Analisa Perkara Penyuapan Bambang Haryanto Oleh Fairuuzani Indrawati

Fairuuzani Indrawati
Mahasiswi D3 Keperawatan
STIKES PAYUNG NEGERI

Profil Penulis

Tulisan ini dibuat oleh Fairuuzani Indrawati yang merupakan salah satu mahasiswi saya Jurusan D3 Keperawatan di STIKES PAYUNG NEGERI Pekanbaru - Riau  yang lahir di Pekanbaru tanggal 04 April 1999. Tulisan ini merupakan tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dengan menganalisa perkara korupsi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari pendapat para ahli, jenis – jenis dan tipe – tipe korupsi juga meninjau permasalahan tersebut dari berbagai aspek yang berkaitan erat dengan tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.

Abstrak
Pada umumnya suap diberikan kepada orang yang berpengaruh atau pejabat agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya. Orang yang memberi suap biasanya memberikan suap agar keinginannya tercapai baik berupa keuntungan tertentu ataupun agar terbebas dari suatu hukuman atau proses hukum. Maka tidaklah mengherankan yang paling banyak di suap adalah pejabat di lingkungan birokrasi pemerintah yang mempunyai peranan penting untuk memutuskan sesuatu umpamanya dalam pemberian izin ataupun pemberian proyek pemerintah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suap sudah mewarnai hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas masyarakat. Masalah suap sudah menjadi masalah yang multi dimensional  karena menyangkut masalah sosial, moral, hukum, ekonomi bahkan masalah keamanan. Dalam kasus ini telah terbukti adanya  penyuapan dan melanggar Pasal 5 ayat(1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  yang dilakukan oleh Bambang Haryanto dengan melakukan suap kepada Komisi B DPRD Jawa Timur sebesar Rp. 150 juta. Uang itu dititipkan ajudanya Anang Basuki Rahmat pada staf Komisi B DPRD Jatim. Uang suap dari dinas tesebut untuk melancarkan persetujuan dewan atas anggaran dan rencana kerja dinas terikat tahun 2017.
Kata Kunci: Suap, Pejabat Pemerintah, Hukum


PENDAHULUAN
Masalah suap adalah salah satu masalah yang sudah sangat lama terjadi dalam masyakat. Pada umumnya suap diberikan kepada orang yang berpengaruh atau pejabat agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya. Orang yang memberi suap biasanya memberikan suap agar keinginannya tercapai baik berupa keuntungan tertentu ataupun agar terbebas dari suatu hukuman atau proses hukum. Maka tidaklah mengherankan yang paling banyak di suap adalah pejabat di lingkungan birokrasi pemerintah yang mempunyai peranan penting untuk memutuskan sesuatu umpamanya dalam pemberian izin ataupun pemberian proyek pemerintah.  Suap sering diberikan kepada para penegak hukum umpamanya polisi, jaksa, hakim. Demikian juga kepada para pejabat bea cukai, pajak dan pejabat-pejabat yang berhubungan denga pemberian izin baik berupa izin berusaha, izin mendirikan bangunan dan lain-lain.

Suap juga ditemukan dalam penerimaan pegawai, promosi maupun mutasi, bahkan saat ini suap disinyalir telah merambah ke dunia pendidikan baik dalam tahap peneriman mahasiswa/siswi baru, kenaikan kelas, kelulusan bahkan untuk mendapatkan nilai tertentu dalam ujian mata pelajaran atau mata kuliah.  Untuk mendapatkan anggaran tertentu dari pemerintah pun saat ini ditengarai diwarnai suap agar mendapatkan jumlah anggaran yang diinginkan. Saat ini pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan surat keterangan ataupun identitas juga rawan denga suap umpamanya surat keterangan mengenai umur, status perkawinan untuk calon TKI, pembuatan paspor, KTP, SIM dan lain-lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suap sudah mewarnai hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas masyarakat. Masalah suap sudah menjadi masalah yang multi dimensional karena menyangkut masalah sosial, moral, hukum, ekonomi bahkan masalah keamanan. Suap (bribery) bermula dari asal kata briberie (Perancis) yang artinya adalah ’begging’ (mengemis) atau ’vagrancy’ (penggelandangan). Dalam bahasa Latin disebut briba, yang artinya ’a piece of bread given to beggar’ (sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya bribe bermakna ’sedekah’ (alms), ’blackmail’, atau ’extortion’ (pemerasan) dalam kaitannya dengan ’gifts received or given in order to influence corruptly’ (pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud untuk memengaruhi secara jahat atau korup).  Dengan demikian seseorang yang terlibat dalam perbuatan suap menyuap sebenarnya harus malu apabila menghayati makna dari kata suap yang sangat tercela dan bahkan sangat merendahkan martabat kemanusiaan, terutama bagi si penerima suap. Suap-menyuap bersama- sama dengan penggelapan dana-dana publik (embezzlement of public funds) sering disebut sebagai inti atau bentuk dasar dari tindak pidana korupsi.  Korupsi sendiri secara universal diartikan sebagai bejat moral, perbuatan yang tidak wajar, atau noda (depravity, perversion, or taint); suatu perusakan integritas, kebajikan, atau asas-asas moral (an impairment of integrity, virtue, or moral principles). Kriminalisasi terhadap tindak pidana suap mempunyai alasan yang sangat kuat sebab kejahatan tersebut tidak lagi dipandang sebagai kejahatan konvensional, melainkan sebagai kejahatan luar biasa.

Rumusan Masalah 
  1. Bagaimanakah kasus suap kepala dinas oleh Bambang Hariyanto?
  2. Apa saja analisa kasus suap kepala dinas tersebut?
Tujuan
  • Untuk mengetahui kasus suap kepala dinas
  • Dapat mengetahui analisa kasus suap kepala dinas

LANDASAN TEORI
  • Pengertian Korupsi
Korupsi merupakan tindakan seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan.

Kata korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) yang artinya merupakan suatu tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
  • Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli 
Hendry Campbell black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of others”, (terjemahannya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain. Menurut black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hokum menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan kewajibannya.

Menurut Gunnar Myrdal, korupsi adalah suatu masalah dalam pemerintahan karena kabiasaan malakukan penyuapan dan ketidak jujuran mambuka jalan membongkar korupsi dan tindakan-tindakan penghukuman terhadap pelanggaran.

Menurut Barley, perkataan “korupsi” dikaitkan dengan perbuatan penyuapan yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi.

Menurut M.Mc. Mullan, seseorang pejabat pemerintah dikatakan “korup” apabila ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang ia biasa lakukan dalam tugas jabatannya, padahal ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikian.

Menurut J.S.Nye, korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari kewajiban-kewajiban normal suatu peranan jawatan pemerintah, karena kepentingan pribadi (keluarga,golongan,kawan akrab), demi mengejar status dan gengsi atau pencari pengaruh bagi kepentingan pribadi.

PEMBAHASAN
  • Kronologi kasus
SURABAYA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Kepala Dinas Pertanian (Distan) Jatim, Bambang Heryanto dua tahun penjara dalam sidang di pengadilan tindak pidana Korupsi (Tripikor) Surabaya di Sidoharjo, Jumat (6/10/2017). Sedangkan Anang Basuki Rahmat, ajudan Bambang Heryanto dituntut satu tahun enam bulan penjara. Jaksa menilai, kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Selama persidangan terungkap, kedua terdakwa secara triwulanan menyetor sejumlah uang ke anggota Komisi B DPRD Jatim. Dalam surat tuntutan JPU KPK menyebutkan , terdakwa mantan Kepala Distan Jatim Bambang Heryanto memberi uang suap pada pimpinan Komisi B DPRD Jatim sebesar Rp. 150 juta. Uang itu dititipkan ajudanya Anang Basuki Rahmat pada staf Komisi B DPRD Jatim. Uang suap dari dinas tesebut untuk melancarkan persetujuan dewan atas anggaran dan rencana kerja dinas terikat tahun 2017. praktik suap tersebut terhenti setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada awal Juni 2017 lalu.
  • Akhir kasus
“Kedua terdakwa juga dituntut pidana denda masing-masing denda Rp.50 juta substansi tiga bulan kurungan dikurangi masa tahanan yang dijalani terdakwa,” kata salah satu jaksa KPK, Budi Nugraha. Dalam perkara ini, kedua terdakwa dianggap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
  • Analisa Kasus Penyuapan 
Menurut analisis saya pada kasus “Bambang Haryanto” ini, merupakan perbuatan penyuapan yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi. Hal yang memberatkan terdakwa, ia tidak mendukung program pemerintahan dalama mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
  • Jenis dan Tipe Korupsi Berdasarkan Kasus
Jenis perkara suap yang dilakukan Bambang adalah jenis perkara korupsi Against the Rule Corruption yakni, sepenuhnya betentangan dengan hukum, misalnya penyuapan, penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korupsi. Dimana ia sengaja melakukan penyuapan demi kelancaran anggaran dan rencana kerja dinas dengan penyalahgunaan jabatanya tersebut demi keuntungan pribadi. Dan dari kasus diatas juga termasuk tipe korupsi Mercenery Corruption.
  • Bentuk-bentuk Korupsi
Menurut analisis saya bentuk perkara suap yang dilakukan Bambang adalah bentuk perkara korupsi yang berupa penyuapan (bribery) tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang yang melibatkan sejumlah pemberian kepada seseorang dengan maksud agar penerima pemberian tersebut mengubah perilaku sedemikian rupa sehingga bertantangan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Ini sangat berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukanya agar semua urusan dapat terselesaikan sesuai yang dinginkan dengan rencana yang sangat merugikan masyarakat. Tingkat kasus diatas sudah termasuk tingat teratas yaitu Material Benefit mendapatkan keuntungan material yang bukan haknya melalui kekuasaan baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
  • Korupsi dalam Berbagai Prespektif
Menurut analisis saya kasus penyuapan Bambang ini termasuk prespektif budaya, agama, dan hukum. Mengapa? Karena dalam prespektif budaya hal-hal yang menyangkut tentang suap menyuap ini sudah menjadi hal yang biasa di Indonesia. Sebab apa, kebiasaan masyarakat memberikan uang pelicin atau tips kepada yang bersangkutan untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh yang diinginkan. Dengan demikian kasus suap yang dilakukan Bambang merupakan kasus yang sering terjadi.

Dalam prespektif Agama juga telah ditegaskan bahwa suap itu haram dilakukan karena kan berdampak negative bagi masyarakat. Suap (risywah) yaitu “membungkam mulut seseorang ,ia tidak mampu berbicara apapun”. Sesuatu yang diberikan kepada seseorang untuk menghidupi kebathilan atau menghancurkan kebenaran. Dan sesungguhnya suap dilarang dan dibenci dalam islam karena sebenarnya perbuatan tersebut (suap) termasuk perbuatan yang bathil.

Dalam prespektif Hukum pula melakukan suap itu sangat tidak dianjurkan karena dapat merugikan uang Negara untuk kepentingan umum lainnya. Korupsi suap ini sangat sulit pembuktiannya Artinya, membutuhkan usaha ekstrakeras untuk menguak kasus penyuapan yang dilakukan Bambang Haryanto. karena kasus korupsi penyuapan ini tidak mungkin menggunkan tanda terima atau kuitansi sebagai syarat sah penerimaan, jadi pembuktiannya cukup sulit. Tetepi anggota KPK berhasil menangkap tangan koruptor-koruptor dan menindak lanjuti ke pihak yang berwajib.

  • Faktor Penyebab Korupsi Berdasarkan Kasus
Faktor-faktor pendorong yang terlibat dalam kasus korupsi:
  • Faktor internal
  1. Adanya harsat yang besar untuk memperkaya diri
  2. Adanya dorongan dari dalam hati untuk melakukan penyuapan agar proses yang diinginkan cepat terselesaikan
  3. Moral yang kurang kuat, adanya kesempatan atau kecenderungan untuk melakukan korupsi.
  • Faktor Eksternal
  1. Lemahnya pengendalian pengawasan
  2. Adanya dorongan dari pihak luar yang berkaitan
  3. Manajemen yang kurang baik sehingga memberikan peluang untuk melakukan korupsi

SIMPULAN
Dari banyaknya kasus penyuapan yang terjadi didunia ini khususnya diIndonesia, maka dapat disimpulkan bahwasanya tindakan suap  itu sangat merugikan dan merupakan tidak kejahatan baik dari segi hukum undang-undang maupun dalam sisi agama, dari tindakan suap muncul dan merajalelanya degradasi moral , redupnya cahaya akhlak yang luhur, timbulnya saling mendzalimi antar individu serta selau mementingkan kepentingan diri sendiritanpa memandang hak-hak orang lain. Perilaku seperti ini akan dapat dicegah apabila kita mulai dari diri sendiri dulu agar tidak melakukan tindakan tersebutserta tidak menerima atas hal berupa suap.

SARAN
Tindakan suap sangatlah sulit dibuktikan dan terkadang sering lewat dari pengawasan, maka dari itu lebih baik pengetahuan tindak kejahatan suap dapat dibangun sejak dini agar membangun anak bnagsa yang lebih baik dan Negara jadi lebih baik pula. Untuk masyarakat di Negara Indonesia ini hentikanlah langkah anda untuk berbuat yang tidak benar. Dan diperuntukkan kepada penyidik korupsi dan penyuapan agar diperketat dalam pengwasannya. Supaya Indonesia ini bebas dari yang namanya korupsi.


DAFTAR RUJUKAN
Supandji, Hendraman (2009), Tindak Pidana Korupsi dan Penaggulanggannya, Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro.

Klitgard, Robert (2005), Membasmi korupsi (penerjemah Hermojo), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Pope, Jaremy, (2003) Startegi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, Jakarta: Yayasan Obormas Indonesia.

Comments