Kontrak adalah kata bahasa Belanda yang berasal dari kata Latin contractus dari bahasa Latin telah pula dijabarkan contract Perancis, contract Inggris, kontrakt Jerman (namun di sana istilah ini tidak begitu popular dibandingkan kata vertrag. Sesungguhnya ketepatan istilah Latin tersebut mau tak mau dianggap disebabkan oleh pengaruh besar yang dimiliki oleh hukum Romawi di Eropa Barat.[1]
Kontrak merupakan suatu konstruksi hukum yang lahir dari sebuah janji atau promise. Menurut sebuah restatement, bahwa; contract law focuses on promise. A classic definition states that a contract is “a promise or set of promises for the breach of which the law gives a remedy, or the performance of which the law in some way recognizes as a duty”. A briefer definition is that a contract is “an enforceable promise.”
Dalam sistem hukum Amerika, sebuah kontrak harus memenuhi empat persyaratan:
Sedangkan pengertian kontrak dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata adalah:
- Judul Bab II Buku III KUHPerdata: Perikatan yang lahir dari perjanjian atau kontrak
- Pasal 1313 KUHPerdata: “Suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain.”[3]
- Istilah dan Pengertian Kontrak Franchise
Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, salah satu dari pengertian franchise adalah:
Suatu persetujuan atau perjanjian antar levaransir dan pedagang eceran atau pedagang besar, yang menyatakan bahwa bahwa yang tersebut pertama itu memberikan kepada yang tersebut terakhir itu suatu hak untuk memperdagangkan produknya, dengan syarat-syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak.[4]
Franchise berasal dari bahasa latin, yaitu francorum rex yang artinya ”bebas ikatan” yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usaha.[5]
Franchise berasal dari bahasa Prancis, yaitu franchir yang mempunyai arti memberi kebebasan kepada para pihak. Pengertian franchise dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, yaitu aspek yuridis dan bisnis. Pengertian franchise dari segi yuridis, dapat dilihat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, berbagai pendapat, dan pandangan ahli.
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang waralaba. Franchise atau waralaba diartikan sebagai:
“Perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaat dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan penjualan barang dan atau jasa.”
Unsur - unsur yang dapat dirumuskan dari definisi ini adalah:
- Adanya perikatan
- Adanya hak pemanfaatan dan/atau penggunaan
- Adanya objek, yaitu hak atas kekayaan intelektual atau penemuan baru atau ciri khas usaha
- Adanya imbalan atau jasa
- Adanya persyaratan dan penjualan barang
Bryce Webster mengemukakan pengertian franchise dari aspek yuridis. Ia mengatakan bahwa franchise adalah:
“Lisensi yang diberikan oleh franchisor dengan pembayaran tertentu, lisensi yang diberikan itu bisa berupa lisensi paten, merek perdagangan, merek jasa, dan lain - lain yang digunakan untuk tujuan perdagangan tersebut diatas.”
Definisi diatas belum memperlihatkan adanya hubungan hukum antara franchisor dan franchisee, karena yang ditonjolkan disini adalah pemberian lisensi dari franchisor kepada franchisee, sedangkan yang harus difokuskan pada pembuatan kontrak antara para pihak adalah adanya hubungan hukum antara para pihak. Dengan adanya kontrak tersebut akan menimbulkan hubungan hukum di antara mereka. Menurut Pieter Mahmud, pengertian franchise secara yuridis adalah:
“Suatu kontrak yang memberikan hak kepada pihak lain untuk menggunakan nama dan prosedur yang dimiliki oleh yang mempunyai hak tersebut”.
Adapun unsur - unsur dalam kontrak franchise tersebut adalah:
- Adanya subjek hukum, yaitu franchisor dan franchisee
- Adanya lisensi atas merek barang atau jasa
- Untuk jangka waktu tertentu
- Adanya pembayaran royalty [6]
PH Collin dalam Law Dictionary mendefinisikan Franchise sebagai “License to trade using a brand name and paying to royalty for it”, dan franchising sebagai “Act of selling a license ti trade as a Franchisee.” Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalty.[7]
Adapun perbedaan Franchise dengan tipe bisnis lain:
- Keberadaan frinchisor anda.Kewajiban untuk menggunakan nama & sistem franchisor, serta patuh pada pengendaliannya.
- Resiko yang merusak bisnis tanpa anda berada disana.
- Kemampuan franchisor untuk terus memberikan jasa yang dapat membuat bisnis [8]
Ruang Lingkup Kontrak Franchise
Di lihat dari ruang lingkup dan konsepnya, sebenarnya kontrak franchise berada di antara kontrak lisensi dan distributor. Adanya pemberian izin oleh pemegang Hak Milik Intelektual atau know-how lainnya kepada pihak lain untuk menggunakan merek ataupun prosedur tertentu merupakan unsur perjanjian lisensi. Sedangkan dilain pihak juga adanya quality control dari franchisor terhadap produk-produk pemegang lisensi yang harus sama dengan produk-produk lisensor, seakan-akan pemegang franchise merupakan distributor franchisor.
Sebagaimana dalam kontrak lisensi, pada kontrak franchise, pemegang francise wajib membayar sejumlah royalty untuk penggunaan merek dagang dan proses pembuatan produk yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian.
Dalam hal demikian pemegang franchise perlu membayar fee tersendiri untuk asistensi tersebut. Tidak jarang pula franchisor dalam keperluan pembuatan produknya mewajibkan pemegang franchisor dalam keperluan pembuatan produknya mewajibkan pemegang franchise untuk membeli bahan - bahan dari pemasok yang ditunjuk franchisor. Hal itu dalam hukum kontrak disebut sebagai try-in agreement. Bahkan kadang - kadang pemegang franchise berdasarkan kontrak membolehkan franchisor melakukan auditing terhadap keuangan.
Dapat dilihat Kewajiban Pemberi Waralaba, pemberi waralaba berkewajiban untuk:
- Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau cirri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek waralaba, dalam rangka pelaksanaan waralaba yang diberikan tersebut.
- Memberikan bantuan pada Penerima Waralaba pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada penerima waralaba.
Kewajiban penerima waralaba adalah:
- Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh Pemberi waralaba kepadanya guna melaksanakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba
- Memberikan keleluasaan bagi Pemberi Waralaba untuk melakukan pengawasan maupun inspeksi berkala maupun secara tiba - tiba guna memastikan bahwa Penerima Waralaba telah melaksanakan waralaba yang diberikan dengan baik.
- Memberikan laporan - laporan baik secara berkala maupun atas permintaan khusus dari Pemberi Waralaba
- Sampai batas tertentu membeli barang modal tertentu ataupun barang - barang tertentu lainnya dalam rangka pelaksanaan waralaba dari Pemberi Waralaba
- Menjaga kerahasiaan atas Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek Waralaba, baik selama maupun setelah berakhirnya masa pemberian waralaba.[9]
- Perundang - undangan yang Mengatur Tentang Franchise
Amerika Serikat dan negara Eropa telah menetapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang franchise. Walaupun bisnis franchise telah berkembang di Indonesia, namun peraturan perundang - undangan yang mengatur tentang hal itu secara khusus belum ada.
Peraturan - peraturan perundangan yang mempunyai hubungan dengan franchise adalah sebagai berikut:
- Pasal 1338 KUH Perdata dan Pasal 1320 KUH Perdata
Pasal 1338 KUH Perdata menganut sistem terbuka, maksudnya setiap orang atau badan hukum diberikan kebebasan untuk menentukan kontrak.
Pasal 1320 KUH Perdata mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak, cakap untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek tertentu, dan adanya kuasa yang halal.
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba
Peraturan Pemerintah ini meliputi pengertian waralaba, para pihak dalam perjanjian waralaba, keterangan-keterangan yang harus disampaikan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba, dan bentuk perjanjiannya.
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
- Keputusan Menteri Perdagangan Nomor: 376/Kep/XI/1998 tentang Kegiatan Perdagangan
Keputusan Menteri Perdagangan ini telah memungkinkan perusahaan asing dalam status Penanaman Modal Asing (PMA) dapat melakukan penjualan hasil produksinya di dalam negeri sampai pada tingkat pengecer dengan mendirikan perusahaan patungan antara perusahaan asing dibidang produksi tersebut dengan perusahaan nasional sebagai penyalur.
Berbagai peraturan tersebut belum dapat menjamin kepastian hukum dalam bisnis franchise di Indonesia, karena masih menimbulkan berbagai persoalan, seperti perlindungan HaKI, perlindungan terhadap investor, pencegahan terhadap persaingan usaha monopoli dan oligopoly oleh franchisor, dan bagaimana memfasilitasi modal asing lewat franchise. Persoalan - persoalan ini perlu dituangkan dalam bentuk undang - undang yang khusus mengatur tentang franchise. Dengan adanya undang - undang tersebut nantinya akan memberikan kepastian hukum dalam usaha franchise.
Sumber
[1] Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Ctkn II, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 7
[2] Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Edisi Revisi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm 16.
[3] Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak, Bahan Ajar Hukum Kontrak, S2 UII, Yogyakarta, 2008.
[4] Munir Fuady, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm 135.
[5] Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Bogor 2008, hlm 6
[6] Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innomiat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm 164-165
[7] Gunawan Widjaja, Lisensi atau Waralaba Suatu Panduan Praktis: Seri Hukum Bisnis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 14.
[8] hukbis.files.wordpress.com/2009/06/bisnis-franchise-kel-3.ppt, diakses 31 Maret 2010
[9] Ibid, hlm 84.
Comments
Post a Comment
Dilarang keras melakukan spam, meletakkan suatu link dalam komentar dan diharapkan bertutur kata atau menulis dengan santun. Terima kasih