Dalam teori hukum, istilah “Hukum Ekonomi” merupakan terjemahan dari Economisch Recht (Belanda) atau Economic Law (Amerika). Sekalipun demikian, pengertian atau konotasi Economisch Recht di Belanda ternyata berbeda dengan arti Economic Law di Amerika Serikat. Sebab pengertian Economisch Recht (Belanda) sebenarnya berasal dari istilah Droit E’conomique (Perancis) yang sebelumnya dipakai oleh Farjat dan yang setelah Perang Dunia Kedua berkembang menjadi Droit de l’economie.
Adapun Droit E’conomique adalah kaidah-kaidah hukum Administrasi Negara (terutama yang berasal dari kekuasaan eksekutif) yang mulai sekitar tahun 1930an diadakan untuk membatasi kebebasan pasar di Perancis, demi keadilan ekonomi bagi rakyat miskin, agar tidak hanya mereka yang berduit saja yang dapat memenuhi kebutuhannya akanpangan, tetapi agar rakyat petani dan buruh juga tidak akan mati kelaparan.
Hukum Administrasi Negara yang menentukan harga maksimum dan harga minimum bagi bahan-bahan pokok maupun menentukan izin-izin Pemerintah yang diperlukan untuk berbagai usaha di bidang ekonomi, seperti misalnya untuk. Peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara seperti itu dicakup dengan nama Droit E’conomique (atau Hukum Ekonomi dalam arti sempit).
Kebijaksanaan umum di bidang ekonomi itu perlu diketahui oleh para pembentuk hukum maupun penegak hukum untuk dapat menyusun Sistem Hukum Ekonomi (dalam arti Droit de l'Economie; maupun Droit E'conomique seperti yang diutarakan diatas). Khususnya, undang-undang baru dan institusi baru yang mana yang perlu diadakan, undang-undang lama yang mana yang perlu diperbaiki atau dihapus, pranata dan lembaga hukum mana yang harus diadakan atau diubah/dimodifikasi atau ditiadakan, dan Iain-lain hal seperti antara lain prosedur pelayanan kepada masyarakat, atau hukum acara, atau cara penyelesaian sengketa yang bagaimana yang paling tepat untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi; baik yang timbul antara para pengusaha atau antara pengusaha dan aparat Pemerintah, atau antara pihak Indonesia dengan pihak asing.[1]
PERANAN HUKUM DALAM BIDANG EKONOMI
Hukum dan pembangunan itu adalah terjemahan dari Law and Development, yang mulai berkembang di Amerika Serikat sesudah perang dunia kedua. Jika merunut pada pengertian yang dikembangkan di Amerika khususnya yang berhubungan dengan organisasi United States Agency for Interantional Development (USAID) dan lembaga seperti Ford Foundation atau Rockefeller Foundation, maka perkembangan hukum dan pembangunan dapat dibaca dari upaya lembaga-lembaga ini dalam mempengaruhi dan memperkenalkan kepada negara-negara berkembang dalam melakukan pembangunan ekonomi dan pembangunan infrastruktur.
Peranan ahli hukum dalam pembangunan ekonomi mempunyai kedudukan yang sentral. Keberadaan ahli hukum adalah untuk memberikan perlindungan dari kesalahan dalam penyusunan undang-undang atau peraturan yang dibuat, tidak terbatas pada kesalahan teknis, tetapi juga kesalahan philosophies. Keahlian para ahli hukum ini diperlukan terutama pada kegiatan merancangan undang-undang tertentu, seperti undang-undang bidang politik, hak azasi manusia, perdagangan dan lain-lain.[2]
Pada umumnya kita sebagai anggota masyarakat telah mengetahui serta mengerti bahwa bidang ekonomi sebagaimana halnya dengan bidang-bidang sosial lainnya yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan masalah hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Dengan demikian maka masalah hukum juga tidak dapat terpisah dari masalah ekonomi, dalam arti bahwa selalu ada hubungan antara hukum dengan ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal tersebut dapat terlihat dari adanya berbagai bentuk dan macam peraturan perundang-perundangan yang ada kalanya dirasa sebagai penghambat bahkan menyulitkan bagi setiap cabang perdagangan dan perindustrian, namun di lain waktu juga dapat sebagai penunjang dalam perkembangan ekonomi. Ini semua tergantung dari situasi dan keadaan, baik di Indonesia maupun di Inggris, Perancis, Amerika, dan negara-negara lainnya.[3]
Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam bidang filosofi moral dari Glasgow University pada tahun 1750, sekaligus pula sebagai ahli teori hukum, “bapak ekonomi modern,” telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa, “tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian” (“the end of justice is to secure from injury”).
Ajaran Smith itu menjadi dasar hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara hukum dan ekonomi. Smith mengatakan pula bahwa antara ekonomi dan politik mempunyai hubungan yang erat, yang pada gilirannya dikenal dengan istilah ekonomi-politik (political economy). Salah satu tujuan ekonomi-politik menurut Smith adalah menyediakan sejumlah daya bagi negara atau pemerintah agar mampu menjalankan berbagai tugas atau fungsinya dengan baik, dimana ekonomi-politik berusaha untuk merumuskan bagaimana memakmurkan rakyat dan pemerintah sekaligus.
Namun demikian, menurut Smith pentingnya peran negara atau pemerintah itu hanya sebatas fungsinya sebagai “penonton” (“in partial spectator”). Dalam hal ini negara atau pemerintah intervensi kalau mekanisme pasar gagal. Artinya, pemerintah hanya boleh masuk untuk menyeimbangkan pasar, dimana bila tidak ada intervensi pemerintah akan menimbulkan distorsi. Dalam hal terjadinya monopoli alamiah (natural monopoly) misalnya, tersedia tiga pilihan untuk menghadapinya. Pertama, monopoli dilakukan oleh swasta. Kedua, monopoli oleh pemerintah. Ketiga, dikeluarkan regulasi oleh pemerintah. Dari ketiga hal “buruk” itu.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat yang sudah berkembang pemerintah harus menjalankan kekuasaannya untuk mengumpulkan dana melalui sistem perpajakan. Dana tersebut dibutuhkan untuk menyediakan jasa yang karena berbagai alasan tidak dapat atau tidak cukup tersedia melalui mekanisme pasar.
Untuk memahami pemulihan ekonomi sebagai rangkaian pembangunan ekonomi Indonesia, tidak cukup dilihat dari kacamata normatif, tetapi harus dikaji secara filosofis agar dapat memberi penjelasan mengenai gejala-gejala fisik atau sosial yang terjadi atas dasar hukum yang telah dirumuskan. Jatuhnya batu, misalnya, bukan lagi dijelaskan karena hakikat batu yang memang cenderung dan seharusnya menyatu dengan asalnya yaitu bumi, locus naturalis, melainkan melalui teori-teori gravitasi yang dibangun dari hukum-hukum yang menguraikan keteraturan-keteraturan dalam berbagai alam.
Cara pandang demikian itu yang membuat orang terhindar dari penafsiran hukum secara black letter rules atau penafsiran “legalistik”. Apa itu hukum dan bagaimana hukum itu semestinya haruslah dirumuskan dengan tingkat keakuratan yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai landasan pembangunan ekonomi.
Namun demikian, untuk memahami hakekat hukum dibutuhkan alat penafsiran yang menggunakan metode ilmiah (scientific method). Menurut Richard Posner, dari seluruh ilmu sosial yang metodenya pernah digunakan untuk menjelaskan hukum, ilmu ekonomilah yang paling menjanjikan. Pertama, karena universalitas dan kedua, karena ketepatannya. Dengan menggunakan disiplin ekonomi maka konsep-konsep hukum dapat dijelaskan secara kualitatif sehingga memiliki akurasi lebih maksimal.[4]
Peranan hukum dalam perkembangan perekonomian, bahkan boleh dikata bahwa segala macam bentuk tindakan dalam bidang perekonomian untuk kekuatan berlakunya harus berlandaskan pada hukum positif masing-masing.
Misalnya:
- Dalam bidang keuangan/perbankan harus berlandaskan pada undang-undang yaitu undang-undang no. 34 tahun 1967, tentang pokok-pokok perbankan; Undang-undang no.13 tahun 1968 tentang bank Sentral; Undang-undang no.17 tahun 1968 tentang Bank Negara Indonesia; Undang-undang no.21 tahun 1968 tentang Bank Rakyat Indonesia; dan peraturan perundangan berikutnya sebagai peraturan pelaksanaannya.
- Dalam bidang perkoperasian, harus berlandaskan pada Undang-undang no.25 tahun 1992, tentang pokok-pokok Perkoperasian; Instrkusi Presiden no.4 tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD); dan peraturan perundangan berikutnya sebagai peraturan pelaksanaannya.
- Dalam bidang penanaman modal harus berlandaskan pada Undang-undang no.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing; Undang-undang no.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri; dan peratura perundangan berikutnya sebagai peraturan pelaksanaanya.
Dari uraian diatas telah menunjukkan bahwa antara sistem hukum dan sistem ekonomi sesuatu negara terdapat hubungan yang sangat erat dan saling berpengaruh. Yaitu, kalau pada satu pihak pembaharuan dasar-dasar pemikiran di bidang ekonomi ikut merubah dan menentukan dasar-dasar sistem hukum yang bersangkutan, maka penegakkan azas-azas hukum yang sesuai juga akan memperlancar terbentuknya struktur ekonomi yang dikehendaki. Tetapi sebaliknya penegakkan azas-azas hukum yang tidak sesuai justru akan menghambat terciptanya struktur ekonomi yang dicita-citakan.[5]
Sumber
[1]http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Upaya%20menyusun%20hukum%20ekonomi%20Indonesia%20-%20sunaryati%20hartono.pdf
[2]http://maqdirismail.blogspot.com/2007/11/peranan-hukum-dalam-pembangunan-ekonomi.html
[3] Sri Woelan Aziz. SH,……… ibid hlm 308.
[4] http://blog.unila.ac.id/pdih/files/2009/03/pidato-pengukuhan-guru-besar-usu.pdf
[5] Sri Woelan Aziz. SH,………,ibid hlm 324.
Comments
Post a Comment
Dilarang keras melakukan spam, meletakkan suatu link dalam komentar dan diharapkan bertutur kata atau menulis dengan santun. Terima kasih