Korupsi harus dipahami sebagai tindakan melawan hukum dan ada pandangan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). KPK mengungkap tiga sebab mengapa korupsi di Indonesia menjadi kejahatan luar biasa yaitu:
- Korupsi di Indonesia sifatnya transnasional sehingga beberapa koruptor Indonesia mengirimkan uang ke luar negeri. Hasil pendataan KPK menunjukkan bahwa 40 persen saham di Singapura adalah milik orang Indonesia. Oleh sebab itu, Singapura hingga saat ini tak mau meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Tujuan dari perjanjian ini adalah meminta buron dari suatu negara yang lari ke negara lain untuk dikembalikan ke negara asalnya.
- Pembuktian korupsi di Indonesia itu super. Artinya, membutuhkan usaha ekstrakeras. Seperti diketahui, 50 persen kasus korupsi bentuknya penyuapan. Koruptor yang menyuap tidak mungkin menggunakan tanda terima atau kuitansi. Secara hukum, pembuktiannya cukup sulit.
- Dampak korupsi memang luar biasa. Contohnya, dari sektor ekonomi, utang Indonesia di luar negeri mencapai Rp1.227 triliun. Utang ini dibayar tiga tahap, 2011–2016, 2016–2021, dan 2021–2042. Permasalahan yang muncul apakah kita dapat melunasinya pada 2042? Di sisi lain, menjelang tahun itu banyak timbul utang-utang baru dari korupsi baru. (Republika, 2014)
Pandangan lain berpendapat bahwa tindak pidana korupsi itu hanya dianggap sebagai tindak pidana biasa dan bukan merupakan extraordinary crime.
Para ahli hukum tersebut merujuk pada Statuta Roma tahun 2002, yang dalam hal ini statuta tersebut menggolongkan korupsi bukan suatu kejahatan luar biasa yang tergolong extraordinary crime, yaitu kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Namun, Indonesia sendiri bukanlah negara yang ikut meratifikasi Statuta Roma tersebut.
Seluruh negara telah menyatakan perang terhadap korupsi dan koruptor, bahkan sebagai anggapan kejahatan luar biasa maka ada negara yang memberlakukan hukuman mati untuk para koruptor. Indonesia telah membuat undang-undang tersendiri untuk mencegah dan memberantas korupsi.
Beberapa Undang – Undang dan peraturan pemerintah yang erat kaitannya untuk mencegah dan memberantas korupsi yaitu:
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi;
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang;
- Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi;
Dalam konteks dunia kesehatan, menindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dalam jangka panjang 2012–2025 dan jangka menengah tahun 2012–2014, serta Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Kementerian Kesehatan telah mengimplementasikan peraturan tersebut ke dalam lingkungan internal.
Comments
Post a Comment
Dilarang keras melakukan spam, meletakkan suatu link dalam komentar dan diharapkan bertutur kata atau menulis dengan santun. Terima kasih