Dampak Masif Dari Perilaku Korupsi

Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja. Korupsi menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Meluasnya praktik korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa, misalnya harga barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk, akses rakyat terhadap pendidikan dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu negara terancam, kerusakan lingkungan hidup, dan citra pemerintahan yang buruk di mata internasional sehingga menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing, krisis ekonomi yang berkepanjangan, dan negara pun menjadi semakin terperosok dalam kemiskinan.
Dampak korupsi menurut Evi Hartanti yaitu berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah, hal ini disebabkan karena pejabat pemerintah melakukan korupsi. Disamping itu, negara lain juga lebih mempercayai negara yang pejabatnya bersih dari korupsi, baik dalam kerja sama di bidang ekonomi, politik maupun dalam bidang lainnya. Hal ini mengakibatkan pembangunan ekonomi serta mengganggu stabilitas perekonomian negara dan stabilitas politik.
Menurut Evi Hartanti dampak korupsi yang berikutnya adalah menyusutnya pendapatan negara. Penerimaan negara untuk pembangunan didapatkan dari dua sektor, yaitu pada penerimaan pajak dan pungutan bea. Pendapatan negara dapat berkurang apabila tidak diselamatkan dari para pelaku korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat terhadap penyelundupan dan penyelewengan pada sektor-sektor penerimaan negara tersebut.
Dampak korupsi lebih lanjut dikemukakan oleh Evi Hartanti yaitu hukum tidak lagi dihormati. Negara kita merupakan negara hukum yang segala sesuatu harus didasarkan pada hukum. Cita-cita untuk menggapai tertib hukum tidak akan terwujud apabila para penegak hukum melakukan tindak pidana korupsi, sehingga hukum tidak lagi dapat ditegakkan, ditaati, serta tidak lagi diindahkan oleh masyarakat.
Lebih lanjut Evi mengatakan dampak korupsi selanjutnya ialah berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat. Apabila banyak dari pejabat pemerintah yang melakukan penyelewenangan keuangan negara, masyarakat akan besikap apatis terhadap segala tindakan dan anjuran pemerintah. Sifat apatis masyarakat ini yang mengakibatkan ketahanan nasional akan rapuh dan mengganggu stabilitas keamanan negara.
Dampak korupsi selanjutnya menurut Evi Hartanti yaitu rapuhnya keamanan dan ketahanan negara. Keamanan dan ketahanan negara akan menjadi rapuh apabila para pejabat pemerintah mudah disuap karena kekuatan asing yang hendak memaksakan ideologi atau pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia akan menggunakan penyuapan sebagai suatu sarana untuk mewujudkan cita-citanya. Dampak dari korupsi ini juga mengakibatkan pada berkurangnya loyalitas masyarakat terhadap negara.
Evi mengatakan bahwa dampak korupsi berikutnya adalah terjadi perusakan mental pribadi. Seseorang yang sering melakukan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang, mentalnya akan menjadi rusak. Hal ini mengakibatkan segala sesuatu dihitung dengan materi dan akan melupakan segala yang menjadi tugasnya dan hanya melakukan perbuatan atau tindakan yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya ataupun orang lain yang dekat dengan dirinya. Yang lebih berbahaya lagi, jika tindakan korupsi ini ditiru atau dicontohkan oleh generasi muda Indonesia.
Dampak Korupsi menurut Prof Sumitro Djojohadikusumo adalah kebocoran terhadap dana pembangunan sekitar 30 persen pada tahun 1989 sampai dengan 1993 dari total investasi, jumlah tersebut sekitar Rp 12 triliun. Yang dimaksud dengan kebocoran ialah pemborosan (inefisiensi ekonomi) atas penggunaan sumber daya ekonomi. Menurut Sumitro, ada beberapa penyebab kebocoron. Pertama, karena investasi yang ditanamkan dalam infrastruktur dengan masa pengembalian cukup lama. Kedua, lemahnya penggarapan dan perawatan proyek investasi. Ketiga, adanya penyimpangan dan penyelewengan.
Juniadi Soewartojo mengatakan bahwa dampak korupsi terhadap perekonomian dan pembangunan nasional pada umumnya dipandang negatif. Dengan korupsi akan berakibat pada pemborosan keuangan atau kekayaan negara maupun swasta, yang tidak terkendali penggunaannya karena berada di tangan para pelakunya yang besar kemungkinan disalurkan untuk keperluan-keperluan yang bersifat konsumtif. Korupsi dapat menghambat pula pertumbuhan dan pengembangan wiraswasta yang sehat dan disamping itu tenaga profesional kurang atau tidak dimanfaatkan pada hal yang potensial bagi pertumbuhan ekonomi.
Pendapat lain juga menyatakan bahwa korupsi pada dasarnya merupakan pajak tidak langsung yang harus dipikul oleh masyarakat, khususnya para konsumen. Hal ini disebabkan bahwa biaya yang harus dipikul pengusaha untuk keperluan mesin korupsi akan dibebankan pada konsumen dengan meningkatkan atau menaikkan harganya. Inefisiensi dalam birokrasi administrasi negara merupakan akibat tindakan korupsi para pejabat atau pegawai. Apabila keadaan demikian berlanjut, hal ini dapat menimbulkan dan menyuburkan apatisme masyarakat pada umumnya serta militanisme pada ekstrimis oposan pemerintah yang berkuasa. Krisis kepercayaan kepada para pejabat atau pemegang kekuasaan atau pemerintah sulit untuk dihindarkan. Situasi yang demikian ini akan dapat mematangkan suatu revolusi atau perubahan sosial lainnya.

Dampak korupsi pendapat CIBA yaitu:
  1. Korupsi menyebabkan turunnya kualitas pelayanan publik.
  2. Korupsi menyebabkan terenggutnya hak-hak dasar warga negara.
  3. Korupsi menyebabkan rusaknya sendi-sendi prinsip dari sistem pengelolaan keuangan negara.
  4. Korupsi menyebabkan terjadinya pemerintahan boneka.
  5. Korupsi dapat meningkatkan kesenjangan sosial.
  6. Korupsi dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan investor.
  7. Korupsi dapat menyebabkan terjadinya degradasi moral dan etos kerja. 
Mantan Direktur Jenderal Pembangunan Komisi Eropa, Dieter Frisch, melihat bahwa korupsi meningkatkan biaya barang dan jasa; meningkatkan utang suatu negara; membawa ke arah penurunan standar karena penyediaan barang-barang di bawah mutu dan diperolehnya teknologi yang tidak andal atau yang tidak diperlukan; dan mengakibatkan pemilihan proyek lebih didasarkan pada permodalan (karena lebih menjanjikan keuntungan bagi pelaku korupsi) daripada tenaga kerja yang akan lebih bermanfaat bagi pembangunan. Identik dengan di atas, korupsi di bidang kesehatan akan meningkatkan biaya barang dan jasa di bidang kesehatan, yang pada akhirnya kesemuanya harus ditanggung oleh konsumer atau rakyat (Krishnajaya, 2013). 

Comments