a. Gambaran
situasi negara thailand
Thailand merupakan sebuah
negara kerajaan di Asia Tenggara. Luas negara ini kira-kira sama dengan luas
510.000 kilometer atau sama luasnya dengan Perancis dan memiliki populasi
sekitar 67 juta.[1] Selama ratusan tahun,
Thailand dikenal sebagai Siam. Negara ini berubah nama pada tahun 1939 ke
Thailand, yang berarti “Tanah Orang-orang Merdeka.” Nama Thailand adalah karena
thailand satu-satunya negara Asia Tenggara yang tidak pernah menjadi koloni
Eropa.
Negara thailand merupakan
negara yang menjadi pusat budaya. Pada awalnya dikenal sebagai wilayah Buddhis
agama dan wilayah itu dibagi menjadi beberapa kerajaan seperti Lanna, Lan
Chang, dan Sukhothai. Tidak ada keraguan bahwa Thailand modern yang muncul dari
asal geografis-politik yang kompleks dengan Bangkok. Selama periode ini sejarah
Thailand mendapat nama Modernitas awal atau Pencerahan oleh beberapa sejarahwan.
Pemerintahan negara Thailand
merupaka pemerintahan yanag berasal dari sistem kerajaan. Dimana perdana
menteri merupakan wakil dari pemerintahan dan putra keturunan kerajaan sebagai
wakil dari negara. Negara thailand lahir karena adanya pengaruh politik yang
dimainkan oleh para petinggi kerajaan. Banyak lahirya pemimpin politik di
thailand mengakibatkan pergulatan politik di Thailand tidak akan pernah
selesai. Dan membuat kedudukan rakyat semakin lemah.
Semenjak
pembaharuan politik dari negara raja mutlak pada tahun 1932,
Thailand telah mengalami 17 perlembagaan dan piagam. Selama ini, bentuk
kerajaan di Thailand sering berubah-ubah dari diktator tentera ke demokrasi,
namun semua kerajaan ini memilih raja dengan sistem turun-temurun untuk menjadi sebagai
ketua negara.
Perlembagaan
1997 thailand menggelar "Perlembagaan Rakyat" atau semacam dengan
pemilihan dewan rakyat. Perlembagaan 1997 mewujudkan satu peraturan yang
terdiri daripada Dewan Rakyat dan Senat. Dan sekitar 200 telah terpilih dalam pilihan ini.
Terpilihnya anggota lembaga negara sangat berpengaruh pada kebebasan hak asasi
manusia. Dan terpilihnya dewan rakyat sangat berpengaruh terhadap meningkatnya
kestabilan kerajaan yang terpilih. Ahli-ahli Dewan Rakyat dipilih melalui
sistem first-past-the-post, yaitu hanya seorang calon dengan mayoritas
mudah boleh dipilih dalam satu pemilihan. Ahli-ahli Senat pula dipilih
berdeasarkan sistem wilayah, yaitu satu wilayah boleh memberikan lebih daripada
seorang Senator bergantung kepada bilangan penduduknya. Ahil-ahli Dewan Rakyat
berkhidmat dalam penggal empat tahun, smeentara ahli Senat pula penggal enam
tahun.
Sistem mahkamah dinegara Thailand dikenal
dengan sistem keperlembagaan akta-akta parlemen, titah diraja, dan hal-hal
politik. Terbentuk negara thailand tidak pernah lepas dari adanya pengaruh
politik dari bangkok. Sampai saat inipun pengaruh politik di Thailand sangat
diterlihat. Saat ini, Thailand terlibat dalam perdebatan politik atas implikasi
dari kudeta itu dan menggoncangkan legislatif berikutnya hingga disebabkan oleh
protes massa baik menentang dan mendukung mantan Perdana Menteri. Meskipun
demikian, rakyat Thailand sangat aktif secara politik dan menghargai kebebasan
mereka meskipun demokrasi mereka lemah
Adanya permainan politik tersebut semakin membuat negara Thailand
mulai terancam dari larinya Investor asing yang hendak menginvestasikan dana
mereka. Hal tersebut juga dirilis oleh kompas, kompas menyebutkan bahwa adanya
pergulatan politik yang tidak selesai di Thailand berdampak pada pengaruh pada
dunia invetasi di Thailand.
Selaim itu, media
sosial berupa surat kabar di bangkok juga telah menginformasikan tentang
terancamnya infestasi yang ada di thailand. Kebuntuan politik Thailand yang
telah terjadi selama 5 bulan terakhir sangat berdampak pada investasi asing,
Kepala dewan promosi investasi Thailand mengatakan faktor yang mempengaruhi hal
tersebut ialah terlambatnya pemberian izin proyek dan keraguan para investor
baru untuk menanam modal di Thailand.[2]
Kerusuhan Politik di
Thailand mulai nampak dan mempengaruhi proses Investasi yang ada. Sekretaris
Jenderal Badan Penanaman Modal Udom Wongviwatchai dalam sebuah wawancaranya
menyebutkan bahwa “Para Investor menunda berinvestasi dan memilih menunggu
gambaran yang lebih jelas, tentang keadaan politik Thailand.
Keadaan Politik yang
kian memanas membuat Parlemen Thailand tidak berfungsi lagi. ketika
Perdana Menteri Yingluck Shinawatra mengadakan pemilu untuk menenangkan para
demonstran yang memaksanya mundur dari pemerintahan. Pemilu tersebut kemudian
dibatalkan oleh pengadilan dan belum menetapkan pemungutan suara yang baru.
Situasi ini menjadikan pemerintah sementara memiliki kekuasaan terbatas dan
membuat para investor menebak kapan keadaan ekonomi kedua terbesar di Asia
Tenggara tersebut stabil.
Jika pemerintah tidak
berfungsi secara penuh, kepercayaan akan melemah, Kekosongan politik yang terus
berlanjut meyebabkan investasi swasta macet. Selain itu, hal yang dikhawatirkan
adalah penundaan panjang terhadap persetujuan proyek dan sistem perizinan yang
dapat dapat mendorong investor untuk beralih ke negara-negara lain terkait
rencana produksi mereka.
Karena ada permainan politik tersebut menyebabkan insentif
investasi turun 58 persen menjadi 63,1 miliar baht ($1,94 miliar) dalam dua
bulan pertama tahun ini,dan setiap penambahan izin Investasi dan proyek harus
menunggu keputusan dari pemerintah. Hal tersebut yang emudian membuat para investor
asing tidak ingin menginvestasikan modal mereka.[3]
Adanya dampak yang buruk karena pergulatan politik yang ada di
Thailand maka berpengaruh terhadap pola Investasi yang ada di Thailand. Namun
demikian dampak yang negatif terhadap negara Thailand tidak berpengaruh kepada
negara di sekitar thailand. Hal tersebut justru berdampak positif pada negara
yang berada di sekitar Thailand. Adanya pergulatan di Thailand justru berdampak
pada negara Indonesia. Indonesia selain negara tetangga dari Thailand,
Indonesia juga merupakan negara yang patut dipertimbangkan terkait dengan
Investasi. Karena Indonesia merupaka negara yang sangat potensial. Indonesia
banyak memiliki sumber daya alam dan menjadi negara yang dipertimbangkan untuk
investasi.
Pengaruh politik di Thailand kemudian menyebabkan banyaknya
investor yang mengurungkan niatannya untuk melakukan investasi di thailand.
Para investor tersebut akhirnya berpindah ke Indonesia. dan mulai menggunakan
Indonesia sebagai patner dalam investasi. Banyak investasi yang akhirnya
berpindah ke Indonesia. diantarana adanya investasi terkait otomotif.
Menurut pemberitaan
media analisis bisnis Indonesia menyebutkan bahwa Akibat krisis politik yang
terus berkecamuk di Thailand, dua produsen otomotif Jepang di negara itu mulai
putus asa dan mengancam akan mengalihkan rencana investasi baru mereka ke
Indonesia.
Menurutnya, keadaan
politik di Thailand sebenarnya tidak begitu mengganggu kinerja perekonomian.
Namun, karena adanya krisis politik Thailand sudah berkepanjangan, hal itu membuat
investor otomotif khawatir akan keberlangsungan invesatasinya di Thailand.
Toyota
berencana menambah investasi di Thailand US$609 juta (20 miliar baht) untuk
meningkatkan kapasitas produksi 200.000 unit menjadi 1 juta unit per tahun.
Namun, rencana yang ditargetkan rampung dalam 3 tahun ini masih ada kemungkinan
untuk tidak jadi dilakukan. Toyota Thailand bahkan mempertimbangkan memangkas
produksi dari kapasitas riil saat ini 800.000 unit per tahun. Hal tersebut
berpengaruh karena investasi mobil semakin menurun di thailand.
Situasi politik yang
bisa membahayakan investasi di Thailand membuat investor asing yang akan
menambahkan modal mulai mencari alternatif tujuan investasi lain. Tujuan lain
tersebut dialihkan kepada Indonesia. Namun bagi perusahaan yang sudah telanjur
berinvestasi seperti Toyota, pilihannya adalah menambah investasi atau akan
mengurangi produksi. Namun pertimbangan pihak toyota tetap akan pindah dan
mencari alternatif investasi lain.[4]
Sementara itu, selain Toyota
Thailand, berdasarkan informasi yang dihimpun media analisi Bisnis Indonesia
menyebutkan satu produsen lainnya yang juga berencana mengalihkan investasinya
ke Indonesia adalah Honda Motor Corp. Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor
(TAM) mengatakan sudah melihat Indonesia sebagai alternatif tujuan investasi tambahan.[5]
Namun, saat ini para investor otomotif global juga melihat aspek pelayanan yang
baik, termasuk infrastruktur dan peraturan yang menarik. Oleh karena itu,
Indonesia harus bergerak aktif melakukan perbaikan layanan. Karena banyak
investor asing yang akan memindahkan investasi modalnya ke Indonesia. sehingga
perbaikan harus diadakan. Karena kesempatan menarik investor asing merupakan
kebijakan yang akan diambil oleh para investor thailand ketika thailand mengalami
penurunan karena disebabkan oleh pengaruh politik.
b. Gambaran
situasi negara indonesia
Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi
yang cukup stabil. Terbukti dari pertumbuhan ekonomi Indonesia secara
meyakinkan terus mengalami pertumbuhan dengan besaran di atas 5% rata-rata per
tahun (BPS, nd)
Sebagai negara yang sedang berkembang, kebutuhan dana dalam mendukung
pembangunan menjadi sangat
krusial. Hal ini terbukti dari tingginya kebutuhan pembangunan
infrastruktur dan pembangunan lainnya di Indonesia yang ternyata cukup besar.
Jika dilihat dari fakta pada periode SBY jilid II saja, kebutuhan pendanaan
infrastruktur terus meningkat.
Pemerintah memperkirakan
rata-rata investasi infrastruktur selama
2010-2014 mencapai Rp1.923,7 triliun (LP3E, nd) naik sekitar 30% dari periode
sebelumnya. Bank Dunia (nd) menyebutkan, untuk mencapai tingkat
pertumbuhan sebesar 6%
per tahun, Indonesia membutuhkan pembiayaan
infrastruktur sebesar 5% per tahun dari PDB atau sekitar Rp 260 triliun. Dalam
kondisi seperti ini, sudah seharusnya Indonesia meningkatkan jejaring kerja
sama dengan negara lain demi terlaksananya pembangunan nasional.
Pertimbangan utama suatu
negara mengoptimalkan peran
investasi baik asing maupun dalam
negeri adalah untuk merubah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Peran investasi
tidak hanya sebagai alternatif terbaik sumber pembiayaan pembangunan apabila
dibandingkan dengan pinjaman luar negeri, tetapi juga sangat penting sebagai
alat untuk mengintegrasikan ekonomi suatu negara kedalam ekonomi global.[6]
Di
samping itu, investasi dapat menghasilkan multiplayer effect terhadap
pembangunan ekonomi nasional, karena kegiatan investasi tidak saja mentransfer
modal dan barang, tetapi juga mentransfer ilmu pengetahuan dan
modal sumber daya
manusia.[7] memperluas lapangan
kerja, mengembangkan industri substitusi impor untuk menghemat devisa,
mendorong ekspor non migas untuk menghasilkan devisa, alih teknologi, membangun
prasarana, dan mengembangkan
daerah tertinggal.[8]
Oleh
karena itu banyak negara, tidak terkecuali Indonesia,
yang menjadikan kegiatan investasi sebagai bagian dari penyelenggaraan
perekonomian nasionalnya.[9]
Untuk mengundang minat
investor berinvestasi bukanlah
hal yang semudah membalikkan
telapak tangan. Diperlukan upaya yang
serius, sistimatik, terintegrasi dan konsisten untuk menanamkan kepecayaan
investor menanamkan modalnya di wilayah
host country. Bagaimana pun juga
harus diingat bahwa pertimbangan investor sebelum menanamkan modal selalu
dilandasi motivasi ekonomi untuk menghasilkan keuntungan dari modal dan seluruh
sumber daya yang dipergunakannya. Oleh karena itu, investor selalu melakukan
kajian awal (feasibility study) baik terhadap aspek ekonomi, politik dan aspek
hukum sebelum mengambil keputusan untuk berinvestasi untuk memastikan keamanan
investasi yang akan dilakukannya. Terkait hal ini, setidak-tidaknya calon
investor akan mempertimbangkan aspek economic opportunity, political stability
dan legal certainty[10]. Ketiga
aspek ini pulalah yang menjadi syarat mutlak yang harus ada pada host country
agar menarik bagi calon investor.
Persoalan yang
melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Negara RI akan
mengganggu iklim investasi. Konflik tersebut dikhawatirkan mengganggu
stabilitas sosial, politik, serta penegakan hukum sehingga mengakibatkan
tertundanya rencana investasi.[11]
Demikian beberapa pandangan yang disampaikan praktisi pasar modal dan pengamat
ekonomi yang dihubungi secara terpisah, Selasa (3/11).
Pengamat pasar modal,
Adler Manurung, mengatakan, jika konflik antara KPK dan Polri terus
berlarut-larut, besar kemungkinan investor asing akan menunda rencana
investasinya di Indonesia. Hal itu terjadi karena investor asing tidak mau
mengambil risiko bila di kemudian hari konflik itu mengganggu stabilitas
sosial, politik, dan penegakan hukum.
Stabilitas di ketiga
bidang itu, merupakan syarat utama bagi investor asing untuk berinvestasi di
negara mana pun. ”Kalau kasus ini berlarut-larut, kepercayaan investor asing
terhadap penegakan hukum di negara kita ini akan kembali anjlok,” ujar Adler. Hal senada disampaikan pengamat ekonomi dari
Universitas Atma Jaya, Jakarta, Agustinus Prasetyantoko. Menurut dia, konflik
KPK dan Polri bisa saja dijadikan investor asing sebagai salah satu indikator
bahwa penegakan hukum di Indonesia belum berjalan, tidak seperti yang
didengung-dengungkan selama ini.
Kasus KPK dan Polri
ini, juga akan menjadi ujian bagi program 100 hari kabinet baru. Dalam 100 hari
itu, investor akan mengkaji bagaimana kebijakan pemerintahan Indonesia terkait
penegakan hukum. ”Kalau investor melihat penegakan hukum di Indonesia justru
mengalami kemunduran, tentu mereka akan berpikir ulang untuk investasi, baik di
sektor keuangan maupun sektor riil,” ujar Prasetyantoko.
Selain itu, lanjut
Prasetyantoko, peringkat Indonesia sebagai negara yang giat mereformasi
birokrasi dan penegakan hukum untuk kemudahan usaha akan turun kembali. Bulan
September lalu, Survei Doing Business 2010 yang diumumkan International Finance
Corporation meningkatkan peringkat Indonesia dalam kemudahan usaha dari
peringkat ke-129 tahun lalu menjadi ke-122 dengan total jumlah negara yang
disurvei 183.
Kepala Riset Paramitra
Alfa Sekuritas Pardomuan Sihombing mengatakan, saat ini pengaruh konflik KPK
dan Polri belum dapat disimpulkan telah berpengaruh terhadap investasi di pasar
modal. Akan tetapi, lanjut Pardomuan, jika kasus tersebut berlarut pasti akan
memberikan citra buruk bagi iklim investasi, termasuk bagi pasar modal
Indonesia. (REI)
Horikawa Shuji, salah seorang pengusaha asal Jepang menjelaskan
pertimbangan investasi sebagai aliran air.
Air selalu mengalir dari tempat yang paling tinggi ke tempat yang paling rendah. Apapun alasannya, pelaku
bisnis selalu mencari itu, sebab pengusaha itu butuh ketenangan berusaha,
berharap mendapat insentif yang memadai dari pemerintah dimana ia berinvestasi
dan memperoleh peluang untuk berkembang dengan lingkungannya, dengan
karyawannya dan dengan mitranya secara baik. Tanpa itu, sulit bagi pelaku
bisnis untuk berkembang.[12]
Apa yang
bisa membuat investor merasa tenang dalam berusaha adalah adanya kepastian hukum,
karena dengan kepastian
hukum investor dapat melakukan
sejumlah prediksi terhadap
rencana usaha yang dilakukannya.[13]Dengan
demikian selain faktor ekonomi dan
politik, faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan
modalnya adalah masalah kepastian dan prediktabilitas hukum.
Kesimpulan
Terjadinya konflik elit politik atau konflik masyarakat akan
berpengaruh terhadap iklim investasi. Penanam modal asing akan datang dan
mengembangkan usahanya jika negara yang bersangkutan terbangun proses
stabilitas politik dan proses demokrasi yang konstitusional. Belum mantapnya
kondisi sosial politik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap arus modal.
Thailand dan Indonesia merupakan negara berkembang, sehingga banyak investor
yang berminat untuk berinvestasi.
Namun, apabila melihat kondisi politik di kedua negara tersebut,
pada tahun 2014 mengalami rusuh politik. Adanya permainan politik tersebut
semakin membuat negara Thailand mulai terancam dari larinya Investor asing yang
hendak menginvestasikan dana mereka. Kerusuhan Politik di Thailand
mulai nampak dan mempengaruhi proses Investasi yang ada. Para
Investor menunda berinvestasi dan memilih menunggu gambaran yang lebih jelas,
tentang keadaan politik Thailand.
Persoalan yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan
Kepolisian Negara RI akan mengganggu iklim investasi. Konflik tersebut
dikhawatirkan mengganggu stabilitas sosial, politik, serta penegakan hukum
sehingga mengakibatkan tertundanya rencana investasi. jika konflik antara KPK
dan Polri terus berlarut-larut, besar kemungkinan investor asing akan menunda
rencana investasinya di Indonesia. Hal itu terjadi karena
investor asing tidak mau mengambil risiko bila di kemudian hari konflik itu
mengganggu stabilitas sosial, politik, dan penegakan hukum. Stabilitas di
ketiga bidang itu, merupakan syarat utama bagi investor asing untuk
berinvestasi di negara mana pun.
Dengan demikian selain faktor
ekonomi dan politik, faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi investor
untuk menanamkan modalnya adalah masalah kepastian dan prediktabilitas hukum.
Apapun alasannya, pelaku bisnis selalu mencari itu, sebab pengusaha itu
butuh ketenangan berusaha, berharap mendapat insentif yang memadai dari
pemerintah dimana ia berinvestasi dan memperoleh peluang untuk berkembang
dengan lingkungannya, dengan karyawannya dan dengan mitranya secara baik. Tanpa
itu, sulit bagi pelaku bisnis untuk berkembang.
Daftar Pustaka
[1] http://www.negarathailand
com/2014/08/22/profil-lengkap-negara-thailand/
[2] http://analisadaily.com/ekonomi-internasional/news/investasi-thailand-terancam-oleh-kebuntuan-politik/17977/2014/04/01
[3] Ibid.,
[4] http://www.kemenperin.go.id/artikel/8436/Jepang-Siap-Relokasi-ke-RI-%28Headline%29
[5] Ibid.,
[6] Dellisa A. Ridgway dan
Mariya A. Thalib, “ Globalization and
Development : FreeTrade, Foreign Aid, Investment and The Rule of Law”,
California Western International Law Journal, Vol. 33, Spring 2003, hlm. 335
[7] Hans-Rimbert Hemmer,
et.all., Negara Berkembang dalam Proses
Globalisasi Untung atau Buntung ?, Konrad Adenauer Stifftung, Jakarta,
2002, hlm.11
[8] Erman Rajagukguk,
Hukum Investasi
di Indonesia, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 19
[9] Undang-Undang
No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penjelasan Umum, Paragraf Kedua.
Dalam Penjelasan ini disebutkan bahwa penanaman modal harus menjadi bagian dari
penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan
ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu
sistem perekonomian yang berdaya saing.
[10] Pancras J.
Nagy, Country
Risk, How to
Asses, quantify and
monitor, Euromony
Publications, London, 1979, hlm. 54
[11] Polri versus KPK ganggu investasi , artikel pada kompas.com,
diakses tanggal 5 maret 2015, jam 12.00 wib
[12] Sentosa
Sembiring, Hukum Investasi, Nuansa
Alia, Bandung, 2007, hlm. 52
[13] Paul V. Horn and Henry
Gomez, International Trade Principles and
Practices, Fourth Edition, prentice Mall, Engleuxwd, New Jersey, 1964, hlm.
261.
Comments
Post a Comment
Dilarang keras melakukan spam, meletakkan suatu link dalam komentar dan diharapkan bertutur kata atau menulis dengan santun. Terima kasih