Pembatalan Hak Atas Desain Industri di Indonesia

Desain Industri - Pengaturan desain industri dengan undang - undang juga dimaksudkan untuk memberikan landasan perlindungan hukum yang efektif guna mencegah berbagai bentuk pelanggaran berupa penjiplakan, pembajakan, atau peniruan atas Desain Industri Terkenal. Prinsip pengaturannya ialah pengakuan kepemilikan atas suatu pola sebagai karya intelektual yang mengandung nilai estetik, dan dapat diproduksi secara berulang-ulang serta menghasilkan suatu barang dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Sesuai dengan Persetujuan TRIP’s, Desain Industri termasuk Hak Milik Perindustrian (Industrial Property Right) yang merupakan satu bidang dari Hak Kekayaan Intelektual, yang digunakan dalam industri. Karena Desain Industri adalah Karya Intelektual seorang pendesain, maka perlu mendapat perlindungan hukum.[1]

Di bidang desain industri, sumber pengaturannya dimulai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Sebelumnya tidak ada pengaturan khusus mengenai desain industri. Istilah yang digunakan dalam Pasal 17 dari Undang-Undang Nomor 5 tersebut adalah desain produk industri dimana pengaturan selanjutnya akan dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah. Sayangnya, PP tersebut tidak pernah dikeluarkan. Kemudian, dengan diratifikasinya perjanjian WTO/TRIPs dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 dan keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi Paris serta The Hague Agreement (London ActConcerning the International Deposit of Industrial Design, dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang berlaku sejak tanggal 20 Desember 2000.[2]

Permohonan Pendaftaran Desain Industri

Hak atas desain industri diberikan oleh negara. Tentu negara tidak akan memberikan begitu saja, tanpa ada pihak yang meminta. Secara normative, disyaratkan untuk lahirnya hak tersebut harus dilakukan dengan cara dan prosedur tertentu.
Pihak yang untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain industri, kecuali jika terbukti sebaliknya. Setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk:
  1. Satu desain industri; atau
  2. Beberapa desain industri yang merupakan satu kesatuan desain industri atau yang memiliki kelas yang sama [3]
Pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia harus mengajukan permohonan melalui kuasa. Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris atau anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.

UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (UU No.31/2000) mengatur secara tegas bahwa hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, seperti tertuang dalam Pasal 2 ayat (1). Menurut ayat (2)-nya, desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.[4]

Objek dan Jangka Waktu Perlindungan Hukum Desain Industri

Tidak semua desain industri yang mendapat perlindungan hukum, hanya desain industri yang memenuhi persyaratan UUDI yang mendapat perlindungan hukum desain industri. Menurut UUDI, yang menjadi objek perlindungan hukum desain industri adalah untuk desain industri yang baru (novelty) dan telah terdaftar.
Menurut Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) dihubungkan dengan Pasal 1 angka 9 UUDI, suatu desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan permohonan pendaftaran desain industri yang telah memenuhi persyaratan administrative, desain industri industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Pengungkapan sebelumnya tersebut adalah pengungkapan desain industri yang sebelum:
  1. Tanggal penerimaan; atau
  2. Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas;
  3. Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar negeri Indonesia.
Pengungkapan desain industri di sini, baik dilakukan melalui media cetak atau elektronik, termasuk juga keikutsertaan dalam suatu pameran. Dalam menentukan jangka waktu perlindungan desain industri tersebut telah direnungkan dugaan tentang siapakah yang akan banyak mendaftarkan desain industri itu. Karena jangka waktu perlindungan yang terlalu lama akan membawa  konsekuensi hukum dan ekonomi, misalnya royalty dan biaya produksi serta laba yang diperoleh dari penggunaan desain itu. Oleh karena itu, jangka waktu perlindungan desain industri tidak lebih dari 10 tahun dan tidak dapat diperpanjang lagi.[5]

Pengalihan Hak Desain Industri

  • Pengalihan Nonlisensi
Pengalihan/peralihan Hak Desain Industri dapat terjadi dengan perbuatan hukum nonlisensi. Pengalihan/peralihan hak dengan perbuatan hukum nonlisensi dapat terjadi dengan cara pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Pengalihan Hak Desain Industri harus disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak. Segala bentuk pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual dengan membayar biaya. Pengalihan Hak Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Pengalihan Hak Desain Industri diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri (Pasal 31 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).
Pengalihan Hak Desain Industri tidak menghilangkan hak Pendesain untuk tetap dicantumkan namanya dan identitas lain, baik dalam Sertifkat Desain Industri Berita Resmi Desain Industri maupun dalam Daftar Umum Desain Industri (Pasal 32 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).

  • Pengalihan dengan Lisensi
Khusus mengenai pengalihan dengan lisensi, pemegang Hak Desain Industri berhak memebrikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, kecuali jika diperjanjikan lain (Pasal 33 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000). Pasal 9 undang-undang ini mengatur hak eksklusif pemegang Hak Desain Industri untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, atau mengimpor dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri, kecuali untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Hak Desain Industri.
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 menegaskan lagi bahwa tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, pemegang Hak Desain Industri tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, kecuali jika diperjanjikan lain.
Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri. Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual wajib menolak pencatatan Lisensi yang memuat ketentuan seperti tersebut di atas (Pasal 36 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).[6]

Asas Hukum Perlindungan Desain Industri

Disamping berlakunya asas-asas (prinsip hukum) hukum benda terhadap hak atas desain industri, asas hukum yang mendasari hak ini adalah:
  1. Asas publisitas
  2. Asas kemanunggalan (kesatuan)
  3. Asas kebaruan
Asas publisitas bermakna bahwa adanya hak tersebut didasarkan pada pengumuman atau publikasi di mana masyarakat umum dapat mengetahui keberadaan tersebut. Untuk itu hak atas desain industri itu diberikan oleh negara setelah hak tersebut terdaftar dalam berita resmi negara. Untuk pemenuhan asas publisitas ini diperlukan ada pemeriksaan oleh badan yang menyelenggarakan pendaftaran.
Pemeriksaan terhadap permohonan hak atas desain industri, mencakup dua hal:
  1. Pemeriksaan administratif
  2. Pemeriksaan substantif [7]

Pembatalan Hak Atas Desain Industri di Indonesia

Desain industri yang telah terdaftar dapat dibatalkan dengan 2 (dua) cara, yaitu:

  • Berdasarkan permintaan pemegang hak;
Desain industri terdaftar dapat dibatalkan oleh DJHKI atas permintaan tertulis yang diajukan oleh pemegang  hak.  Apabila desain industri tersebut telah dilisensikan, maka harus ada persetujuan tertulis dari penerima lisensi yang tercatat dalam daftar umum desain industri, yang dilampirkan pada permintaan pembatalan pendaftaran tersebut. Jika tidak ada persetujuan maka pembatalan tidak dapat dilakukan.

  • Berdasarkan gugatan (putusan pengadilan)
Gugatan pembatalan pendaftaran desain industri dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alas an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau Pasal 4 UUDI kepada Pengadilan Niaga. Putusan Pengadilan Niaga tersebut disampaikan kepaga DJHKI paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan.
Pembatalan pendaftaran desain industri menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan hak desain industri dan hak-hak lain yang berasal dari desain industri tersebut.[8]
Keputusan Pembatalan Hak Desain Industri diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jendral kepada:
  1. Pemegang Hak Desain Industri;
  2. Penerima lisensi jika telah dilisensikan sesuai dengan catatan dalam Daftar Uum Desain Industri;
  3. Pihak yang mengajukan pembatalan dengan menyebutkan bahwa hak desain industri yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal keputusan pembatalan.
Dalam hal pendaftaran desain industri dibatalkan berdasarkan gugatan, penerima lisensi tetap berhak melaksanakan lisensinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu ditetapkan dalam perjanjian lisensi.
Pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan barang yang merupakan hak desain industri yang dimilikinya. Gugatan itu dapat berupa:
  1. Gugatan ganti rugi; dan/atau
  2. Penghentian semua perbuatan sesuai dengan yang melekat diatasnya[9]

Sumber
[1] Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm 292.
[2] Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual; Aspek Hukum Bisnis, Grasindo, Jakarta, 2002, hlm 12.
[3] OK. Saidin, Aspek Hukum Hak…………., Op Cit, hlm 474
[4] Banyak Desain Industri Tak Baru Tetap Bisa Didaftarkan, dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8779/banyak-desain-industri-tak-baru-tetap-bisa-didaftarkan, diakses 31 Maret 2010
[5] Rachmadi Usman, Hukum Hak………….., Op Cit, hlm 428-432
[6] Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm 306-307.
[7] OK. Saidin, Aspek Hukum Hak…………., Op Cit, hlm 477.
[8] http://bpatp.litbang.deptan.go.id/index.php/id/home-mainmenu-1/66-pembatalan-desain-industri-yang-telah-terdaftar, diakses 31 Maret 2010
[9] OK. Saidin, Aspek Hukum Hak…………., Op Cit, hlm 482-485

Comments