Analisa Kasus Tindak Pidana Korupsi Gubernur Provinsi Riau H. Annas Maamun Oleh Mutiara Syasabila

Mutiara Syasabila
Mahasiswi D3 Keperawatan
STIKES PAYUNG NEGERI

Profil Penulis

Tulisan ini dibuat oleh Mutiara Syasabila yang merupakan salah satu mahasiswi saya Jurusan D3 Keperawatan di STIKES PAYUNG NEGERI Pekanbaru - Riau  yang lahir di Pekanbaru tanggal 15 September 1999. Tulisan ini merupakan tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dengan menganalisa perkara korupsi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari pendapat para ahli, jenis – jenis dan tipe – tipe korupsi juga meninjau permasalahan tersebut dari berbagai aspek yang berkaitan erat dengan tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.

Abstrak

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Riau H. Annas Maamun. Maraknya berita mengenai tindak pidana korupsi yang terus menerus dikabarkan diberbagai media seperti media televisi, media cetak dan media online sangat memprihatinkan. Tidak sedikit tindak pidana korupsi sulit diungkap dikarenakan minimnya barang bukti dan alat bukti yang ditemukan, karena pelaku biasanya berusaha untuk tidak meninggalkan jejak agar kasusnya tidak terungkap. Kasus korupsi yang diangkat dari makalah ini yaitu mengenai penerimaan uang sebesar Rp 2 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat (USD). Sanksi atau hukuman yang diberikan terhadap terdakwa H. Annas Maamun berupa pidana penjara selama 6 (enam) tahun, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp.250.000.000,-. Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor intenal (NIAT) dan faktor eksternal (KESEMPATAN). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku. Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada semua individu. Setidaknya ada 9 nilai anti korupsi yang penting untuk ditanamkan pada semua individu, yaitu: kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, kebernian, dan keadilan.

PENDAHULUAN

Latar Belakang 

Perkembangan zaman yang sedemikian maju membawa dampak terhadap berkembangnya jenis dan pola kejahatan. Salah satu jenis kejahatan yang sampai saat ini marak di Indonesia adalah tindak pidana korupsi. Korupsi dikategorikan sebagai kejahatan yang luar biasa, karena negara mengalami kerugian sangat besar yang nantinya berdampak bagi masyarakat, sehingga dibutuhkan upaya pemberantasan yang luar biasa untuk memberantas kejahatan ini. Tidak sedikit tindak pidana korupsi sulit diungkap dikarenakan minimnya barang bukti dan alat bukti yang ditemukan, karena pelaku biasanya berusaha untuk tidak meninggalkan jejak agar kasusnya tidak terungkap. Hal tersebut biasa terjadi karena tingginya tingkat intelektual seseorang. Tindak pidana korupsi juga digolongkan sebagai kejahatan kerah putih atau white collar crime karena pelakunya sebagian besar merupakan orang-orang berintelektual dan memiliki pengaruh dalam kekuasaan.

Maraknya berita mengenai tindak pidana korupsi yang terus menerus dikabarkan diberbagai media seperti media televisi, media cetak dan media online sangat memprihatinkan. Terungkapnya berbagai kasus tindak pidana korupsi disisi memprihatinkan, terdapat keberhasilan para penegak hukum dalam memberantas kejahatan ini. Tindak pidana korupsi tidak hanya terjadi di pemerintahan pusat seperti kasus korupsi proyek hambalang, kasus korupsi pengadaan sapi, kasus korupsi mafia pajak dan masih banyak kasus tindak pidana korupsi lainnya. Salah satu tindak pidana korupsi yang terjadi di pemerintahan daerah yaitu kasus tindak pidana korupsi di Provinsi Riau. Kasus ini terkait penyuapan yang dilakukan oleh berbagai pihak terhadap Gubernur provinsi Riau.

Rumusan Masalah 

  1. Bagaimanakah kasus korupsi H. Annas Maamun?
  2. Apa saja analisa terhadap kasus korupsi H. Annas Maamun?
Tujuan 
  1. Memahami kasus korupsi H. Annas Maamun
  2. Dapat mengetahui analisa terhadap kasus korupsi H. Annas Maamun

LANDASAN TEORI

Pengertian korupsi 

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.[1] Terdapat berbagai macam pengertian dan definisi dari korupsi, yaitu:
  1. Para ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi didefinisikan sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang umum dan swasta. 
  2. Hendry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rigths of others”, (terjemahan bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain). Menurut black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan kewajibannya.
  3. David H Balley mengatakan, korupsi sementara dikaitkan dengan penyuapan adalah suatu istilah umum yang meliputi penyalahgunaan wewenang sebagai akibat pertimbangan keuntungan pribadi yang tidak selalu berupa uang. Batasan yang luas dengan titik berat pada penyalahgunaan wewenang memungkinkan dimasukkan penyuapan, pemerasan, penggelapan, pemanfaatan sumber dan fasilitas yang bukan milik sendiri untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan nepotisme ke dalam korupsi. 
  4. Definisi korupsi yang berkaitan dengan konsep jabatan dalam pemerintahan terlihat didalam karya tiga pengarang sebagai berikut, yaitu:
  • Menurut Barley, pekataan “korupsi” dikaitkan dengan perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang atas kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi[2].
  • Menurut M.Mc.Mullan, seorang pejabat pemerintahan dikatakan “korup” apabila ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang ia biasa lakukan dalam tugas jabatannya, padahal ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikan[3].
  • Menurut J.S.Nye, korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari kewajiban-kewajiban normal suatu peranan jawatan pemerintah, karena kepentingan pribadi (keluarga, golongan, kawan akrab), demi mengejar status dan gengsi atau pencari pengaruh bagi kepentingan pribadi[4]. 
Jadi Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi dianggap telah melakukan penyelewengan dalam hal keuangan atau kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum. Korupsi lebih ditekankan kepada perbuatan yang merugikan masyarakat luas demi kepentingan pribadi maupun golongan. 

Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi dibidang ekonomi, dan menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeted corrupt.[5]

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara.[6]

PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah di paparkan diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Provinsi Riau H. Annas Maamun. 

Biografi H. annas maamun

Drs. H. Annas Maamun (lahir di Bagansiapiapi, Riau, 17 April 1940, umur 77 tahun) adalah Gubernur Riau saat ini, yang menjabat sejak 19 Februari 2014 ia merupakan tokoh keturunan Melayu. Annas Maamun menempuh pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat No. 1 Bagansiapiapi pada tahun 1945. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke SGB Negeri Bengkalis pada tahun 1957 dan SGA Negeri Tanjung Pinang pada tahun 1960. Kemudian ia menempuh pendidikan di PGSLP Negeri Padang Tugas Belajar pada tahun 1962.

Annas Maamun pernah menjadi guru di SMP Negeri Bagansiapiapi pada tahun 1960 hingga tahun 1964 dan juga menjadi guru di SMP Negeri No.2 Pekanbaru pada tahun 1967 hingga tahun 1968. Selain menjadi guru, Annas Maamun pernah menjadi birokrat diKabupaten Bengkalis dan Kotamadya Pekanbaru dimana ia pernah menjadi pelaksana tugas Camat Rumbai pada tahun 1986. Ia juga pernah menjadi ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bengkalis dari tahun 1999 hingga tahun 2001. Kemudian ia menjadi ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rokan Hilir dari tahun 2001 hingga tahun 2005. Pada tahun 2006 ia terpilih sebagai Bupati Rokan Hilir dan menjabat hingga tanggal 29 Januari 2014. Ia diberhentikan sebagai Bupati Rokan Hilir karena terpilih dalam pemilihan umum Gubernur Riau 2013 sebagai Gubernur Riau yang baru. Ia dilantik sebagai Gubernur Riau pada tanggal 19 Februari 2014.

Pada tanggal 25 September 2014, satuan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap sembilan orang, dimana salah satunya adalah Annas Maamun yang masih menjabat sebagai Gubernur Riau. Annas Maamun ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Cibubur, Jakarta Timur. Annas Maamun ditangkap terkait dengan dugaan suap alih fungsi lahan. Komisi Pemberantasan Korupsi juga menyita sejumlah mobil, termasuk mobil berpelat nomor Riau. Annas Maamun merupakan Gubernur Riau ketiga yang secara berturut-turut ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, dimana sebelumnya Saleh Djasit yang menjabat dari tahun 1998 hingga 2003 ditangkap karena kasus korupsi mobil pemadam kebakaran yang melibatkan Hari Sabarno. Kemudian Rusli Zainal yang menjabat untuk periode 2003 hingga 2013 ditangkap karena kasus korupsi PON XVIII, suap anggota DPRD Riau, dan penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HT) di Kabupaten Pelalawan, Riau. 

Pada 26 September 2014,Komisi Pemberantasan Korupsi  melalui ketuanya, Abraham Samad menetapkan Annas sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan pada 25 September malam. Menurut Abraham, Annas diduga menerima uang dari pengusaha terkait dengan izin alih fungsi hutan tanaman industri di Riau. Selain Annas, KPK menetapkan pengusaha sawit berinisial GM sebagai tersangka. GM diduga sebagai pihak pemberi uang kepada Annas. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta sebagai barang bukti. Annas Maamun akan segera ditahan di rumah tahanan Guntur, berbeda dengan tersangka GM yang sedianya akan ditahan di rumah tahanan KPK. Terkait dengan hal ini, Mendagri Gamawan Fauzi akan segera menunjuk Wakil Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menjadi pelaksana tugas Gubernur Riau setelah disahkannya undang-undang pemerintah daerah.[7]

Kronologi Kasus Korupsi H.  Annas Maamun

Berhubung karena kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan ole H. Annas Maamun ada 3, maka penulis hanya mengambil salah satu dari kasus tersebut yaitu mengenai penerimaan uang sebesar Rp 2 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat (USD)dari Gulat Manurung. Karenanya Annas dijerat dengan pasal 12 b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

 Bahwa Terdakwa H. ANNAS MAAMUN Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu Selaku Gubernur Riau periode tahun 2014-2019 yang diangkat berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10/P Tahun 2014 tanggal 14 Pebruari 2014, pada hari Rabu tanggal 24 September 2014 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2014, bertempatdi Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, atau setidak-tidaknya di tempat lain yang berdasarkan Pasal 5 jo Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, menerima hadiah yaitu hadiah uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu dari GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) tersebut diberikan karena Terdakwa selaku Gubernur Riau telah memasukkan areal kebun kelapa sawit yang dikelola oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG yang terletak di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih 1.188 ha (seribu seratus delapan puluh delapan hektar) dan di Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir seluas kurang lebih 1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar) serta kebun kelapa sawit milik EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN yang terletak di daerah Duri Kabupaten Bengkalis seluas 120 ha (seratus dua puluh hektar)ke dalam usulan revisi surat perubahan luas bukan kawasan hutan di Propinsi Riau, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu kewajiban a Terdakwa selaku Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana ketentuan Pasal 28 huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :
  1. Bahwa Terdakwa selaku Gubernur Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan mempunyai kewenangan untuk mengajukan usulan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan.
  2. Bahwa pada acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Propinsi Riau tanggal 9 Agustus 2014, Terdakwa menerima kunjungan ZULKIFLI HASAN (Menteri Kehutanan) yang memberikan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor: SK.673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas ±1.638.249 ha (satu juta enam ratus tiga puluh delapan ribu dua ratus empat puluh sembilan hektar), Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ±717.543 ha (tujuh ratus tujuh belas ribu lima ratus empat puluh tiga hektar) dan Penunjukkan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ±11.552 ha (sebelas ribu lima ratus lima puluh dua hektar) di Propinsi Riau. Pada pidatonya dalam acara HUT Propinsi Riau, ZULKIFLI HASAN memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui Pemerintah Daerah Propinsi Riauuntuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.
  3. Sehubungan dengan adanya kesempatan melakukan revisi atas SK.673/Menhut-II/2014,kemudian Terdakwa memerintahkan M. YAFIZ (Kepala Bappeda Propinsi Riau) dan IRWAN EFFENDI (Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau) untuk melakukan penelaahan terkait keberadaan kawasan yang direncanakan dalam program pembangunan daerah Propinsi Riau yang masih masuk sebagai kawasan hutan untuk diusulkan revisi menjadi bukan kawasan hutan/Area Penggunaan Lainnya (APL). Selanjutnya dilakukan penelaahan oleh M. YAFIZ dan IRWAN EFFENDI bersama-sama dengan CECEP ISKANDAR (Kabid Planologi Dinas Kehutanan Propinsi Riau), SUPRIADI (Kasi Tata Ruang Bappeda Propinsi Riau), ARDESIANTO (Kasi Perpetaan Dinas Kehutanan Propinsi Riau), dan ARIEF DESPENSARY (Kasi Penatagunaan Dinas Kehutanan Propinsi Riau).
  4. Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2014 Terdakwa menerima laporan hasil telaahan atas SK.673/Menhut-II/2014 dari CECEP ISKANDAR dan setelah Terdakwa melakukan koreksi maka pada tanggal 12 Agustus 2014 terdakwa menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor 050/ BAPPEDA/58.13 tanggal 12 Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Propinsi Riau dalam Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Sesuai Hasil Rekomendasi Tim Terpadu yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan.
  5. Selanjutnya Surat Gubernur Riau tersebut dibawa ke kantor Kementerian Kehutanan oleh ARSYAD JULIANDI RACHMAN (Wakil Gubernur Riau), M. YAFIZ, IRWAN EFFENDY dan CECEP ISKANDAR yang bertemu dengan ZULKIFLI HASAN pada tanggal 14 Agustus 2014. Pada pertemuan itu ZULKIFLI HASAN memberi tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut, yang peruntukannya antara lain untuk jalan tol, jalan propinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan untuk rakyat miskin seluas 1.700 ha (seribu tujuh ratus hektar)di Kabupaten Rokan Hilir. Selain itu ZULKIFLI HASAN secara lisan memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Propinsi Riau maksimal 30.000 ha (tiga puluh ribu hektar). 
  6. Atas pengajuan revisi SK Menteri Kehutanan NomorSK.673/MenhutII/2014 tersebut, pada bulan Agustus 2014 terdakwa ditemui oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG di rumah dinas Gubernur Riau untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit yang dikelola GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Terdakwa lalu meminta GULAT MEDALI EMAS MANURUNG berkoordinasi dengan CECEP ISKANDAR yang pada saat itu sedang berada di rumah dinas Terdakwa terkait pelaporan hasil kunjungan ke Jakarta menemui Menteri Kehutanan. Menindaklanjuti arahan terdakwa kemudian GULAT MEDALI EMAS MANURUNG membicarakan hal tersebut dengan CECEP ISKANDAR, yang pada intinya meminta agar areal kebun sawit yang dikelola GULAT MEDALI EMAS MANURUNG di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih 1.188 ha (seribu seratus delapan puluh delapan hektar) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas kurang lebih 1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar) dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi SK Menteri Kehutanan NomorSK.673/Menhut-II/2014 padahal lokasi tersebut diluar lokasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu Kehutanan Riau. 
  7. Atas permintaan tersebut, CECEP ISKANDAR meminta GULAT MEDALI EMAS MANURUNG memberikan gambar peta lokasi areal yang akan direvisi. Selanjutnya GULAT MEDALI EMAS MANURUNG memerintahkan RIYADI MUSTOFA alias BOWO memberikan gambar peta (shape file) kepada CECEP ISKANDAR untuk dilakukan penelahaan bersama ARDESIANTO, yang hasilnya terdapat beberapa kawasan yang tidak bisa dimasukan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung, namun GULAT MEDALI EMAS MANURUNG meminta agar tetap dimasukkan ke dalam usulan. 
  8. Setelah draft usulan revisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 selesai dibuat, selanjutnya CECEP ISKANDAR melaporkan draft usulan revisi tersebut kepada Terdakwa dan menyampaikan bahwa usulan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG masih dalam kawasan hutan, selanjutnya Terdakwa memerintahkan CECEP ISKANDAR agar tetap memasukkan usulan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG ke dalam surat usulan revisi tersebut. Kemudian pada tanggal 17 September 2014 Terdakwa menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor 050/BAPPEDA/8516 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Propinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan yang didalamnya terdapat area kebun sawit sebagaimana yang dimintakan oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN yaitu Kebun Rakyat Miskin di Rokan Hillir seluas 1.700 ha (seribu tujuh ratus hektar), kebun kelapa sawit di Kuantan Sengingi seluas lebih dari 1.000 ha (seribu hektar) dan kebun kelapa sawit di Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hillir serta kebun kelapa sawit seluas 120 ha (seratus dua puluh hektar) di daerah Duri Kabupaten Bengkalis, yang mana lokasi-lokasi tersebut diluar wilayah rekomendasi Tim Terpadu Kehutanan Riau, selanjutnyatanggal 19 September 2014 atas perintah Terdakwa, CECEP ISKANDAR menyerahkan surat tersebut kepada MASHUD (Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan) di Jakarta untuk diproses permohonannya. 
  9. Pada tanggal 21 September 2014 Terdakwa berangkat ke Jakarta dalam rangka urusan dinas sekaligus memantau perkembangan surat usulan revisi tersebut di Kementerian Kehutanan. Keesokan harinya tanggal 22 September 2014 Terdakwa menghubungi GULAT MEDALI EMAS MANURUNG melalui telepon dan meminta uang kepada GULAT MEDALI EMAS MANURUNG sebesar Rp. 2.900.000.000,00 (dua miliar sembilan ratus juta rupiah) dengan dalih bahwa uang tersebut akan diberikan kepada anggota DPRRI Komisi IV sebanyak 60 (enam puluh) orang untuk mempercepat proses pengesahan RTRW Propinsi Riau oleh DPR RI yang didalamnya terdapat revisi terkait perubahan kawasan hutan dimana lahan sawit yang dikelola GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan kebun kelapa sawit yang dimiliki EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN termasuk dalam usulan tersebut. 
  10. Pada tanggal 23 September 2014, Terdakwa menghubungi GULAT MEDALI EMAS MANURUNG melalui telepon menanyakan apakah uang yang diminta oleh Terdakwa sudah tersedia, dan dijawab oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG bahwa uang tersebut sudah tersedia, dengan mengatakan,” Bisa pak, bisa sudah sudah sudah terkumpul kacang pukulnya pak, udah” atas penyampaian tersebut selanjutnya Terdakwa meminta GULAT MEDALI EMAS MANURUNG untuk segera membawa uang tersebut ke Jakarta dan menyerahkan kepada Terdakwa. 
  11. Pada tanggal 24 September 2014 GULAT MEDALI EMAS MANURUNG bersama dengan EDI AHMADalias EDI RM berangkat ke Jakarta dan pada sekitar pukul 19.00 WIB tiba di rumah Terdakwa di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur, Bekasi Jawa Barat.Setibanya di rumah Terdakwa, GULAT MEDALI EMAS MANURUNG berbincang-bincang dengan Terdakwa dan kemudian makan malam bersama di Rumah Makan Hanamasa Cibubur. Sepulang makanmalam saat berada didepan rumah Terdakwa, GULAT MEDALI EMAS MANURUNG menyerahkan sebuah tas berwarna hitam yang berisi uang sejumlah USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) kepada TRIYANTO (ajudan Terdakwa) dan berpesan agar tas tersebut diserahkan kepada Terdakwa. Setelah menerima uang dari GULAT MEDALI EMAS MANURUNG, selanjutnya TRIYANTOmenyerahkan tas berisi uang tersebut kepada Terdakwa, danTerdakwa memerintahkan kepada TRIYANTO agar tas berisi uang tersebut diletakkan di atas meja kerja ruang belakang samping taman. Selanjutnya Terdakwa membawa tas tersebut ke kamar Terdakwa di lantai 2 (dua) dan membuka tas yang berisi uang dalam bentuk dollar Amerika Serikat lalu menyimpannya di dalam lemari. 
  12. Terdakwa yang mengetahui uang yang diterima dari GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dalam bentuk pecahan mata uang dollar Amerika Serikat, selanjutnya menghubungi GULAT MEDALI EMAS MANURUNG melalui telepon dan meminta agar GULAT MEDALI EMAS MANURUNG menukar uang tersebut menjadi pecahan mata uang Dollar Singapura. Keesokan harinya pada tanggal 25 September 2014, Terdakwa bersama TRIYANTOmenemuiGULAT MEDALI EMAS MANURUNG di Restoran Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat dan menyuruh TRIYANTO menyerahkan kembali tas berwarna hitam yang berisi uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) kepada GULAT MEDALI EMAS MANURUNG untuk ditukarkandengan mata uang dollar Singapura. Setelah itu GULAT MEDALI EMAS MANURUNG bersama-sama dengan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN pergi menukarkan uang sejumlah USD166,100(seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat)dengan mata uang dollar Singapura sejumlah SGD 156,000 (seratus lima puluh enam ribu dollar Singapura) dan mata uang rupiah sejumlah Rp. 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah)di money changer PT AYU MASAGUNG di daerah Kwitang Jakarta Pusat. Setelah menukarkan uang tersebut GULAT MEDALI EMAS MANURUNG diantarLILI SANUSI (Sopir Badan Penghubung Propinsi Riau di Jakarta) menuju rumah Terdakwa di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur untuk menyerahkan uang tersebut. 
  13. Tidak lama setelah itu datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap Terdakwa dan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG kemudian menemukan uang sejumlah SGD156,000 (seratus lima puluh enam ribu dollar Singapura) dan Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) di rumah Terdakwa. Selain itu juga ditemukan uang sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dari dalam tas GULAT MEDALI EMAS MANURUNG. s) Bahwa Terdakwa mengetahui atau patut menduga perbuatannya menerima hadiah uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) dari GULAT MEDALI EMAS MANURUNG disebabkan karena Terdakwa selaku Gubernur Riau telah memasukkan permintaan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAANagar areal kebun sawit di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih ±1.188 ha(seribu seratus delapan puluh delapan hektar) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas ±1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar)serta kebun sawit di daerah Duri Kabupaten Bengkalis seluas ±120 ha (seratus dua puluh hektar) ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Propinsi Riau yang ditandatangani oleh Terdakwa walaupun lokasi tersebut tidak termasuk dalam lokasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu, perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Gubernur Riau sekaligus Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yakni Pasal 5 angka 4 yang berbunyi “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme” dan Pasal 5 angka 6 yang berbunyi “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” serta bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yakni Pasal 28 huruf d yang berbunyi “Kepala Daerah dilarang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya”. 
Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah membaca tuntutan hukum/requisitoir Penuntut Umum tertanggal 20 Mei 2015 yang menuntut agar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan putusan sebagai berikut : 
  1. Menyatakan Terdakwa H. ANNAS MAAMUN telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaima diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaima diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPdalam Dakwaan PERTAMA, Dakwaan Kedua dan Dakwaan KETIGA Pertama. 
  2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa H. ANNAS MAAMUN berupa pidana penjara selama 6 (enam) tahun, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya Terdakwa tetap ditahan dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsidiair selama 5 (lima) bulan kurungan .[8]

Berbagai tanggapan mengenai tuntutan terlalu ringan

Tuntutan enam tahun denda Rp250 juta terhadap Annas mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Even Sembiring, dari Walhi Riau mengatakan, kalau lihat Pasal 12 B UU Tipikor dengan ancaman penjara 20 tahun, tuntutan kepada Annas, terlalu ringan. “Untuk itu, kita minta hakim menjatuhkan putusan lebih berat. Jangan sekadar merujuk tuntutan karena ada peluang bagi hakim menjatuhkan pidana lebih berat dengan merujuk dakwaan dan fakta-fakta persidangan,” katanya kepada Mongabay, Senin (25/5/15).

Menurut dia, poin lain perkara pelepasan kawasan ini tak boleh berhenti sampai di Atuk saja. Sebab, dalam fakta persidangan Atuk dan Gulat jelas-jelas diketahui ada keterlibatan korporasi seperti Duta Palma. Bahkan, katanya, ada peranan pejabat Kementerian Kehutanan.“Jadi, jangan sekadar jadikan Atuk sebagai tumbal, pihak lain yang terlibat harus diseret. Momen ini bisa dimanfaatkan KPK untuk menyeret korporasi yang terlibat korupsi kehutanan.”

Zenzi Suhadi, Manajer Kampanye Walhi Nasional mengatakan, kasus yang menjerat Annas ini menyangkut proses pelepasan 1,6 juta hektar hutan menjadi area penggunaan lain (APL). Selain soal tuntutan, katanya, dia sangat berharap KPK masuk lebih dalam membongkar berbagai pihak yang terlibat dan diuntungkan dari pelepasan kawasan itu. KPK, kata Zenzi, jangan hanya berkutat di satu atau dua kasus pengusaha yang terlibat dalam pelepasan skala kecil. “Mestinya, KPK bisa crooss check di lahan 1,6 juta hektar di mana dan perusahaan mana yang terlibat.”

Dia mengatakan, kasus SK pelepasan kawasan Riau ini, sangat penting karena 17 provinsi lain melakukan modus serupa. “Ada 7,8 juta hektar hutan diubah menjadi daerah peruntukan lain. Mestinya, modus dan join skenario bersama politikus seperti ini dibongkar habis oleh KPK. ”Menurut Zenzi, kalau melihat trend proses hukum berkaitan sumber daya alam, di Riau yang disasar hanya pejabat pemerintah. “Korporasi yang menikmati malah tak disentuh.”

Kecenderungan ini, katanya, membuat proses hukum tak efektif menyelamatkan sumber daya alam. Dia mencontohkan, dari proses hukum terhadap tujuh pejabat Riau tiga bupati, tiga kepala dinas dan satu gubernur, jumlah uang yang dikembalikan ke negara hanya sekitar Rp 31 miliar padahal angka kerugian mencapai Rp 3,1 triliun. “Artinya, proses hukum cuma mengembalikan satu persen dari kerugian. Ini akan membuat penjahat lingkungan dan SDA ketagihan.”

Teguh Surya dari Greenpeace menilai, tuntutan enam tahun terlalu rendah mengingat kejahatan korupsi SDA seperti hutan memberikan dampak sangat buruk dan bersifat multidimensi. Ia berdampak bukan hanya pada lingkungan, tetapi memicu persoalan sosial (konflik), bencana lingkungan menahun, pemiskinan dan lain-lain. “Kalau cuma tuntutan enam tahun, pantas saja pejabat masih senang korupsi.[9]

Analisa kasus korupsi H. Annas Maamun

Pengertian Korupsi berdasarkan kasus
Hendry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rigths of others”, (terjemahan bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain). Menurut black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan kewajibannya.

Menurut Barley, pekataan “korupsi” dikaitkan dengan perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang atas kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi. 

Menurut analisa penulis dari kasus korupsi H. Annas Maamun, bahwa kasus korupsi suatu perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan demi kepentingan pribadi maupun korporasi, bagi mereka yang memegang jabatan atau kekuasaan senatiasa menyalahgunakan kekuasaaan mereka itu. Tindakan korupsi oleh H. Annas Maamun ini merupakan tindakan yang berdampak bukan hanya pada lingkungan, tetapi memicu persoalan sosial (konflik), bencana lingkungan menahun, pemiskinan dan lain-lain.

Jenis-jenis perbuatan korupsi berdasarkan kasus
Against the rule corruption, artinya korupsi yang dilakukan sepenuhnya bertentangan dengan hukum, misalnya penyuapan, penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Dan korupsi ini termasuk jenis korupsi dibidang materiil dimana korupsi yang menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi dibidang ekonomi dan menyangkut bidang kepentingan umum. Menurut analisa penulis tindakan korupsi oleh H. Annas Maamun ini termasuk tindakan yang sepenuhnya melanggar hukum dan berhubungan dengan materi atau keuangan.

Bentuk dan tipe korupsi berdasarkan kasus
Menurut analisa penulis pada kasus korupsi H. Annas Maamun, kasus ini merupakan tingkatan teratas yang disebut dengan Material benefit (mendapatkan keuntungan material yang bukan haknya melalui kekuasaaan), mengapa? Karna H. Annas Maamun melakukan penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinyas sendiri maupun orang lain. Kasus korupsi pada tingkat ini sangat membahayakan dikarenakan melibatkan kekuasaan dan keuntungan material.

Sedangkan tipe korupsi yang menyangkut korupsi H. Annas Maamun ini adalah Mercenery corruption yakni, jenis tindak pidana korupsi yang bermaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

Faktor-faktor penyebab terjadinya kasus korupsi ini
Faktor organisasi 
Menurut analisa penulis faktor organisasi termasuk kedalam faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi karena H. Annas Maamun termasuk politisi partai Golkar (golongan karya) yang dimana ia juga merupakan gubernur RIAU ditambah lagi dengan kewewenang yang begitu besar tanpa adanya pertanggungjawaban sehingga para pelaku korupsi ini senantiasa melakukan korupsi dengan mengandalkan partai ataupun jabatannya diorganisasi.

Faktor ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor terpenting dalam tindak pidana korupsi ini, penulis menganalisa bahwa tindak pidana korupsi ini sangat jelas kaitannya dengan faktor ekonomi dimana pelaku merasa bahwa keiinganannya yang begitu besar dan juga gaji yang tidak mencukupi kebutuhan mendorong terjadinya korupsi ini. Selain rendahnya gaji dan keinginan, banyak aspek yang ekonomi lainnya yang menjadi penyebab terjadinya korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintahan yang dibarengi dengan faktor kesempatan untuk memenuhi kekayaan pelaku. 

Faktor hukum
Lemahnya penegakkan hukum merupakan faktor terjadinya korupsi. Sanksi yang tidak tepat dengan perbuatan yang dilarang sehingga terasa begitu ringan atau tidak fungsional membuat para pelaku menganggap bahwa hukum itu tidak ada apa-apanya.
Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor intenal (NIAT) dan faktor eksternal (KESEMPATAN). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku. Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada semua individu. Setidaknya ada 9 nilai anti korupsi yang penting untuk ditanamkan pada semua individu, yaitu: kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, kebernian, dan keadilan.[10]

Dampak masif berdasarkan kasus
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahawa kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Riau H. Annas Maamun ini sangat berdampak pada birokrasi pemerintahannya, terlebih lagi bapak H. Annas Maamun ini merupakan gubernur terpilih, setelah dilakukan penangkapan posisi gubernur untuk sementara waktu kosong dan pada 25 mei 2016 plt gubernur yaitu Arsyadjuliandi Rachman dilantik secara resmi menjadi gubernur setelah 20 bulan menjabat menjadi plt. Kasus korupsi ini juga berdampak pada lingkungan fisik yakni penyimpangan terhadap anggaran pembangunan dan pelaksanaan infrastruktur dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada kemiskinan rakyat.

Kasus H. Annas Maamun menurut perspektif
Dalam perspektif budaya
Kasus korupsi dalam perspektif budaya sudah menjadi sesautu yang dianggap biasa karena telah dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar.

Dalam perspektif agama
Agama menentang korupsi karna agama mengajarkan penganutnya untuk hidup jujur, lurus, dan benar. Iman yang lemah juga menjadi pendorong terjadinya korupsi.

Dalam perspektif hukum
Dalam hukum tindak pidana korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa, dan ada beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang erat kaitannya untuk mencegah dan memberantas korupsi, yaitu:
  • Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang kitab Undang-undang Hukum acara pidana.
  • Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan Nepotisme.
  • Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan tindak pidana korupsi.
Dinegara kita persoalan pembinaan hukum nasional bertambah kompleks karena sistim hukum yang berlaku di indonesia paling tidak dibidang perdata bersifat pluralistis yaitu mengenal golongan dan penduduk, yang masing-masing tunduk pada hukum yang berlainan.[11]

PENUTUP

Simpulan

Dari uraian diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Riau adalah melanggar undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan di tuntut untuk di pidana penjara. To end corruption is my dream: togetherness in fighting it makes the dream come true.

Jadilah satu untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri pelaku maupun dari luar pelaku.  

Saran

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini, dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. Jangan pernah sekali-sekali mencoba untuk melakukan korupsi karna sekali mencoba pasti kan ingin mengulang kembali. Jangan juga mengandalkan jabatan hanya untuk mendapatkan uang yang tidak halal. Ingat malaikat dikanan kiri anda yang akan selalu mengawasi dan mencatat setiap perbuatan yang anda lakukan.

Sumber

[1] Wikipedia, 2016, https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi. Pengertian korupsi, diakses 1 Januari 2018.
[2]  Otoritas semu law,  2016,  https://yuokisurinda.wordpress.com,  pengertian dan rumusan korupsi menurut para ahli, diakses 1 Januari 2018.  
[3] Ibid 
[4] Ibid
[5] Evi Hartanti, 2008, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: sinar grafika, hlm 5
[6] Subekti dan Tjitrosoedibio, 1973, kamus hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, hlm 24
[7]  wikipedia, 2014, https://id.wikipedia.org/wiki/Annas_Maamun, Biografi ANNAS MAAMUN, diakses 1 Januari 2018
[8] Tribun news.com, 11 februari 2015, gubernur riau nonaktif annas maamun, diakses pada situs www.tribunnews.com
[9] Mongabay, 2015, www.mongabay.co.id, kasus suap Hutan RIAU , diakses 1 Januari 2018
[10] Nanang T. Puspito, 2011, Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, cetakan 1, Jakarta: Kemendikbud, hlm 11
[11] Prof. Dr. Mochtar kusumaatmadja S.H.,LL.M., pembinaan hukum nasional, bina cipta, Bandung, 1976, hlm 20




Comments