat timbul terhadap merek terkenal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dari pakar – pakar yang ada untuk mendefenisikan merek terkenal tersebut lebih mendalam dan detail sehingga hanya memberikan suatu perlindungan yang bersifat preventif saja dan juga banyaknya pelaku bisnis curang demi mengeruk suatu keuntungan untuk bisnis yang akan diajalankan olehnya nanti dengan mendompleng dari merek yang sudah terkenal sehingga secara tidak langsung menimbulkan anggapan bahwa mereknya tersebut merupakan merek dari si pemilik aslinya.
Istilah merek terkenal ini ditinjau dari reputasi (reputation) dan kemahsyuran (renown) suatu merek, yang di mana merek terkenal ini mempunyai reputasi tinggi yang menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachement) dan ikatan mitos (mysthical context) kepada seluruh lapisan konsumennya. Penentuan suatu merek sebagai merek terkenal, tidaklah hanya terkenal di manca negara yang dimiliki oleh pihak asing tetapi juga merek – merek lokal yang dimiliki oleh para pengusaha lokal yang dianggap terkenal untuk kalangan tertentu, atau masyarakat pada umumnya. Kriteria suatu merek terkenal dalam penjelasan Pasal 4 UU Merek 2001, hanya didasarkan pada pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan Undang – undang merek tersebut, atau pada prakteknya, untuk membuktikan suatu merek itu terkenal, sering dengan adanya promosi yang cukup sering dan digunakan secara efektif kadang diikuti dengan persyaratan bahwa merek itu telah didaftar di berbagai Negara, misalnya minimal 3 Negara.

Kriteria merek terkenal yang dianut di Amerika Serikat diatur dalam pasal 43 (c) (1) Lanhnham Act yang diperbaharui menentukan bahwa untuk menentukan apakah suatu merek mempunyai sifat daya pembeda dan terkenal, Pengadilan dapat mempertimbangkan faktor – faktor seperti, tetapi tidak terbatas pada:[4]
  • Derajad sifat yang tidak terpisahkan atau mempunyai sifat daya pembeda dari merek tersebut.
  • Jangka waktu dan ruang lingkup pemakaian merek yang berkaitan dengan barang atau jasa dari merek.
  • Jangka waktu dan ruang lingkup dari pengiklanan dan publisitas merek tersebut.
  • Ruang lingkup geografis dari daerah perdagangan di mana merek  tersebut dipakai.
  •  Jaringan perdagangan barang atau jasa dari merek yang dipakai.
  • Derajad pengakuan atas merek tersebut dari arena perdagangan dan jaringan perdagangan dari pemilik merek dan larangan terhadap orang atas pemakaian merek tersebut dilaksanakan.
  •  Sifat umum dan ruang lingkup pemakaian merek yang sama oleh pihak ketiga.
  • Keberadaan pendaftaran merek tersebut berdasarkan Undang – Undang atau pendaftaran pertama dilakukan.
Kriteria yang lebih rinci juga dimiliki Kantor Merek China dalam menentukan terkenal tidaknya suatu merek yakni:[5]
  • Ruang lingkup daerah geografis di mana merek tersebut dipakai.
  • Jangka waktu merek tersebut dipakai.
  • Jumlah dan hasil minimum penjualan dari pemakaian merek tersebut.
  • Pengetahuan masyarakat tentang merek itu.
  • Status merek tersebut apakah telah terdaftar di Negara lain.
  • Biaya pengeluaran dari iklan berikut daerah jangkauan iklan tersebut.
  • Usaha – usaha yang telah dilakukan oleh pemilik merek dalam melindungi mereknya.
  • Kemampuan pemilik merek untuk mempertahankan kualitas yang baik dari merek yang dipakainya.
Daftar Pustaka


[1] Suyud Margono, Longginus Hadi, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta 2002.
[2] Tim Lindsey, Eddy damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Asian Law Group Pty Ltd bekerjasama dengan PT. Alumni, Bandung 2005, hlm151.
[3]  Ibid hlm 152.
[4] Imam Syahputra, Hukum Merek Baru Indonesia Seluk Beluk Tanya Jawab dikutip dari Ridwan Khairandy, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI Jakarta, Juni 2000 hlm 97 - 99
[5] Ibid, hlm 98

Comments