Dampak Korupsi Di bidang Ekonomi

Dampak Korupsi Dalam Perspektif Ekonomi - Otoritas Semu
Otoritas Semu Law Firm
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Menurut Mauro korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan Hal ini merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Di sisi lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. 
Dampak korupsi dari perspektif ekonomi adalah misallocation of resources, sehingga perekonomian tidak optimal. Berbagai dampak korupsi terhadap aspek ekonomi, adalah sebagai berikut:

  • Menghambat Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara - negara yang lebih aman. Korupsi akan menyebabkan investasi dari negara lain berkurang karena para investor luar negeri ingin berinvestasi pada negara yang bebas dari korupsi. Ketidakinginan berinvestasi pada negara korup memang sangat beralasan karena uang yang diinvestasikan pada negara tersebut tidak akan memberikan keuntungan seperti yang diharapkan oleh para investor, bahkan modal mereka pun kemungkinan hilang dikorupsi oleh para koruptor. 

Kondisi negara yang korup akan membuat pengusaha multinasional meninggalkannya, karena investasi di negara yang korup akan merugikan dirinya karena memiliki ‘biaya siluman’ yang tinggi.
Paulo Mauro mengungkapkan dampak korupsi pada pertumbuhan investasi dan belanja pemerintah bahwa korupsi secara langsung dan tidak langsung adalah penghambat pertumbuhan investasi. Berbagai organisasi ekonomi dan pengusaha asing di seluruh dunia menyadari bahwa suburnya korupsi di suatu negara adalah ancaman serius bagi investasi yang ditanam.

Oleh sebab itu, korupsi memberikan dampak yang sangat besar terhadap eksistensi negara. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaian actual growth dari nilai potential growth yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya, ini berdampak pada menurunnya growth yang dicapai.
  • Melemahkan Kapasitas dan Kemampuan Pemerintah dalam Program Pembangunan yang Meningkatkan Perekonomian

Pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, layanan publik cenderung lebih baik dan murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.

Korupsi juga turut mengurangi anggaran pembiayaan untuk perawatan fasilitas umum, seperti perbaikan jalan sehingga menghambat roda perekonomian.

Kuantitas dan kualitas barang juga menurun, karena besarnya biaya untuk proses yang terjadi karena korupsi. Rusaknya jalan-jalan, ambruknya jembatan, tergulingnya kereta api, beras murah yang tidak layak makan, tabung gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan masyarakat, tidak layak dan tidak nyamannya angkutan umum, ambruknya bangunan sekolah, merupakan serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa sebagai akibat korupsi. 

Korupsi juga dapat menyebabkan kurang baiknya hubungan internasional antarnegara. Hal ini disebabkan negara yang korup akan merugikan negara lain yang memberikan modal atau bekerja sama dalam bidang tertentu.
  • Meningkatkan Utang Negara

Kondisi perekonomian global yang mengalami resesi melanda semua negara termasuk Indonesia yang memaksa negara - negara tersebut untuk melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat karena resesi dan menutup biaya anggaran yang defisit.

Korupsi makin memperparah kondisi keuangan. Utang luar negeri terus meningkat. September 2013, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp2.273,76 triliun.
  • Menurunkan Pendapatan Negara

Pendapatan per kapita (PDB per kapita) Indonesia termasuk rendah. Pada Mei 2013, berada pada angka USD 4.000. Pendapatan negara terutama berkurang karena menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak. Pajak menjadi sumber untuk membiayai pengeluaran pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa publik.

Kondisi penurunan pendapatan dari sektor pajak, diperparah dengan korupsi pegawai pajak untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompok.
  • Menurunkan Produktivitas

Lemahnya investasi dan pertumbuhan ekonomi serta menurunnya pendapatan negara akan menurunkan produktivitas. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya pengangguran. Berdasarkan data Februari, 2013, angka pengangguran terbuka usia 15 tahun ke atas adalah 5,92% atau berdasarkan angka absolut mencapai 7.170.523 jiwa. Dibandingkan negara maju, angka ini jauh lebih tinggi, misal Belanda 3,3% atau Denmark 3,7%. Dibanding negara tetangga, misalnya Kamboja hanya 3,5% tahun 2007, Thailand 2,l% pada 2009.

Ujung dari penurunan produktivitas ini adalah kemiskinan masyarakat akan semakin meningkat.

Secara sederhana penduduk miskin di wilayah Indonesia dapat dikategorikan dalam dua kategori, yakni:
  1. Kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struktural yang bersifat terus menerus;
  2. Kemiskinan sementara (transient poverty), yaitu kemiskinan yang indikasinya adalah menurunnya pendapatan (income) masyarakat untuk sementara waktu akibat perubahan yang terjadi, semisal terjadinya krisis moneter. Mengingat adanya kemiskinan struktural, maka adalah naif jika kita beranggapan bahwa virus kemiskinan yang menjangkit di tubuh masyarakat adalah buah dari budaya malas dan etos kerja yang rendah (culture of poverty). William Ryan, seorang sosiolog ahli kemiskinan, menyatakan bahwa kemiskinan bukanlah akibat dari berkurangnya semangat wiraswasta, tidak memiliki hasrat berprestasi, fatalis.  Pendekatan ini dapat disebut sebagai blaming the victim (menyalahkan korban).

Pada tahun 2000-2001, the Partnership for Governanve Reform in Indonesia and the World Bank telah melaksanakan proyek “Corruption and the Porr”. Proyek ini memotret wilayah permukiman kumuh di Makassar, Yogyakarta, dan Jakarta. Tujuannya ingin menjelaskan bagaimana korupsi mempengaruhi kemiskinan kota. Dengan mengaplikasikan suatu metode the Participatory Corruption assessment (PCA), di setiap lokasi penelitian, tim proyek melakukan diskusi bersama 30-40 orang miskin mengenai pengalaman mereka bersentuhan dengan korupsi.  Kegiatan ini juga diikuti dengan wawancara perseorangan secara mendalam untuk mengetahui dimana dan bagaimana korupsi memiliki pengaruh atas diri mereka. Sebuah wawasan dan pemahaman yang holistik tentang pengaruh korupsi terhadap kehidupan sosial orang miskin pun didapat. 

Para partisipan program PCA ini mengidentifikasi empat resiko tinggi korupsi, yakni:
  • Ongkos finansial (financial cost)

Korupsi telah menggerogoti budget ketat yang tersedia dan meletakkan beban yang lebih berat ke pundak orang miskin dibandingkan dengan si kaya.
  • Modal manusia (human capital)

Korupsi merintangi akses pada efektivitas jasa pelayanan sosial termasuk sekolah, pelayanan kesehatan, skema subsidi makanan, pengumpulan sampah, yang kesemuanya berpengaruh pada kesehatan orang miskin dan keahliannya.
  • Kehancuran moral (moral decay)

Korupsi merupakan pengingkaran dan pelanggaran atas hukum yang berlaku (the rule law) untuk meneguhkan suatu budaya korupsi (culture of corruption)
  • Hancurnya modal sosial (loss of social capital)

Korupsi mengikis kepercayaan dan memberangus hubungan serta memporakporandakan kohesifitas komunitas.

Comments